Assalamualaikum,wr wb
pak ustad saya masih bingung tentang zakat profesi.sekarang saya sedang bekerja di jepang sebagai tki dengan gaji kurang lebih 9 juta perbulan.kebutuhan saya di sini sekitar 3 juta sebulan.sisanya yang 6 juta apakah langsung di hitung zakat atau setelah dikurangi untuk keperluan keluarga di rumah,,saya juga mengirim kerumah?
terimakasih untuk jawaban nya
wassalamualaikum wr wb
Wa’alaikum salam wr. wb. Terima kasih atas pertanyaannya Mas Toni yang baik. Semoga Allah memberikan keberkahan kepada siapa saja yang tidak segan-segan mengeluarkan zakatnya dengan keikhlasan karena Allah SWT.
Zakat profesi adalah gaji/upah yang diperolehnya berdasar profesinya. Baik itu sekretaris, manajer, direktur, mandor, guru, karyawan, bekerja di jepang sebagai TKI dll. Zakat profesi termasuk gaji TKI wajib dikeluarkan dari penghasilan profesi jika mencapai nisab zakat. Karena sesuai keumuman perintah firman Allah Swt yang termaktub dalam surat Al Baqarah 267 :
"Wahai orang-orang yang beriman, nafkahkanlah (keluarkan zakat) dari hasil usahamu yang halal dan dari apa yang kami keluarkan dari bumi untuk kamu …."
Kata ma Kasabtum merupakan kata umum yang artinya mencakup segala macam usaha: perdagangan, atau pekerjaan dan profesi. Para ulama fikih berpegang kepada keumuman maksud ayat tersebut sebagai landasan zakat perdagangan, yang oleh karena itu kita tidak perlu ragu memakainya sebagai landasan zakat penghasilan dan profesi.
Berdasarkan hal itulah zakat penghasilan bersih seorang pegawai/karyawan dan golongan profesi dapat diambil dari dalam setahun penuh, jika pendapatan bersih setahun itu mencapai satu nisab. Zakat profesi diambil setelah dipotong dengan kebutuhan pokok, zakat dihitung 2,5% dari gaji setelah dipotong dengan kebutuhan pokok. Menurut Ibnu Abbas, Ibnu mas’ud dan Mu’awwiyah (fakar para sahabah), Az Zuhri Hasan Al Bashri dan Makhul (Tabi’in), kemudian khalifah Umar Bin Abdul Aziz, AL Bakir, Ash-Shadiq, An-Nashir dan Daud Az-zahiri bahwa hasil profesi/jasa wajib dizakatkan ketika menerimanya manakala telah sampai nisabnya meskipun belum sampai haulnya. Dan kadar zakatnya 2,5% sesuai ketentuan umum Nash ukuran zakat emas dan perak.
Zakat wajib atas penghasilan sesuai dengan tuntunan Islam yang menanamkan nilai-nilai kebaikan, kemauan berkorban, belas kasihan dan suka memberi dalam jiwa seorang Muslim, sesuai pula dengan kemanusiaan yang harus ada dalam masyarakat, ikut merasakan beban orang lain, dan menanamkan syiar agama.
Contoh Perhitungan zakat Mas Toni:
A. Pemasukan
(1) Total Pemasukan
@Rp. 9.000.000,- x 12 = Rp. 108.000.000,-
(2) Biaya Kebutuhan pokok setahun
@Rp. 3.000.000,- x 12 = Rp. 36.000.000,-
Total Bersih Pendapatan (total 1- total 2) Rp. 72.000.000,-
B. Nishab
Nishab senilai emas 85 gram (harga emas sekarang @se-gram Rp. 300.000) = Rp. 25.500.000,-
C. Zakatkah?
Berdasarkan simulasi data pemasukan Mas Toni tersebut (sebesar Rp. 72.000.000,-), berarti Mas Toni wajib mengeluarkan zakatnya sebab sudah melebihi nishabnya (85 gram emas = Rp. 25.500.000,-). Jadi perhitungan zakatnya 2,5% x Rp. 72.000.000,- = Rp. 1.800.000,-. (berarti zakat yang dikeluarkan oleh mas toni jika ingin pertahun sebesar bilangan tersebut) atau Rp. 150.000,- (jika perbulan zakat profesi yang dikeluarkan).
Atau setara dengan perhitungan pendapatan bersih Mas Toni perbulan Rp. 6.000.000 x 2,5% = Rp. 150.000,-
Jadi, zakat profesi dapat dikeluarkan jika ditotal pendapatan bersih Mas Toni selama setahun melebihi nishab zakat emas 85 gram sehingga zakat yang dikeluarkan tetap 2,5%. Dan apabila ia telah mengeluarkan setiap menerima/gajian maka ia tidak perlu lagi mengeluarkan di akhir tahun kalender. Apakah Mas Toni mau mengeluarkan zakatnya setiap bulan atau setiap tahun, para ulama kontemporer menjelaskan membolehkan mengeluarkan zakat profesi bisa dilakukan setahun sekali atau sebulan sekali. Namun, sangat dianjurkan oleh ulama yaitu mengeluarkan zakatnya sebulan sekali agar tidak terasa memberatkan saat mengeluarkannya dalam periode setahun. Rasul bersabda yang artinya “Bayarlah zakat kekayaan kalian ” (HR. ِAt-Tirmidzi:jilid : 91)
Demikian semoga dapat dipahami. Waallahu A’lam.
Muhammad Zen, MA