Ustadz, sejak 1 bulan yang lalu saya pindah ke Jerman untuk melanjutkan sekolah. Insya Allah saya akan sekolah di Jerman selama 3 tahun. Permasalahan yang saya hadapi, di Jerman dan Eropa pada umumnya saat ini siangnya sangat lama. Waktu sholat Subuh jatuh pada pk. 2.50, Dzuhur 13.30, Ashar 17.40, Magrib 21.40, dan Isya 23.40. Untuk sholat Isya pada pk.23.40, karena sangat larut malam, saya sering kelewatan karena ketiduran,. Sebaliknya jika saya tidur jam 20 malam, saya bisa bangun jam 2 malam untuk sholat Isya, tapi sholat Magribnya yang kelewatan. Bagaimana solusinya Ustadz? Apakah saya boleh menjamak 2 sholat tersebut?
Terima kasih atas jawabannya.
Wassalamuaalaikum wr wb.
Waalaikumussalam Wr Wb
Saudara Ihsan yang dimuliakan Allah swt
Hendaknya setiap muslim yang tinggal di negeri yang waktu siangnya lebih panjang daripada malamnya tetap memperhatikan waktu-waktu shalatnya yang disyariatkan berdasarkan keumuman firman Allah swt :
أَقِمِ الصَّلاَةَ لِدُلُوكِ الشَّمْسِ إِلَى غَسَقِ اللَّيْلِ وَقُرْآنَ الْفَجْرِ إِنَّ قُرْآنَ الْفَجْرِ كَانَ مَشْهُودًا
Artinya : “Dirikanlah shalat dari sesudah matahari tergelincir sampai gelap malam dan (dirikanlah pula shalat) subuh. Sesungguhnya shalat subuh itu disaksikan (oleh malaikat).” (QS. Al Isra : 78)
فَأَقِيمُواْ الصَّلاَةَ إِنَّ الصَّلاَةَ كَانَتْ عَلَى الْمُؤْمِنِينَ كِتَابًا مَّوْقُوتًا
Artinya : “Sesungguhnya shalat itu adalah fardhu yang ditentukan waktunya atas orang-orang yang beriman.” (QS. An Nisaa :103)
Imam Muslim meriwayatkan dari Abdullah bin ‘Amru bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Waktu shalat zhuhur adalah jika matahari telah condong dan bayangan sesorang seperti panjangnya selama belum tiba waktu shalat ashar, dan waktu shalat ashar selama matahari belum menguning, dan waktu shalat maghrib selama mega merah (syafaq) belum menghilang, dan waktu shalat isya` hingga tengah malam, dan waktu shalat shubuh semenjak terbit fajar selama matahari belum terbit, jika matahari terbit, maka janganlah melaksanakan shalat, sebab ia terbit diantara dua tanduk setan.”
Juga riwayat Imam Muslim lainnya dari Sulaiman bin Buraidah dari Ayahnya dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam,” “Waktu shalat kalian adalah antara waktu yang telah kalian lihat sendiri.”
Didalam hadits diatas atau hadits-hadits lainnya tentang waktu-waktu shalat tidaklah membedakan antara negeri yang panjang siangnya sama dengan malamnya dengan negeri yang siangnya lebih panjang dari malamnya selama waktu-waktu tersebut bisa dibedakan dengan tanda-tanda seperti yang disebutkan didalam hadits diatas.
Jika memang waktu-waktu shalat di negeri yang anda tinggali saat ini—seperti anda sebutkan diatas—sesuai dengan tanda-tanda yang disyariatkan maka diharuskan bagi anda untuk melaksanakan shalat pada waktu-waktu tersebut.
Adapun menjama’ atau mengqashar dua shalat tidak diperbolehkan bagi anda yang menetap disana lebih dari empat hari karena setiap orang yang berniat menetap di daerah safar untuk jangka waktu tertentu yang lebih dari empat hari maka ia dihukumi seperti orang yang mukim di daerah tersebut.
Markaz al Fatwa pernah ditanya tentang keadaan di Jerman yang mataharinya tenggelam belakangan maka kapan saya (si penanya) melaksanakan shalat isya setelah shalat maghrib dan kapan saya tidur ?
Markaz menjawab—setelah hamdalah dan shalawat—sesungguhnya waktu shalat isya dimulai sejak hilangnya mega merah, tanpa ada perselisihan dikalangan ulama.. Maka negeri manapun yang mega merah hilang belakangan walaupun hingga tengah malam maka diharuskan baginya untuk melaksanakan shalat pada waktunya yang telah disyariatkan selama tanda-tanda syar’inya jelas bagi mereka.
Tidak diperbolehkan bagi penduduk negeri tersebut untuk menjama’ antara shalat maghrib dan isya secara terus menerus dikarenakan uzur tersebut dan tidaklah dibenarkan keterlambatan hilangnya mega merah atau sedikitnya malam menjadi sebab menjama’ shalat.
Dan yang menjadikan shalat boleh dijama’ adalah sebab-sebab lainnya, seperti sakit. Dan jika memang kondisi kesehatan anda menuntut untuk melakukan jama’ maka tidaklah ada kesempitan bagi anda untuk menjama’nya, insya Allah. (Markaz al Fatwa no. 52324)
Wallahu A’lam