Assalamu’alaikum Wr.Wb.
Ustadz Yth,
Saya pernah terbaca bahwa Sayyidina Umar Al Khatab berkata: " Barangsiapa takut kepada ALLAH SWT, niscaya tidak akan dapat dilihat marahnya "
Tetapi saya pernah melihat seorang Suami yang mempunyai Ilmu tentang Agama yang begitu luas dan begitu taat dalam beribadah wajib maupun sunnat, namun memiliki sifat ‘temperamen panas’ dimana tidak mampu mengawal emosinya bila marah pada anak dan istrinya dengan mengeluarkan caci-maki yang kotor/jelek.
Bagaimana Ustadz dapat menjelaskan keadaan seperti itu. Terima Kasih.
Jazakumullah…….
Wassalamu’alaikum Wr.Wb.
Waalikumussalam Wr Wb
Saudara Ashriyati yang dimuliakan Allah swt
Diantara sifat orang yang beriman adalah mampu mengendalikan dirinya disaat marah, sebagaimana firman Allah swt :
وَالْكَاظِمِينَ الْغَيْظَ وَالْعَافِينَ عَنِ النَّاسِ وَاللّهُ يُحِبُّ الْمُحْسِنِينَ
Artinya : “Dan orang-orang yang menahan amarahnya dan mema’afkan (kesalahan) orang. Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan.” (QS. Al Imran : 134)
Seorang yang beriman tidak akan memperturutkan provokasi yang dilakukan setan didalam dirinya saat ia sedang marah yang dapat mengakibatkan dirinya hilang kendali bahkan tidak menyadari apa yang dilakukannya. Ia lebih memilih diam, melakukan introspeksi dan menenangkan seluruh anggota tubuhnya disaat marah, inilah kekuatan yang sesungguhnya, sebagaimana diriwayatkan oleh Bukhori dari Abu Hurairoh dari Nabi saw bersabda,”Bukanlah kekuatan pada (kemampuan) bergulat akan tetapi pada yang mampu mengendalikan dirinya disaat marah.”
Tidak selamanya amarah itu dibenci akan tetapi terkadang justru hal itu dipuji oleh Allah swt, manakala amarahnya karena agama, Allah atau pelecehan terhadap aturan-aturan-Nya, sebagaimana disebutkan didalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Imam Bukhori dari Aisyah bahwa Rasulullah saw tidak pernah ada amarah didalam dirinya sedikit pun kecuali jika kehormatan Allah dihinakan maka beliau saw akan marah karena Allah.”
Dengan demikian gejolak amarah ini bisa menimpa siapa saja bahkan terhadap seorang yang beriman atau seorang yang alim sekali pun ketika keimanannya menurun atau lalai dari dzikrullah. Pada saat seperti inilah setan yang memang mengalir didalam aliran darah manusia itu berhasil memanfaatkan situasi dan mengendalikan dirinya untuk terus membakar dirinya dan memprovokasi jiwanya sehingga amarahnya meledak menjadi ungkapan-ungkapan kotor, jelek, ejekan, hardikan, atau bahkan pemukulan.
Inilah awalnya dan ketika hal ini terjadi berulang-ulang tanpa pernah dirinya berusaha menyadari sebab-sebab kemunculan amarahnya itu atau memperbaikinya maka lama-kelamaan hal itu menjadi akhlak atau kebiasaannya yang secara otomatis keluar tanpa terfikir sebelumnya sehingga dirinya menjadi temperamental atau mudah terbakar amarahnya bahkan terkadang dikarenakan hal-hal sepele.
Dan bagi seorang istri yang mendapati suaminya memiliki akhlak seperti itu hendaknya senantiasa meminta pertolongan kepada Allah swt dengan doa-doa yang dipanjatkannya agar Allah swt memberikan bimbingan dan arahan-Nya kepada diri dan suaminya. Kemudian hendaknya dirinya bersabar terhadap sikap suaminya itu dan janganlah menandingi kemarahannya dengan amarah pula maka sesungguhnya ini tidak akan menyelesaikan permasalahan atau meredakan amarahnya karena yang terjadi justru permasalahan akan semakin runyam dan tensi akan semakin meninggi. Seharusnya amarahnya mereda hanya dalam waktu 5 menit namun ia bisa menjadi setengah jam lebih karena ditanggapi oleh istrinya dengan amarah pula.
