Pak ustadz yang terhormat, saya seorang ibu rumah tangga yang memiliki dua orang putra. Pernikahan saya hampir memasuki usia 10 tahun. Di bulan Mei ini saya baru mengetahui bahwa suami saya selingkuh dengan wanita non-muslim yang masih berstatus istri orang (selama 1 thn belakangan ini). Beberapa tahun lalu memang suami saya menyatakan keinginannya untuk berpoligami, tetapi saya tidak menyetujuinya. Yang ingin saya tanyakan adalah :
1. Berdosakah saya apabila saya ingin bercerai?
2. Apakah saya bersalah menolak untuk dipoligami?
3. Apa hukuman yang pantas untuk suami saya?
4. Apakah suami saya harus mempertanggungjawabkan perbuatannya dengan menikahi wanita itu mengingat dia bersedia menceraikan suaminya dan menjadi muallaf?
Saya mohon kepada Pak ustadz untuk segera menjawab pertanyaan ini. Terimakasih.
Wassalamualaikum wr wb.
Waalaikumussalam Wr Wb
Istri Ingin Bercerai
Pada dasarnya permintaan cerai seorang istri terhadap suaminya tanpa adanya suatu alasan yang dibenarkan maka ia dilarang, sebagaimana sabda Rasulullah saw,”Siapa pun wanita yang meminta cerai dari suaminya tanpa adanya suatu alasan pun maka diharamkan baginya wangi surga.” (HR. Abu Daud dan Tirmidzi)
Akan tetapi ketika seorang suami memperlakukan istrinya dengan tidak baik; seperti sering menyakitinya baik fisik maupun kejiwaan, kebiasaan memukul atau melukai badannya atau berselingkuh dengan wanita lainnya maka diperbolehkan bagi istrinya untuk meminta perceraian darinya setelah upaya menasehati dan mengajaknya untuk meninggalkan perbuatannya tersebut tidak berhasil.
Didalam sebuah hadits yang diriwayatkan dari Abdullah bin Abbas bahwa istri Tsabit bin Qais pernah mendatangi Rasulullah saw dan berkata,”Wahai Rasulullah Tsabit bin Qais tidaklah ada aib dalam akhlak dan agamanya akan tetapi aku tidak ingin jatuh kepada kekufuran didalam islam (seperti : berselingkuh, membencinya, dan yang lainnya).” Maka Rasulullah saw bersabda,”Apakah engkau sudah mengembalikan kebun (yang diberikannya)? Dia menjawab,”Ya.” Rasulullah saw bersabda,”Ambillah kebun itu dan ceraikanlah dia dengan talak satu.” (HR. Bukhori)
Istri Menolak Poligami Suaminya
Pada dasarnya poligami adalah hak seorang laki-laki (suami) baik istrinya setuju atau tidak setuju, mengizinkan atau tidak mengizinkan. Namun demikian seorang suami tidak boleh semena-mena menggunakan haknya ini tanpa memperdulikan rambu-rambu syariah yang telah ditetapkan sebagai persyaratan seorang yang ingin melakukan poligami, seperti kemampuan berlaku adil diantara para istrinya, kemampuan memberikan nafkah baik lahir maupun batin kepada para istrinya itu, sebagaimana firman Allah swt :
فَإِنْ خِفْتُمْ أَلاَّ تَعْدِلُواْ فَوَاحِدَةً أَوْ مَا مَلَكَتْ أَيْمَانُكُمْ ذَلِكَ أَدْنَى أَلاَّ تَعُولُواْ
Artinya : “Kemudian jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil, Maka (kawinilah) seorang saja, atau budak-budak yang kamu miliki. yang demikian itu adalah lebih dekat kepada tidak berbuat aniaya.” (QS. An Nisaa : 3)
Seandainya pun seorang yang ingin berpoligami telah memiliki keanggupan untuk melakukannya maka hendaklah dia juga mengkomunikasikan rencananya itu kepada istri pertamanya dan meminta masukan darinya terlebih dahulu demi menghindari hal-hal negatif yang bisa saja muncul diantara mereka pasca poligaminya.
