Bagaimanakah zakat harta bagi PNS, dengan gaji 2jt perbulan? Bagaimana penghitungannya jika dia juga harus membayar kredit hampir 50% dari gajinya, setiap bulannya. Mohon penjelasannya.
Terima kasih sebelumnya.
Wa’alaikum salam wr. wb. Terima kasih atas pertanyaannya Ibu Tiara yang baik.
Zakat profesi adalah zakat yang dikeluarkan dari penghasilan profesi jika sudah mencapai nilai tertentu (nishab). Profesi yang dimaksud mencakup profesi pegawai negeri sipil (PNS) atau swasta, dan lain-lain.
Dr. Yusuf Qardhawi menjelaskan seorang pegawai dengan penghasilan minimal setara 522 kg beras wajib mengeluarkan zakatnya sebesar 2,5%. Dikeluarkan langsung saat menerima pendapatan ini dianalogikan pada zakat tanaman. Model memperoleh harta penghasilan (profesi) mirip dengan panen (hasil pertanian), sehingga harta ini dapat di –qiyas-kan ke dalam zakat pertanian. Jika ini yang diikuti, maka besar nisabnya adalah senilai 653 kg gabah kering giling setara dengan 522 Kg beras dan dikeluarkan setiap menerima penghasilan/gaji sebesar 2,5% tanpa terlebih dahulu dipotong kebutuhan pokok (seperti petani ketika mengeluarkan zakat hasil panennya). Contoh: Pemasukan gaji Ibu Tiara Rp. 2.000.000/bulan, nishab (552 kg beras, @Rp. 4000/kg = Rp. 2.088.000). Berarti belum cukup nishab (wajib zakat).
Atau bisa juga melalui perhitungan kebanyakan ulama mengqiyaskan zakat profesi ini dengan nishab emas 85 gram wajib mengeluarkan zakatnya sebesar 2,5%.
Simulasi Contoh Perhitungan zakat Ibu Tiara:
A. Pemasukan
Pemasukan Rp. 2.000.000,- x 12 = Rp. 24.000.000,-
Hutang (kredit) Rp. 900.000 x 12 = Rp. 10.800.000,-
Total Bersih Pendapatan: Rp. 13.200.000,-
B. Nishab
Nishab senilai emas 85 gram (harga emas sekarang @se-gram Rp. 300.000) = Rp. 25.500.000,-
C. Zakatkah?
Berdasarkan simulasi data pemasukan Ibu Tiara tersebut (sebesar Rp. 13.200.000,-) berarti Ibu belum wajib mengeluarkan zakatnya sebab belum cukup nishabnya (85 gram emas = Rp. 25.500.000,-). Namun sangat dianjurkan untuk bersedekah sebab berkah dan terhindar dari malapetaka.
Demikian semoga dapat dipahami. Waallahu A’lam. (MZ)