Assalamu’alaikum ustadz,
Saya menikah dengan duda yang tanpa sepengetahuan saya sebelumnya ternyata suami semasa dengan istri yang dulu pernah berhutang ke saudaranya dengan jumlah yang besar untuk berjudi. Dan mereka tidak mau membayar hutang tsb.
Sekarang suami sudah bertaubat dan membayar hutang sedikit demi sedikit. Saya merasa tertipu karena sebelum menikahi saya,suami tidak jujur bahwa dia punya hutang. Saya sering gelisah memikirkan ini,tapi suami selalu menasehati agar saya tidak ikut memikirkan hutangnya karena tidak ada sangkut pautnya dengan saya.
Setiap bulan suami rutin memberi nafkah(khusus untuk keperluan saya),disamping itu dia juga memberikan uang belanja dapur setiap hari. Dan dia melarang saya untuk bekerja. Karena saya orangnya hemat,jadi uang nafkah sebagian besar saya simpan.
Yang ingin saya tanyakan:
1. berdosakah saya menerima nafkah dari suami sementara dia ada hutang?
2. bolehkah saya mengeluarkan zakat atas uang simpanan saya,dikarenakan suami ada hutang?
3. apakah boleh zakat diberikan kepada suami,sementara uang nafkah tsb berasal darinya?
Mohon penjelasannya. Terimakasih.
Dari: Hamba Allah
Waalaikumussalam Wr Wb
Menerima Nafkah dari Suami Berutang
Diantara sifat seorang mukmin adalah redho dengan segala ketetapan Allah swt atas dirinya baik ketetapan itu berupa kebaikan atau keburukan, berdasarkan sabda Rasulullah saw saat ditanya oleh Jibril tentang iman. Beliau saw menjawab,”Engkau beriman kepada Allah, para malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, rasul-rasul-Nya, hari kiamat dan kepada takdir yang baik maupun yang buruk.” (HR. Muslim)
Terkait dengan apa yang anda alami setelah pernikahan dengannya maka hal itu adalah sebuah takdir Allah kepada anda dan ujian dari-Nya yang manakala anda bersabar atasnya maka akan terdapat banyak kebaikan bagi anda didalamnya.
فَإِن كَرِهْتُمُوهُنَّ فَعَسَى أَن تَكْرَهُواْ شَيْئًا وَيَجْعَلَ اللّهُ فِيهِ خَيْرًا كَثِيرًا
Artinya,”Kemudian bila kamu tidak menyukai mereka, (maka bersabarlah) karena mungkin kamu tidak menyukai sesuatu, Padahal Allah menjadikan padanya kebaikan yang banyak.” (QS. An Nisaa : 19)
Adapun tentang utang yang pernah dilakukan suami anda sebelum menikah dengan anda maka hal itu menjadi kewajibannya untuk melunasinya dan berupaya untuk tidak menunda-nunda karena penangguhan terhadapnya termasuk kezhaliman berdasarkan hadits Rasulullah saw,”Penangguhan pembayaran hutang bagi orang yang mampu membayarnya adalah kezaliman. “ (HR. Bukhori)
Utang yang ada di pundak suami anda itu tidaklah menggugurkan kewajibannya untuk tetap memberikan nafkah kepada anda berupa pemenuhan kebutuhan makan, minum, pengobatan istri dan lainnya sesuai dengan kesanggupannya baik semasa dirinya berutang maupun setelah lunas utangnya.