Penolakan istri terhadap poligami suaminya tidaklah berpengaruh terhadap kesahan pernikahan suaminya dengan istri keduanya akan tetapi jika suatu saat dia melakukan kezhaliman terhadap salah seorang dari istri-istrinya itu baik berupa ketidakadilan atau tidak memberikan nafkah kepadanya maka urusan itu dikembalikan kepada Allah swt.
Dan dibolehkan bagi seorang istri untuk mengingatkan suaminya yang ingin berpoligami sementara dirinya melihat bahwa suaminya itu tidak memiliki kesanggupan agar mempertimbangkan rencananya itu demi kemaslahatan dirinya, istri dan keluarganya serta mencegah kemungkinan terjadinya kezhaliman.
Hukuman Suami Berselingkuh
Islam melarang berbagai perselingkuhan yang dilakukan seseorang baik suami maupun istri dengan orang selainnya karena hal itu termasuk pengkhianatan hubungan suami istri yang telah diikrarkan oleh mereka berdua ketika melangsungkan akad pernikahan.
Sesungguhnya perselingkuhan tidaklah bisa dilepaskan dari dosa berkhalwat (berdua-duaan) dengan selain mahramnya yang dilarang didalam agama kita, sebagaimana sabda Rasulullah saw,” Tidak diperbolehkan seorang lelaki dan perempuan berkhlawat (berdua-duaan) kecuali jika perempuan itu disertai mahramnya. “ (HR. Muslim)
Khalwat adalah pintu masuk setan kedalam diri mereka berdua untuk kemudian dia membisik-bisikan kalimatnya kedalam fikiran mereka berdua agar melakukan perbuatan kemasiatan yang lebih besar dari pada sekedar khalwat.
Dari berkhalwat akhirnya muncul maksiat lainnya seperti berbicara dengan suara yang tidak wajar sehingga membangkitkan gairah atau nafsu diantara mereka berdua, bersentuhan kulit, atau bahkan perzinahan.
يَا نِسَاء النَّبِيِّ لَسْتُنَّ كَأَحَدٍ مِّنَ النِّسَاء إِنِ اتَّقَيْتُنَّ فَلَا تَخْضَعْنَ بِالْقَوْلِ فَيَطْمَعَ الَّذِي فِي قَلْبِهِ مَرَضٌ وَقُلْنَ قَوْلًا مَّعْرُوفًا
Artinya : “Hai isteri-isteri nabi, kamu sekalian tidaklah seperti wanita yang lain, jika kamu bertakwa. Maka janganlah kamu tunduk dalam berbicara sehingga berkeinginanlah orang yang ada penyakit dalam hatinya dan ucapkanlah perkataan yang baik.” (QS. Al Ahzab : 32)
وَلاَ تَقْرَبُواْ الزِّنَى إِنَّهُ كَانَ فَاحِشَةً وَسَاء سَبِيلاً
Artinya : “Dan janganlah kamu mendekati zina; Sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji. dan suatu jalan yang buruk.” (QS. Al Israa : 32)
Terlebih lagi jika perselingkuhan itu dilakukan terhadap istri atau suami orang lain maka ini jelas lebih besar dosanya, sebagaimana sabda Rasulullah saw,”Bukanlah dari kami orang yang merusak (hubungan) seorang istri dengan suaminya atau seorang hamba dengan tuannya.” (HR. Abu Daud)
Dan terhadap orang yang melakukan perselingkuhan baik dengan seorang yang belum menikah atau dengan istri maupun suami orang lain maka diharuskan baginya untuk bertaubat, menyesali perbuatannya dan bertekad untuk tidak mengulanginya lagi. Karena perbuatan itu termasuk perbuatan zhalim.
Didalam persamalahan ini tidak bisa diberikan hadd (hukuman) kepada orang yang melakukan perselingkuhan karena tidak adanya dalil untuk itu kecuali apabila perselingkuhan tersebut sudah mengakibatkan terjadinya perzinahan maka dirinya bisa dijatuhkan hukuman perzinahan oleh pengadilan.
