Masa balita Raffi Arya Setya, putra pertama M. Arnanto (30) dan Rusmiyati (29), harus melalui masa-masa kritis dalam hidupnya. Bayi yang lahir di Bogor, 15 September 2012 lalu ini sering mengalami kejang-kejang saat usianya baru 2 bulan. Kebahagiaan orang tua Raffi pun mendadak terganti dengan duka. Rusmiyati tidak pernah menyangka Raffi akan menderita penyakit seperti ini.
“Saya mengira waktu itu, Raffi kemasukan jin, kejang-kejangnya tanpa panas dan badannya sampai biru,” ujar Rusmiyati tersedu-sedu. Waktu itu, Rusmiyati mencoba membawa Raffi ke seorang ustadz untuk disembukan. Tapi, memang dasarnya bukan karena makhluk halus, sang ustadz pun angkat tangan.
Rusmiyati dan Arnanto ragu mengikuti saran para tetangga untuk membawa Raffi ke rumah sakit. Dalam benak mereka, biaya berobat kerumah sakit tidak sedikit. Apalagi, profesi Arnanto sebagai seorang sopir tidak punya uang tabungan sama sekali.
Beruntung, ada Fakhri Ali dan kawan-kawannya yang tergugah membantu kesulitan yang dialami Raffi. Mereka menggalang dana dari masyarakat melalui berbagai media. Seperti facebook, twitter dan media lainnya. Mahasiswa yang tergabung dalam organisasi Persatuan Mahasiswa Kota Bogor (PMKB) ini mengajak masyarakat untuk bergabung pada tagline #KasihUntukRafi.
Akhirnya, Rusmiyati berani membawa Raffi ke RS berkat dukungan dari para mahasiswa tersebut. RS pertama yang dikunjungi adalah RS PMI bogor. Dengan dukungan dana seadanya, badan Raffi mulai diperiksa. Tidak cukup untuk biaya opname, Raffi berobat jalan dulu. “Kami tidak ada biaya untuk merawat inap di RS, akhirnya kami hanya dikasih obat kejang, dan Raffi harus di scan,” tutur Rusmiyati.
Beberapa waktu kemudian Raffi bisa discan. Setelah itu pihak RS memvonis Raffi telah menderita penyakit hidrocephalus, karena ada cairan di dalam otaknya. “Saya sedih sekali waktu itu, sampai pingsan dua kali di RS,” kata Rusmiyati.
Padahal menurutnya, Raffi lahir dalam keadaan normal, sehat, bagus dan tidak kurang suatu apapun. Makanya, Rusmiyati dan Arnanto sangat syok mendengarnya. Mereka tahu bahwa penyakit ini akan memperbesar kepala Raffi. Pihak RS PMI Bogor menyarankan Rusmiyati dan Arnanto untuk membawa Raffi ke RSCM.
Berbekal dukungan mahasiswa dan beberapa surat seperti Jamkesda dan SKTM, Rusmiyati dan suaminya memberanikan diri membawa Raffi ke RSCM. Namun, tetap saja untuk segera bisa ditangani pihak RS, Rusmiyati harus membayar biaya sebesar RP 300.000,-. Ironisnya, setelah biaya tersebut dibayarkan, Raffi hanya mendapatkan perawatan di ruang IGD satu minggu lebih. “Setelah satu minggu lebih di IGD, baru kami bisa mendapat ruang rawat inap,” jelas Rusmiyati.
Menurut Fakhri Ali, selain sulitnya mendapat perawatan di RSCM, tindakan medis kepada pasien dari keluarga tidak mampu kerap diperlakukan diskriminatif. Seperti pada Raffi ini, ia dirawat oleh dokter yang berganti-ganti tanpa sepengetahuan keluarga. Selain itu, setiap pagi Raffi sering menjadi objek praktek mahasiswa kedokteran tanpa dokter pendamping.
“Seringkali Raffi dijadikan objek praktek oleh mahasiswa kedokteran. Seperti pengecekan diameter kepala Raffi yang terus membesar, tanpa dengan kehati-hatian,” tutur Fakhri, miris.
Disamping itu, Arnanto terus merasa was-was dan panik. Pekerjaannya sebagai sopir tidak sanggup lagi menanggung biaya pengobatan Raffi. Apalagi dengan tindakan medis RSCM yang seperti itu. Ia mengajak Rusmiyati agar putranya itu dibawa ke pengobatan alternatif saja. Bahkan, setelah mendengar bahwa Raffi harus dioperasi dengan beberapa tahap di RSCM.
Rusmiyati mencoba menenangkan, ia berdiskusi kembali dengan Fakhri Ali. Alhamdulillah, Teman-teman Fakhri yang lain memberikan kabar. Bahwa ada RS yang bisa mengobati penyakit Raffi melalui operasi tetapi dengan biaya relatif lebih rendah dari RSCM. yakni di Jogja, RS Sardjito.
Arnanto berhenti bekerja menjadi sopir, lebih fokus mengurusi Raffi meminjam uang kesana kemari. Setelah mendapatkan biaya secukupnya, mereka berangkat membawa Raffi ke Jogja pada Senin, 28 Januari 2013.
Sementara itu, Fakhri Ali bersama PMKB terus mengupayakan biaya pengobatan Raffi. Pada pertengahan Februari lalu, Fakhri mengajukan permasalahannya kepada Badan Wakaf Alquran (BWA). Melalui program Zakat Peer to Peer, BWA segera menanggapi kondisi Raffi.
Saat ini, biaya pengobatan Raffi didukung oleh BWA. Biaya yang diperlukan sekitar Rp 28.500.000. Untuk menebus biaya operasi di RS Sardjito dan pengobatan berjalan sampai Raffi benar-benar sehat. BWA selalu yakin Allah SWT menghadirkan Raffi sebagai kesempatan kepada kaum muslimin agar bisa mencari muka di hadapan Allah SWT.
Jika anda ingin membantu Raffi melalui BWA, silahkan klik http://bit.ly/zki8vp