Firman Allah swt :
وَعلَى الْمَوْلُودِ لَهُ رِزْقُهُنَّ وَكِسْوَتُهُنَّ بِالْمَعْرُوفِ لاَ تُكَلَّفُ نَفْسٌ إِلاَّ وُسْعَهَا
Artinya : ”..Dan kewajiban ayah memberi makan dan pakaian kepada Para ibu dengan cara ma’ruf. seseorang tidak dibebani melainkan menurut kadar kesanggupannya.” (QS. Al Baqoroh : 233)
أَسْكِنُوهُنَّ مِنْ حَيْثُ سَكَنتُم مِّن وُجْدِكُمْ وَلَا تُضَارُّوهُنَّ لِتُضَيِّقُوا عَلَيْهِنَّ
Artinya : ”Tempatkanlah mereka (para isteri) di mana kamu bertempat tinggal menurut kemampuanmu dan janganlah kamu menyusahkan mereka untuk menyempitkan (hati) mereka.” (QS. Ath Thalaq : 6)
Sabda Rasulullah saw,”Berilah dia (istrimu) makan tatkala kamu makan, berilah dia pakaian tatkala kamu berpakaian..” (HR. Abu Daud)
Dibolehkan bagi anda mendapatkan nafkah yang merupakan hak anda dari suami anda meskipun dirinya dalam keadaan berutang dikarenakan anda berdua telah diikat oleh perkawinan yang sah dan selama anda menyerahkan diri kepada suami anda atau diri anda bisa dinikmati olehnya.
Namun demikian tidak dibolehkan bagi anda menentukan nafkah dalam jumlah atau kadar tertentu selama suami anda itu melaksanakan kewajibannya itu.
Zakat Untuk Suami
Didalam hadits yang diriwayatkan oleh Imam Bukhori bahwa Zainab istri Abdullah bin Mas’ud bertanya, ’Wahai Nabi Allah, pada hari ini engkau memerintahkan untuk bersedekah. Aku mempunyai perhiasan dan aku ingin sedekahkan sedang aku melihat bahwa Ibnu Masud dan anaknya lebih berhak untuk menerima sedekahku.’ Kemudian Nabi saw bersabda, ’Bersedekahlah untuk Ibnu Mas’ud, suamimu dan anak lelakimu lebih berhak untuk menerima sedekah.”
Pemberian zakat kepada suami dibolehkan menurut Syafi’i, Abu Yusuf dan Muhammad dua orang sahabat Abu Hanifah juga riwayat dari Ahmad bin Hambal. Adapun Abu Hanifah berpendapat bahwa tidak boleh seorang istri memberikan zakatnya kepada suaminya. Mereka menganggap bahwa hadits Zainab adalah tentang sedekah sunnah bukan zakat yang diwajibkan. Sedangkan Malik berkata,”Jika suami meminta bantuan melalui zakat istrinya untuk menafkahinya maka tidaklah diperbolehkan. Adapun jika si suami meminta bantuan dengan zakat istrinya itu bukan untuk menafkahinya maka hal itu dibolehkan. (Fatawa al Azhar juz IX hal 240)
Dengan demikian dibolehkan bagi anda memberikan zakat dari uang simpanan anda kepada suami anda selama dirinya membutuhkannya dikarenakan beban utang-utangnya itu menurut pendapat jumhur ulama.
Meski suami anda mendapatkan zakat dari harta anda dikarenakan beban-beban utang diatas pundaknya namun dirinya tetap diwajibkan memberikan nafkah kepada anda sesuai dengan kemampuannya, sebagaimana pembicaraan diatas. Jika suami anda tergolong orang miskin—menurut Imam Syafi’i—maka diwajibkan baginya memberikan nafkah kepada anda sehari sebanyak 1 mud atau seukuran dengan cakupan beras dengan telapak tangan orang yang sedang atau seperempat dari kewajiban zakat fitrah yang dikeluarkan seseorang saat bulan ramadhan.
Jika ukuran zakat fitrah sama dengan 3.5 liter beras maka ukuran nafkah yang wajib dikeluarkan setiap hari oleh seorang suami kepada istrinya adalah 3.5 ltr X ¼ = 0,875 ltr. Jika saja harga beras rata-rata saat ini adalh Rp. 5.000,00 maka nafkahnya per hari adalah Rp. 4.375,00.
Wallahu A’lam