Assalamu’alaykum wr wb
Sejak 5 tahun yang lalu, saya sudah memiliki penghasilan yang mencapai nishab. Saya bayarkan zakatnya tapi saya lupa, apakah sudah sesuai kadarnya atau tidak. Sekarang saya bau bayar zakat kembali, Apakah saya wajib membayar zakat penghasilan saya masa lalu? kalau iya, bolehkah cara membayarnya dicicil? terima kasih.
Wa’alaikum Salam Wr.Wb.
Terima kasih Bapak Abu Khoir atas pertanyaannya yang bagus.
Wahbah az-Zuhaili dalam kitabnya Fiqh al-Islam wa adillatuhu menjelaskan betapa pentingnya zakat bagi mereka yang cukup nishab, sampai-sampai mereka yang tidak menunaikan zakat sewaktu hidup kemudian meninggal dunia maka dianggap maksiat. Meskipun ada perbedaan ulama dalam hal ini, Abu hanifa menjelaskan kewajiban berzakat gugur sebab kematian seseorang kecuali dia berwasiat untuk itu, maka zakatnya dikeluarkan sepertiga harta yang ditinggalkan, yang harus dibagikan oleh penerima wasiat. Tetapi kalau tidak memberikan wasiat, maka gugur kewajiban berzakat.
Sebaliknya jumhur ulama seperti mazhab maliki, syafi’i, Ahmad bin Hanbal, Imam ’Atha’, Zuhri, Abu Tsaur dan Ibnu Mundzir menjelaskan barang siapa yang berkewajiban mengeluarkan zakat dan sanggup melaksanakan kewajibannya pada waktu masih hidup, lalu meninggal dunia sebelum melaksanakan kewajibannya, maka dianggap bermaksiat. Dan zakatnya harus dikeluarkan dari harta kekayaan yang ditinggalkannya, walaupun dia tidak bermaksiat untuk itu, dan zakatnya tidak gugur sebab kematiannya. Sebab zakat juga merupakan hak yang wajib ditunaikan , sehingga hak tersebut tidak bisa gugur sebab kematiannya, seperti hutang seseorang.
Menurut ulama syafi’iah kalau pada harta yang ditinggalkan itu masih ada kewajiban hutang kepada Allah (seperti kewajiban berzakat, kaffarat, nadzar dll) dan hutang kepada manusia maka harus mendahulukan pembayaran hutang kepada Allah Swt. Yusuf al-Qardhawi menegaskan zakat tidak bisa gugur dengan sebab kematian seperti halnya hutang. Zakat berbeda dengan puasa dan shalat, karena keduanya adalah ibadah yang bersifat badan yang tidak syah diwasiatkan dan tidak syah pula digantikan oleh orang lain.
Dari penjelasan terbut berarti harta penghasilan lima tahun Bapak Abu Khoir apabila sudah tahu dan tidak ditunaikan karena lupa dan lalai mengerjakannya maka dianggap bermaksiat kepada Allah. Bahkan Ibnu Qudamah menjelaskan: “Barang siapa yang mengingkari (tidak berzakat) karena jahil (tidak tahu) atau dia termasuk orang yang tidak tahu karena baru masuk Islam atau dia tinggal di daerah terpencil yang jauh dari daerah yang mengetahui akan wajibnya maka tidak dikafirkan. Adapun kalau dia seorang muslim yang tinggal di negeri Islam di tengah-tengah ahli ilmu maka hukumnya murtad.” (Mughni 4:6-7) Sebagaimana Khalifah Abu Bakar As-Siddiq memerangi orang-orang yang tidak membayar zakat.
Mumpung masih diberi kesempatan usia panjang maka hendaknya bersegeralah menunaikan zakat, agar tidak memberatkan saat menunaikan zakat maka ulama membolehkan untuk dicicil asal kita tahu berapa yang wajib kita keluarkan zakatnya. Apabila tidak tahu kadar atau nishab zakat maka hendaknya melakukan konsultasi dengan lembaga zakat yang terdekat.
Oleh karena itu, menurut ulama fiqh apabila sudah waktunya untuk menunaikan zakat hendaknya tidak boleh ditunda-tunda bahkan sangat dianjurkan untuk disegerakan khawatir ada penyakit dalam diri kita yaitu lupa atau malas. Ibnu Rusd dalam Bidayat al-Mujtahid menjelaskan zakat boleh ditunaikan untuk disegerakan karena dalam harta tersebut ada hak orang miskin yang wajib ditunaikan segera. Sebagaimana Imam Syafi’i berhujjah dengan hadits Nabi dari Ali Ra ”Sesungguhnya Nabi Saw menyegerakan zakat Abbas sebelum waktunya/haulnya”. Kewajiban zakat diperbolehkan mengeluarkan sebelum waktunya yang biasa dinamakan "Takjil" (menyegerakan), artinya membayarkan zakat sebelum waktu kepastiannya.
Menurut Imam Syafi’i, Malik dan Imam Ahmad, apabila seseorang mempercepat zakat hartanya yang sudah mencapai nishab, maka cukuplah nishab tanpa tambahan apa-apa. Mazhab Hanafi memperbolehkan bagi si pemilik harta untuk mempercepat pengeluaran zakat kapan saja maunya tanpa ada batas tahun dengan syarat bahwa harta yang dimilikinya sudah mencapai nishab. Sebab pada harta kita tersebut ada hak orang lain yang wajib kita tunaikan. Allah Swt berfirman: “Dan pada harta mereka ada hak untuk orang miskin yang meminta dan orang miskin yang tidak mendapat bagian.” (Adz-Dzariyat : 19)
Sebab, apabila muzakki berlaku lalai bahkan enggan mengeluarkannya maka Allah Swt akan menyiksa mereka dan dimasukkan ke dalam neraka.(QS. Al-Humazah (104): 2-9) Bahkan akan disiksa dengan siksa yang pedih (QS. At-Taubah (9): 34-35). Sebaliknya, Allah sangat mencintai orang-orang yang melakukan amal kebajikan termasuk berzakat, bahkan akan memasukkan mereka kedalam syurga firdaus (QS. Al-Mu’minun: 1-11) dan mereka dipredikatkan sebagai orang yang memperoleh leberuntungan (QS. Al-‘ashr:1-3)
Alhasil, menurut ulama fiqih apabila muzakki sudah tahu adanya kewajiban berzakat dan lupa atau lali mengerjakannya maka dianggap bermaksiat dan ada juga yang menjelaskan sebagai murtad. Oleh karena itu, jika Bapak Abu Khoir ingin memperbaikinya hendaknya bersegeralah mengeluarkan zakat. Ulama menjelaskan boleh diangsur zakat tahun lalu yang tidak kita tunaikan dengan diangsur perbulan bahkan bisa juga dikeluarkan secara langsung setahun sekali. Mumpung Allah masih memberikan peluang atau kesempatan usia panjang kepada kita, sehingga Allah masih memperkenankan kita untuk menunaikan hak orang lain dengan berzakat.
Demikian semoga dapat dipahami. Waallahu A’lam.
Muhammad Zen, MA