Assalamualaikum Pak Ustad.
Saat ini saya punya rumah kosong tanpa perabot yang terbengkalai (baru 20% selesai), karena saya melanjutkan pendidikan di luar negara. Semua penghasilan saya (kebun dan gaji bulanan) selama 4 tahun ini Insyaallah saya zakatkan menurut aturan Agama setiap tahun, dan saya simpan di Bank. Semua uang saya tersebut sebenarnya niat saya adalah untuk lanjutkan pembangunan rumah saya, pembelian perabot, dan untuk beli mobil, kalau ada lebih, untuk usaha nantinya setelah saya pulang ke Indonesia. Jadi saya nyimpan uang di Bank bukan dengan niat menumpuk harta, tapi dengan niat menyimpan sampai saya pulang untuk dipergunakan pada pos pos tersebut diatas. Pertanyaan saya, apakah saya wajib menzakatkan uang saya yang sudah saya zakatkan dan saya simpan di Bank pada tahun berikutnya, sementara uang tersebut sebenarnya adalah untuk bikin rumah nantinya? Mohon penjelasan Bapak Ustad. Terimakasih.
Wasssalam.
Iwan
Wa’alaikum salam wr. wb. Terima kasih atas pertanyaan Bapak Iwan yang baik. Semoga pak Iwan senantiasa diberikan keringanan dalam berzakat dan diberikan keberkahan dan kesuksesan oleh Allah Swt dalam berzakat. “Sungguh telah beruntung orang yang telah menyucikan jiwanya (diantaranya dengan berzakat)” (QS. Asy-Syams: 9)
Kekayaan (amwal) merupakan bentuk jamak dari kata mal, dan mal bagi orang arab, yang dengan bahasanya adalah “segala sesuatu yang diinginkan sekali oleh manusia untuk disimpan dan dimilikinya.” Dalam ajaran Islam setiap harta wajib dizakatkan termasuk harta yang kita simpan (dalam bentuk emas, perak maupun tabungan). Ulama fikih umumnya mensyaratkan adanya perkembangan, harta yang disimpan tentu senantiasa berkembang dengan ditambah adanya bagi hasil dan keuntungan lainnya.
Pengertian berkembang yaitu harta tersebut senantiasa bertambah baik secara konkrit (ternak dll) dan tidak secara konkrit (yang berpotensi berkembang, seperti uang apabila diinvestasikan/ditabung). Menurut Dr. Yusuf al-Qardhawi dalam Fiqh az-zakat zakat tabungan itu dikeluarkan setiap setahun sekali jika harta yang disimpan tersebut cukup nishab. Baik pokok maupun bagi hasilnya, selama memang cukup nisab dan haulnya(satu tahun sejak kepemilikan). Uang simpanan ( baik tabungan, deposito, dll ) dikenakan zakat bila telah mencapai haul. Besarnya nisab senilai dengan 85 gr emas ( asumsi 1 gr emas Rp 300.000, nishab sebesar Rp 25.500.000 ). Kadarnya zakatnya sebesar 2,5 %.
Meskipun harta tersebut diniatkan tidak untuk menumpuk harta untuk pembangunan rumah, pembelian perabot, beli mobil, dan usaha jika sudah di Indonesia. Menurut ulama fikih kontemporer zakat dari sisa gajian yang sudah dizakati dan disimpan dalam tabungan apabila sudah disimpan pada tahun berikutnya (bukan pada tahun yang sama saat dizakati) dan cukup nishab maka wajib zakat.
Contoh simulasi perhitungan zakat tabungan pak iwan: diketahui jumlah saldo terakhir tabungan 01/01/10 adalah 100.000.000 (harta ini sudah dizakati pada tahun yang sama dari zakat gajian dan lainnya) harta tersebut berarti telah melebihi nisab (asumsi 1 gr emas Rp 300.000, nisab sebesar Rp 25.500.000) dan genap satu tahun. Adapun hitungan tahun haul menurut contoh di atas 01/04/10-31/03/11 saldo terakhir tersebut sudah ditambah bunga Rp. 500.000, menurut ulama bunga ini dikeluarkan terlebih dahulu sebelum perhitungan zakat (sebab zakat tidak diterima di sisi Allah dari sesuatu yang diharamkan melalui bunga) kecuali dengan bagi hasil maka perhitungan zakatnya direkapitulasi/ditambahkan dengan bagi hasil.
Perhitungan lengkapnya:
• Tahun haul : 01/04/10-31/03/11
• Nisab : Rp 25.500.000
• Saldo terakhir : Rp 100.000.000,- – Rp 500.000,- (bunga) = Rp 95.500.000,-
• Besarnya zakat : 2,5 % x Rp 95.500.000,- = Rp 2.387.500 (wajib zakat)
Menurut Prof Dr. Wahbah dalam Fiqh al-islam waadillatuhu berbeda jika uang sisa gajian yang sudah dizakati langsung dibelikan perlatan/kebutuhan sehari-hari (seperti rumah, pangan, pakaian, kendaraan yang digunakan setiap hari untuk keperluan, dan lain-lain) maka, tidak ada zakat pada harta tersebut. Apabila kebutuhan pokok yang dimiliki melebihi apa yang dibutuhkan, maka diluar yang dibutuhkan itu harus dikeluarkan zakatnya. Contohnya adalah rumah bapak ada dua yang satu ditempati sendiri yang satunya disewakan, maka rumah yang disewakan wajib zakat.
Al-hasil, uang sisa gajian/pendapatan lainnya yang sudah dizakati kemudian disimpan dalam bentuk tabungan jika sudah satu tahun (haul) dan cukup nishab maka wajib zakat meskipun diniatkan untuk membeli kebutuhan sendiri. Kecuali, sisa gajian tersebut langsung dibelikan kebutuhan sehari-hari/pokok seperti rumah dan perabotan/perlengkapan rumah tangga maka tidak ada zakat. Berbeda, apabila seseorang memiliki rumah lebih dari satu, misalnya memiliki empat, maka sisa dari yang dibutuhkan, yaitu sejumlah tiga rumah harus dikeluarkan zakatnya. Begitupun dengan kendaraan yang disewakan.
Demikian semoga dapat dipahami. Waallahu A’lam.
Muhammad Zen, MA