dear ust muhammad zen.
assalamualaikum war wab.
hari ahad kemarin aku memanen jagung dan menghasilkan 8 ton jagung kering (setelah ditimbang gelondongan/dg janggelnya),setelah kami jual (gelondongan juga),ternyata aku mendapat uang sebesar Rp 8,600,000.setelah dipotong biaya sewa dan produksi sisanya tinggal Rp 400,000,kalau demikian apa saya masih wajib zakat ? Afwan wa syukron.
Wa’alaikum salam wr. wb. Terima kasih atas pertanyaannya Bapak Abuanas yang baik.
Landasan bahwa zakat wajib atas tanaman dan buah-buahan adanya perintah Allah Swt: “Hai orang-orang yang beriman, nafkahkanlah (di jalan Allah) sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik dan sebagian dari apa yang Kami keluarkan dari bumi untuk kamu.” (QS. Al-Baqarah (2): 267)
Menurut ulama kontemporer zakat dikenakan pada hasil perkebunan –termasuk panen jagung– dianalogikan dengan zakat pertanian. Dari Salim Ibnu Abdullah, dari ayahnya r.a, bahwa Nabi SAW bersabda: "Tanaman yang disiram dengan air hujan atau dengan sumber air atau dengan pengisapan air dari tanah, zakatnya sepersepuluh (10%), dan tanaman yang disiram dengan tenaga manusia, zakatnya seperduapuluh (5%). " [HR. Bukhari]. "Tanaman yang (hasilnya) kurang dari lima wasaq tidak wajib dizakati." (HR. Bukhori Muslim) “Bayarlah zakat kekayaan kalian ” (HR. ِAt-Tirmidzi)
Dr. Mahmud Syaltut eks Rektor Universitas Al-Azhar Mesir berpendapat bahwa
segala hasil pertanian/perkebunan (hasil bumi) diqiyaskan dengan hasil
pertanian/perkebunan yang telah ditetapkan zakatnya. Kadar zakat untuk hasil pertanian, apabila diairi dengan air hujan, atau sungai/mata/ air, maka 10%, apabila menggunakan pengairan buatan. diairi dengan cara disiram / irigasi (ada biaya tambahan) maka zakatnya 5%. Nishab hasil pertanian adalah 5 wasq atau setara dengan 653 kg. Apabila hasil pertanian termasuk makanan pokok, seperti beras, jagung, gandum, kurma, dll, maka nishabnya adalah 653 kg dari hasil pertanian tersebut.
Menurut ulama fiqih karakteristik zakat pertanian dikeluarkan langsung dari hasil pemanfaatan tanah ketika ada hasil buah-buahan makanan pokok atau hasil lainnya yang dihasilkan oleh bumi. Zakat hasil pertanian tidak mengenal haul, dikeluarkan langsung ketika dipanen. Zakat hasil pertanian pada asalnya dikeluarkan dari hasilnya dan boleh dengan nilainya. Dan diupayakan untuk segera dikeluarkan zakatnya sesuai firman Allah “ Dan tunaikan haknya (zakatnya) pada hari dipanennya “ (QS. Al-An’am (6): 141)
Apabila sulit diketahui berapa nilai biaya yang dihabiskan maka boleh di taksir antara seperempat sampai sepertiga sebagaimana hadist Rasulullah SAW. “Apabila kalian telah selesai panen ambillah zakatnya, dan biarkan sepertiganya, kalau tidak seperempatnya” (H R Ahmad)
Zakat pertanian itu pada prinsipnya dikeluarkan apabila telah mencapai nishab, yaitu senilai 653 kg jagung (653 x asumsi harga jangung per/kg Rp 1.075 = Rp 701.975) adapun zakatnya Rp 701.975 x 5% = Rp 35.098,75, bukan ditentukan oleh untung atau rugi semata-mata. Jika bapak sudah panen jagung sebanyak 8 ton (8000 kg) berarti sudah melebihi nishab yang wajib ditunaikan 5% (karena ada biaya yang dikeluarkan). 8000 x 5% = 400 Kg yang wajib ditunaikan. Ada juga ulama yang membolehkan menunaikan zakat dengan diequivalenkan ke uang. Rp. 8,600,000 x 5% = Rp 430.000,- atau 400 Kg x Rp. 1075 = Rp. 430.000,- (wajib zakat) meskipun panen bapak merugi karena harta tersebut melebihi nishab maka harus berzakat.
Tetapi, jika panen tidak/belum mencapai nishab tidak terkena kewajiban zakat. Karena ketika seseorang belum memiliki kekayaan yang mencapai nishab, berarti masih masuk kategori miskin dan berhak mendapat zakat.
Al-hasil, berdasarkan penjelasan tersebut maka zakat atas panen jagung ditunaikan langsung saat mencukupi nishab, apabila tidak cukup nishab maka tidak ada kewajiban zakat dan sangat dianjurkan untuk sedekah atau berinfak sebab hidup kita akan lebih berkah dan bermanfaat.
Demikian semoga dapat dipahami. Waallahu A’lam.
Muhammad Zen, MA