Untuk memperbaiki prilaku suami yang temperamental ini maka yang pertama bahwa prinsip pencegahan lebih baik daripada pengobatan. Untuk itu hendaklah si istri terlebih dahulu melakukan introspeksi terhadap dirinya (muhasabah) secara obyektif. Adakah prilakunya itu dikarenakan kekurangannya didalam melayaninya? Atau didalam mengurus anak-anaknya? Ataukah karena sikapnya yang menyinggung dirinya? Ataukah dikarenakan kegiatannya di luar rumah yang tidak disukainya? Ataukah…. Ataukah…. Dan jika memang dia mendapati bahwa dirinya juga menjadi penyebabnya maka hendaklah dia memperbaikinya. Dan tidak ada salahnya bagi si istri untuk lebih memberikan perhatian kepadanya baik ketika dia ada rumah maupun di luar rumah atau lebih menampakkan kecintaan dan kemesaraan kepadanya sehingga semakin mengikat hubungan hati diantara keduanya.
Adapun upaya-upaya yang bisa dilakukan setelah itu, diantaranya :
1. Langsung berdialog dengannya.
Cobalah disaat-saat anda berdua sedang bersantai, seperti ketika waktu makan, menjelang tidur, dan lainnya untuk mengkomunukasikan permasalahan diatas kepada dirinya, membicarakan tentang penyebab-penyebabnya dan mencari solusinya secara bersama. Dan pada saat ini pula cobalah anda sampaikan tentang sikap temperamennya yang tidak jarang membuat anda dan anak-anak takut, tegang, bingung dan sampaikan pula kepadanya pengaruh negatifnya terhadap anak-anak. Lalu mintalah darinya untuk mengurangi sikap temperamentalnya itu atau kalau mungkin menghentikannya sama sekali.
Dan hendaknya hal diatas dilakukan setelah anda terlebih dahulu memulainya dengan tawa, canda atau pujian-pujian terhadap dirinya maupun sifat-sifat yang ada pada dirinya.
2. Menulis surat atau sms kepadanya.
Apabila upaya pertama diatas tidak mendapatkan hasil maka anda bisa lakukan upaya yang lain yaitu dengan menuliskan surat, sms atau yang sejenisnya. Tuangkanlah didalam surat tersebut seluruh perasaan cinta dan sayang anda kepadanya, juga perasaan anak-anaknya kepada dirinya, pujilah dirinya, pujilah akhlaknya bahwa dirinya adalah kuat yang mampu menahan amarah. Lalu tuangkanlah isi hati anda, berupa kesedihan, ketakutan, kekhawatiran anda terhadap sikap temperamentalnya itu lalu tutuplah dengan harapan agar dirinya menghentikan sikapnya selama ini dan mintalah agar senantiasa mengingat Allah swt supaya hatinya menjadi tenang.
3. Dengan perantara orang lain
Upaya lainnya adalah anda bisa meminta bantuan dari orang yang terdekat dengannya, orang yang selama ini dihormati dan didengar ucapanya, seperti saudara perempuannya atau ibunya. Cobalah bicarakan permasalahan yang anda hadapi di keluarga kepada orang perantara itu dan mintalah bantuan darinya untuk membicarakannya kepada suami anda. Akan tetapi hal yang juga perlu anda ingatkan kepada perantara itu agar tidak mengatakan kepada suami anda bahwa dirinya mendapatkan aduan dari anda.
4. Anda juga bisa menggunakan sarana-sarana lainnya, seperti : mengajaknya mendengarkan caramah tentang menahan amarah, memberikan kepadanya artikel-artikel, buku-buku atau kaset-kaset tentang amarah dan bahayanya baik dilakukan dengan cara disengaja oleh anda seperti : dengan cara menyodorkannya kepada dirinya atau dengan cara tampak tidak disegaja, seperti : meletakkannya di tempat-tempat yang bisa terlihat olehnya di rumah. Seperti : di meja kerja, ruang perpustakaan keluarga, di tempat tidur dan lainnya.
Wallahu A’lam