Assalamualaikum wr.wb.
Pa Ustadz, suami saya memiliki penghasilan yang tidak tetap setiap bulan gaji kadang 2 jt s/d 2.6 jt. Alhamdulillah tiap bulan kami potong 2.5 % dari gaji suami. selama ini zakat 2.5% yang saya keluarkan di sumbangkan melalui zakat mal. yang saya mau tanyakan :
1. Dari gaji suami tiap bulan ( di luar dari zakat 2.5%) saya kasih ke mertua min 100rb/bulan dan itu wajib di karenakan kondisi keuangan keluarga pihak suami pas2an dan suami saya jarang memberi uang ke orang tua saya, itupun saya yang menginformasikan tidak usah memberi ke orang tua saya di karenakan orang tua saya ekonominya bisa di katakan lebih baik, menurut pas ustad bagaimana menurut pandangan islam sudah benarkan yang saya lakukan?
2. Bisa tidak zakat 2.5% yang saya keluarkan dari gaji suami di berikan kepada keluarga kami yang kurang mampu?
Wa’alaikum Salam Wr.Wb… Terima kasih Bu Yana atas pertanyaannya yang baik.
Selamat bu karena sudah mengeluarkan zakatnya 2,5 %. "Sesungguhnya beruntunglah orang yang mensuci-kan jiwa itu". (QS. Asy-Syams: 9),
Dalil naqli tentang zakat profesi/penghasilan adalah surat Al Baqarah ayat 267:
"Hai orang-orang yang beriman nafkahkanlah sebagian dari hasil usahamu yang baik, bagitu juga hasil bumimu yang telah Kami keluarkan untukmu. Jangan sengaja kamu berikan, yang tidak baik, sedang kamu sendiri tidak mau menerimanya yang seperti itu kecuali dengan memicingkan mata. Ketahuilah! Bahwa Allah Maha Kaya lagi Maha Terpuji". (QS. Al-Baqarah (2): 267)
" Bila engkau membayar zakat kekayaan maka berarti engkau telah membuang yang
tidak baik darinya". (H.R. Hakiem)
Untuk menjawab pertanyaan pertama ibu yaitu dari gaji suami tiap bulan ( di luar dari zakat 2.5%) dikasih ke mertua min 100rb/bulan dan itu wajib di karenakan kondisi keuangan keluarga pihak suami pas-pasan dan suami saya jarang memberi uang ke orang tua saya, itupun saya yang menginformasikan tidak usah memberi ke orang tua saya di karenakan orang tua saya ekonominya bisa di katakan lebih baik, menurut pak ustad bagaimana menurut pandangan islam sudah benarkan yang saya lakukan?
Allah Swt menjelaskan pemberian/pendistribusian zakat hanya diberikan kepada delapan asnaf (kelompok) yaitu:
“ Sesungguhnya sedekah-sedekah (zakat-zakat) itu hanyalah untuk orang¬orang fakir, orang-orang miskin, pengurus-pengurus zakat, para muallaf yang di bujuk hatinya, untuk (memerdekakan) budak. Orang-orang yang berhutang, untuk jalan Allah,dan orang-orang yang sedang dalam perjalanan, sebagai suatu ketetapan yang diwajibkan Allah; dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana”. (QS. al-Taubah/9:60).
Berdasarkan ayat tersebut jelas tidak ada pemberian zakat untuk orang tua sendiri atau mertua. Hal inilah yang dijelaskan oleh Ibnu Mundzir dalam kitabnya “Al-Bahr az-Zahrar” bahwa Islam mengajarkan kepada setiap anak/menantu hendaknya berlaku baik (ihsan) dan adil kepada kedua orang tua sendiri termasuk mertua. “ … dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya. Jika salah seorang di antara keduanya atau kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya perkataan "ah" dan janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia” (QS. Al-Isra (17): 23)
Dengan demikian, bahwa dalam pandangan islam perbuatan yang dilakukan oleh ibu sudah benar, tapi belum adil kepada orang tua ibu sendiri meskipun mereka ekonominya dikategorikan punya. Bicarakanlah baik-baik kepada suami ibu untuk berbagi kebahagiaan kepada orang tua dan mertua sendiri. Jika kita ingin berlaku adil misal disisihkan rizki untuk orang tua dan mertua masing-masing Rp. 100.000,-. Jika ikhlas kita memberikan kepada mereka insya Allah hidup senantiasa berkah di dunia dan di akhirat. Alangkah bahagianya mereka saat mendapatkan rizki dari anaknya meskipun kecil nilainya namun begitu besar bagi mereka sebagai bakti dan penghargaan dari seorang anak/menantu yang senantiasa sayang dan membantu orang tuanya sendiri/mertuanya.
