Assalamu’alaikum wr. wb.
Pak Ustad ada berapa pertanyaan mengenai zakat mohon untuk diberikan pencerahan :
- Saya pernah mendengar kalau kita membayarkan ongkos naik haji (ONH), kita wajib berzakat apakah ini benar dan ada dasar hukumnya ?
- Kalau kita sudah membayarkan zakat profesi dengan cara dicicil tiap bulannya, bila ada sisa penghasilan dalam bentuk tabungan/deposito dan telah melebihi nishab apakah atas tabungan tersebut wajib dizakati kembali ? bagaimana halnya kalau kita simpan dalam bentuk harta tidak bergerak misalnya tanah apakah juga wajib dizakatkan ?
- Untuk perhitungan dasar zakat profesi untuk per penghasilan sepengetahuan saya ada dua pendapat yang pertama dari total gaji/penghasilan yang kedua gaji/penghasilan dikuranggi dengan kebutuhan sehari-hari benarkah hal tersebut
Sebelumnya saya ucapkan terima kasih.
Wassalamu’alaikum wr wb
Wa’alaikum salam wr. wb. Terima kasih atas pertanyaannya Bapak Yoko yang baik.
Firman Allah Ta’ala (yang artinya): “Ambillah zakat dari sebagian harta mereka dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka.” (QS. At-Taubah (9):103) “
1. Zakat merupakan rukun Islam ketiga yang seharusnya dilaksanakan — bersama puasa dan shalat — sebelum menunaikan ibadah haji. Ibadah hají dikenal sebagai ibadah maliyah-badaniyyah, yakni model ibadah yang hanya bisa dilakukan kala kita memiliki kekuatan fisik dan harta.
Dalam kajian kitab fiqih (baik klasik maupun kontemporer) dan termasuk dalil-dalil Naqli hampir tidak ditemukan adanya kewajiban zakat haji, yang ada bahwa setiap orang yang memiliki harta kekayaaan senisab atau senilai 85 gram emas maka wajib berzakat. Kalau calon jamaah sudah berzakat, tidak perlu berzakat lagi, cukup dengan sedekah saja.
Membersihkan harta itu merupakan salah satu syarat ingin menjadi haji mabrur, yang diterima oleh Allah SWT. Melaksanakan ibadah haji dengan uang yang tidak bersih maka hajinya tertolak. Ulama menjelaskan bahwa hendaknya jamaah haji mengeluarkan semua zakat hartanya termasuk yang dipersiapkan untuk ONH. Kalau masih merasa keberatan mengeluarkan zakat 2,5 persen dari seluruh kekayaan, maka untuk latihan cukup 2,5 persen dari ONH sebagai latihan bekal harta yang bersih menuju haji mabrur, yaitu suatu derajat "haji" yang paling tinggi di sisi Allah SWT. Dengan harapan langkah ini sebagai upaya memuluskan jamaah haji tersebut mencapai tingkat mabrur. Rasulullah mengatakan, haji mabrur tidak ada balasannya kecuali sorga. Untuk mengerjakan Ibadan haji dengan hati bersih dan harta yang bersih. Berarti juga uang yang disetorkan untuk melaksanakan ibadah haji memang betul-betul bersih, karena sebagian hartanya (2,5 persen) telah dizakatkan.
Kalau kemudian ada jamaah haji yang hendak berangkat ke tanah suci diimbau supaya mengeluarkan zakat, bukan berarti mereka membayar zakat haji. Melainkan sebenarnya mereka membayar zakat mal (harta) dari harta yang dimilikinya sebagaimana ketentuan zakat yang diperintahkan oleh syariat. Dengan berzakat harta kita akan menjadi bersih, ada implikasi lain yang luar biasa orang yang memakan dan membelanjakan harta yang bersih yaitu berdampak pada istri dan anak-anaknya menuju jalan takwa. Ketakwaan seorang anak sangat terkait pada tataran keshalehan. Hanya anak yang shaleh yang dapat mendoakan orangtuanya.
2. Dr. Yusuf Al-Qardhawi menjelaskan sisa penghasilan dalam bentuk tabungan/deposito dan telah melebihi nishab maka wajib zakat. Tetapi, jika kita simpan dalam bentuk harta tidak bergerak misalnya tanah maka tidak wajib zakat. Kecuali kalau tanah tersebut sudah dijual dan melebihi kadar nishab 85 gram emas maka wajib zakat. Demikian halnya kalau tanah tersebut menghasilkan keuntungan baik berupa disewakan maupun ditanami tumbuh-tumbuhan maka hasil uang sewa atau hasil tanaman jika sudah cukup nishab maka wajib zakat.
3. Betul Bapak Yoko, bahwa ada dua pendapat ulama yang menjelaskan perhitungan zakat profesi berdasarkan perhitungan yang pertama yaitu brutto (dikeluarkan zakatnya dari total gaji/penghasilan) dan yang kedua netto (dikeluarkan zakatnya dari gaji/penghasilan dikurangi dengan kebutuhan sehari-hari). Tentunya, masing-masing memiliki argumentasi tersendiri. Untuk lebih hati-hati dalam mengeluarkan zakat ada sebagian ulama yang menganjurkan berzakat profesi dengan model pertama yaitu brutto (dikeluarkan zakatnya 2.5% diambil dari dari total gaji/penghasilan). Semoga
Demikian semoga dapat dipahami. Waallahu A’lam.
Muhammad Zen, MA