4. Memberikan hak untuk memerintah dan melarang secara mutlak, hak menghalalkan dan mengharamkan , hak membuat undang undang, dan hak menentukan hukum kepada selain Allah.
Perbuatan semacam ini melawan Allah, karena Allah lah yang mempunyai hak menentukan undang undang bagi kehidupan manusia, halal haram, peraturan hidup,kehakiman, dan segala perintah dan larangan. Allah berfirman :
” Bukankah menciptakan dan memerintah itu hanyalah hak Allah? Mahatinggi Allah, Pengurus sekalian alam” (Al Araf 54)
” … Menetapkan hukum itu hanyalah hak Allah; Ia menerangkan kebenaran, dan adalah Ia sebaik baik Pemberi Keputusan.” (Al An’am 57)
” Mereka menjadikan guru guru mereka dan pendeta pendeta mereka sebagai tuhan tuhan selain daripada Allah, dan (juga) Al Masih putra Maryam, padahal mereka tidak diperintah, melainkan supaya menyembah Tuhan yang satu, yang tidak ada Tuhan melainkan Dia, Mahasuci Allah dari apa yang mereka persekutukan!” (At Taubah 31)
Termasuk dalam kategori ini adalah sistem demokrasi dalam pemerintahan yang mana segala macam peraturan dan undang undangnya dibuat oleh wakil wakil rakyat di parlemen yang sifatnya sebagai perwakilan rakyat dalam satu Negara atas dasar kemauan dan fikiran mereka semata mata. Apabila keputusan penyusunan undang undang itu terletak ditangan mayoritas (suara terbanyak) anggota parlemen, maka disini berarti bahwa hak membuat undang undang itu berada di tangan manusia (padahal hak membuat undang undang adalah hak Allah semata), disinilah letak kesirikannya.
Untuk menyelamatkan umat Islam agar tidak terjerumus ke dalam perangkap syirik dalam penggunaan demokrasi tadi dalam masyarakat Islam, ialah harus menanamkan pemahaman Syura dalam Islam (yang bertujuan untuk menyusun undang undang dalam pengelolaan Negara Islam). Dalam Lembaga Majelis Syura dan cara pemilihan anggota anggotanya boleh saja dilakukan melalui pemilihan umum, dengan syarat kedudukan majelis Syura dan anggotanya selalu konsisten dan melaksanakan hukum Allah.
Mereka diperbolehkan beritjtihad dalam rangka melaksanakan hukum hukum Allah berkenaan dengan apa yang terjadi ketika itu, tapi tetap harus didasarkan pada nash nash yang jelas. Jika nash nash nya kurang jelas, maka diperlukan kajian mendalam untuk menentukannya. Disini dapat dilihat bahwa Al Quran dan As Sunnah tetap berperanan sebagai konstitusi Negara yang berparlemen, atau dengan kata lain, setiap anggota majelis syura, tidak diperkenankan menentukan suatu undang undang yang bertentangan dengan konstitusi yang dibuat Allah. Oleh karena itu sistem parlemen yang berdasarkan ketentuan perundang undangan kepada undang undang Allah dianggap salah satu bentuk yang Islami. Tetapi jika di dalam penafsiran undang undang atau di dalam penyusunannya ternyata bertentangan dengan kehendak Allah, maka tak pelak lagi perbuatan yang demikian merupakan peletakkan undang undang yang asing dan jauh dari Allah yang telah disusupi oleh kepentingan kepentingan kaum kapitalis, kaum sosialis dan kepentingan lainnya yang sengaja menyusup untuk merusak konstitusi tersebut.
Sama halnya dengan mengutamakan kepentingan partai dalam penyusunan undang undang, atau kepentingan pemimpinnya, atau kepentingan seorang pimpinan politik atau agama (maksudnya telah meletakkan undang undang atas dasar kepentingan pemimpin tertentu, bukan karena kepentingan syariat Allah). Adapun menyusun Undang Undang atas dasar hendak melaksanakan hukum Allah, maka ini merupakan kewajiban bagi para ulama mujadid.
Termasuk dalam kategori perbuatan yang merusak syahadatain ialah, seseorang yang tidak menerima tugasnya yang dikenakan oleh Allah ke atas pundaknya untuk melaksanakan hukum hukum Allah di bumi ini, yang mana Rasulullah SAW telah menjelaskan kepadanya, tetapi ia melarikan diri dari tugas ini, Perhatikan firman Allah di bawah ini :
” Kemudian Kami jadikan kamu berada di atas suatu syariat (peraturan) dari urusan (agama); maka ikutilah syariat itu dan janganlah engkau turuti hawa nafsu orang orang yang tidak mengetahui” (Al Jatsiyah 18)