Suami Harus Menikahi Teman Selingkuhannya
Islam adalah agama yang menyeru kepada perdamaian dan persahabatan dan melarang setiap pemeluknya melakukan berbagai upaya permusuhan atau menanamkan kebencian terhadap sesama manusia sebagaimana arti dari kata islam itu sendiri yang berarti perdamaian.
Islam mengingatkan umatnya untuk senantiasa membina hubungan baik sesama umat manusia tidak terkecuali terhadap mereka-mereka yang non muslim sebagaimana firman Allah swt :
يَا أَيُّهَا النَّاسُ إِنَّا خَلَقْنَاكُم مِّن ذَكَرٍ وَأُنثَى وَجَعَلْنَاكُمْ شُعُوبًا وَقَبَائِلَ لِتَعَارَفُوا
Artinya : “Hai manusia, Sesungguhnya kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa – bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal.” (QS. Al Hujurat : 13)
Tentunya ta’aruf atau saling kenal mengenal tidak akan terjadi tanpa adanya interaksi diantara umat manusia yang berbeda-beda latar belakang itu dan ia akan terjalin dengan baik ketika interaksi itu dibangun didasari perdamaian dan saling menghargai perbedaan, inilah yang disebut dengan ukhuwah insaniyah (persaudaraan sesama umat manusia).
Sikap saling menghargai dan menghormati sesama umat manusia akan memunculkan kehidupan sosial yang harmonis yang jauh dari permusuhan walaupun secara prinsip (baca : akidah) diantara mereka berbeda. Termasuk dalam hal ini ini tidak menggangu atau merusak rumah tangga seseorang walaupun ia adalah rumah tangga yang non muslim sebagaimana sabda Rasulullah saw,”Bukanlah dari kami orang yang merusak (hubungan) seorang istri dengan suaminya atau seorang hamba dengan tuannya.” (HR. Abu Daud)
Hal itu merupakan perbuatan yang terlarang menurut islam terlebih lagi dengan niat untuk menikahi wanita itu setelah diceraikan suaminya, sebagaimana dikatakan Syeikhul Islam Ibnu Taimiyah bahwa upaya seorang laki-laki untuk memisahkan seorang istri dari suaminya adalah dosa besar, itu adalah bagian dari perbuatan sihir dan lebih besar dari perbuatan setan terlebih lagi apabila tipu dayanya terhadap wanita itu agar kelak dia bisa menikah dengannya dengan terus menerus melakukan khalwat bersamanya apalagi dikuatkan dengan bukti-bukti lainnya.” (Majmu’ al Fatawa juz XXIII hal 363)
Adapun kelak wanita itu akan masuk islam (muallaf) setelah bercerai maka belum menjadi jaminan kelak ia akan menjadi muslimah yang baik karena hal itu dilakukan bukan atas dasar pemahaman dan keyakinan didalam hatinya akan kebenaran islam akan tetapi lebih kepada unsur keterpapksaan atau hawa nafsu ingin menikah dengannya.
Didalam sebuah hadits yang diriwayatkan dari Umar bin Khottob bahwa beliau mendengar Rasulullah saw bersabda,”Barangsiapa yang berhijrah karena dunia yang ingin didapat atau wanita yang ingin dinikahinya maka hijrahnya menuju apa yang dia inginkan itu.” (HR. Bukhori dan Muslim)
Dan tidaklah ada keharusan bagi laki-laki itu untuk menikahi teman selingkuhannya yang telah berpisah dari suaminya meskipun jika terjadi pernikah diantara mereka berdua maka hal itu tetap dianggap sah.
Namun yang perlu juga diingat bahwa pernikahan yang didasari dengan cara-cara yang mengandung perbuatan maksiat tidak akan membawa keberkahan dan kebahagiaan akan tetapi sebaliknya akan mendatangkan bencana dan kesengsaraan bagi mereka berdua.
Wallahu A’lam
-Ustadz Sigit Pranowo Lc-