Adapun pertanyaan ibu yang kedua yaitu bisa tidak zakat 2.5% yang dikeluarkan dari gaji suami di berikan kepada keluarga kami yang kurang mampu?
Ibu Yana yang dirahmati Allah. Di antara hikmah disyariatkan zakat adalah dapat dirasakan oleh masyarakat secara luas dengan berkurangnya tingkat kemiskinan dan kefakiran. Berkurangnya angka kemiskinanan dalam masyarakat akan berdampak pada kurangnya tindak kriminal, pelacuran, konflik sosial, dan sebagainya yang pada akhirnya memberikan rasa aman bagi seluruh masyarakat secara luas. Bahkan menumbuhkan rasa solidaritas dan kegotongroyongan menuju kebaikan dan ketakwaan. Untuk membantu keluarga yang kurang mampu sangat dianjurkan dalam Islam. Tentunya sumber dananya bukan dari zakat melainkan dari infak.
Jumhur ulama menjelaskan ada kategori siapa saja orang-orang yang tidak boleh menerima zakat di antaranya bapak, ibu atau kakek, nenek hingga ke atas atau anak-anak hingga ke bawah atau isteri dari orang yang mengeluarkan zakat, karena nafkah mereka di bawah tanggung jawab kita sebagai anak/menantu. Rasulullah Saw bersabda: “Kamu dan hartamu itu untuk ayahmu” (HR. Ahmad dari Anas bin Syu’aib)
Namun Dr. Yusuf Qardhawi menjelaskan dalam kitabnya “Fiqhu az-Zakat” pemberian zakat kepada kerabat jauh (selain kerabat dekat yang telah disebutkan), yang tidak wajib bagi orang yang berzakat memberi nafkah kepadanya, maka tidak berdosa memberi kepadanya zakat. Jadi, diperbolehkan menyalurkan zakat kepada kerabat jauh seperti saudara laki-laki, saudara perempuan, paman dan bibi dengan syarat mereka dalam keadaan membutuhkan.
Setiap muslim hendaknya berhati-hati dalam menyalurkan zakatnya dan berusaha sesuai dengan anjuran syari’at, setelah berusaha dan berhati-hati ternyata keliru atau kurang tepat, maka dia dimaafkan dan tidak diperintahkan untuk mengulangi dalam membayar zakat tersebut. Jika tidak berhati-hati dalam menyalurkan zakat-nya kemudian ternyata salah penempatan tidak sampai pada yang berhak, maka dia wajib mengulangi dalam membayar zakat .
Menurut Imam Syaikh Mahmud Syaltut dalam kitabnya “Al Islami Aqidah dan Syari’ah“, Islam telah mewajibkan atas seseorang yang berkecukupan untuk memberi nafkah kepada keluarganya yang membutuhkan, sebagai bentuk silaturrahim dan pemenuhan kewajiban yang dibebankan kepadanya, sebagaimana dijelaskan dalam firman Allah SWT, "Dan berikanlah kepada keluarga-keluarga yang dekat akan haknnya kepada orang miskin dan orang yang dalam perjalanan." (Al Isra’: 26) "Dan apa saja yang kamu nafkahkan, maka Allah akan menggantinya dan Dia-lah Pemberi rezeki yang sebaik-baiknya." (QS. Saba’: 39) "Orang-orang yang menafkahkan hartanya di malam dan siang hari secara tersembunyi dan terang-terangan, maka mereka mendapat pahala di sisi Tuhannya. Tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati " (QS. Al Baqarah: 274)
Demikian semoga dapat dipahami. Amin. Waallahu A’lam. (MZ)