Sebelumnya saya mendoakan, semoga ustadz selalu mendapat rahmat dari Allah swt.
Ustadz langsung aja saya mau bertanya:
- saya sebagai seorang suami ingin sekali tau apa -apa saja kewajiban istri terhadap suami.
- mana yg harus lebih saya patuhi isteri dan ibu mertua atau ibu kandung, atau mana yg lebih saya dahulukan kalau keduanya menyuruh saya dalam hal kebaikan. terimakasih
Muhammad zein / Pratama
Waalaikumussalam Wr Wb
Kewajiban Istri terhadap Suami
Firman Allah swt
وَمِنْ آيَاتِهِ أَنْ خَلَقَ لَكُم مِّنْ أَنفُسِكُمْ أَزْوَاجًا لِّتَسْكُنُوا إِلَيْهَا وَجَعَلَ بَيْنَكُم مَّوَدَّةً وَرَحْمَةً إِنَّ فِي ذَلِكَ لَآيَاتٍ لِّقَوْمٍ يَتَفَكَّرُونَ
Artinya : “dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya diantaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir.” (QS. Ar Ruum : 21)
Manusia sudah mengenal akan perasaannya terhadap lawan jenisnya. Hubungan antara dua jenis yang berlainan ini menggetarkan urat-urat dan perasaan mereka. Berbagai perasaan dan orientasi yang campur aduk antara laki-laki dan perempuan mendorong langkah-langkah mereka serta menggerakkan aktivitas mereka.
Akan tetapi tidak banyak manusia yang ingat bahwa tangan Allah lah yang menciptakan bagi mereka istri-istri dari jenis mereka sendiri, memberikan berbagai sifat belas kasih dan perasaan, menjadikan didalam hubungan tersebut ketenangan jiwa dan urat syaraf, kesejukan diri dan hati, pengukuhan hidup dan kehidupan, kelembutan diri dan perasaan serta ketentraman baik bagi laki-laki maupun perempuannya. (Fi Zhilalil Qur’an juz V hal 2763)
Untuk itu perlu adanya kebersamaan didalam membangun suatu rumah tangga demi mencapai sasaran-sasaran yang disebutkan diatas. Diantara kebersamaan itu adalah saling mengetahui dan memahami kewajiban-kewajiban dan hak-hak masing-masing terhadap mitranya tersebut.
Pada jawaban beberapa waktu lalu, saya sudah menyebutkan beberapa kewajiban suami terhadap istrinya, maka perlu juga untuk diketahui kewajiban istri terhadap suaminya, diantaranya :
1. Mentaati suaminya selama tidak memerintahkannya kepada perkara-perkara yang maksiat kepada Allah.
فَإِنْ أَطَعْنَكُمْ فَلاَ تَبْغُواْ عَلَيْهِنَّ سَبِيلاً
Artinya : “Kemudian jika mereka mentaatimu, Maka janganlah kamu mencari-cari jalan untuk menyusahkannya.” (QS. An Nisaa : 34)
Sabda Rasulullah saw,”Apabila seorang suami mengajak istrinya untuk berhubungan kemudian dia tidak menyambutnya sehingga malam itu suaminya tidur dalam keadaan marah terhadapnya maka para malaikat akan melaknatnya hingga waktu shubuh.” (Muttafaq Alaih)
Sabda Rasulullah saw,”Seandainya aku (dibolehkan) memerintahkan seseorang untuk sujud kepada orang lain maka pasti aku perintahkan seorang istri untuk sujud kepada suaminya.” (HR. Muslim)
2. Menjaga kehormatan suami.
فَالصَّالِحَاتُ قَانِتَاتٌ حَافِظَاتٌ لِّلْغَيْبِ بِمَا حَفِظَ اللّهُ
Artinya : “Maka wanita yang saleh, ialah yang taat kepada Allah lagi memelihara diri ketika suaminya tidak ada, oleh karena Allah telah memelihara (mereka).” (QS. An Nisaa : 34)
3. Memelihara harta, anak-anak dan berbagai perkara rumah tangganya.
Sabda Rasulullah saw,”Seorang istri adalah orang yang bertanggung jawab terhadap rumah suami dan anak-anaknya.” (Muttafaq alaih)
Sabda Rasulullah saw,”..Maka janganlah mereka (para istri) mengizinkan seseorang berada didalam rumah kalian orang yang kalian (suaminya) tidak sukai.” (HR. Thabrani)
4. Tidak keluar dari rumah tanpa izin dan ridho suaminya, menjaga pandangan, merendahkan suara, menahan dirinya dari berbuat buruk dan juga lisannya dari berkata keji, durhaka terhadap kedua orang tua dan kerabatnya.
وَقَرْنَ فِي بُيُوتِكُنَّ وَلَا تَبَرَّجْنَ تَبَرُّجَ الْجَاهِلِيَّةِ
Artinya : “dan hendaklah kamu tetap di rumahmu dan janganlah kamu berhias dan bertingkah laku seperti orang-orang Jahiliyah yang dahulu.” (QS. Al Ahzab : 33)
فَلَا تَخْضَعْنَ بِالْقَوْلِ فَيَطْمَعَ الَّذِي فِي قَلْبِهِ مَرَضٌ وَقُلْنَ قَوْلًا مَّعْرُوفًا
Artinya : “Maka janganlah kamu tunduk dalam berbicara sehingga berkeinginanlah orang yang ada penyakit dalam hatinya dan ucapkanlah Perkataan yang baik,” (QS. Al Ahzab : 32)
لاَّ يُحِبُّ اللّهُ الْجَهْرَ بِالسُّوَءِ مِنَ الْقَوْلِ إِلاَّ مَن ظُلِمَ وَكَانَ اللّهُ سَمِيعًا عَلِيمًا
Artinya : “Allah tidak menyukai Ucapan buruk (yang diucapkan) dengan terus terang kecuali oleh orang yang dianiaya. Allah adalah Maha mendengar lagi Maha mengetahui.” (QS. An Nisaa : 148)
Artinya : “Katakanlah kepada wanita yang beriman: “Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan kemaluannya, dan janganlah mereka Menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak dari padanya.” (QS. An Nuur : 31)
Sabda Rasulullah saw,”Sebaik-baik istri adalah jika kamu melihat dirinya maka menyenangkanmu, jika kamu memerintahnya maka dia mentaatimu, jika kamu tidak ada maka dia menjaga dirinya dan hartamu.” (HR. Muslim, Ahmad, Abu Daud dan Tirmidzi) (Minhajul Muslim hal 71)
Mana yang Didahulukan Istri atau Ibu
Kedua-duanya, baik ibu maupun istri adalah dua wanita yang memiliki kedudukan sangat penting didalam kehidupan seorang laki-laki. Ibu adalah sebab keberadaannya di dunia sedangkan istri adalah sebab yang memberikan ketenangan dan ketentraman jiwanya didalam rumah tangganya.
Seorang ibu yang shaleh akan melahirkan anak-anak yang shaleh dengan pendidikan dan bimbingannya terhadap mereka. Sedangkan istri yang shaleh akan menjadikan rumah tangga dan keluarga suaminya penuh dengan cinta dan kasih sayang dengan pendampingannya didalam ketaatan kepada Allah swt dan pemenuhan kewajiban-kewajibannya terhadap suaminya.
Namun jika dia dihadapkan oleh dua perintah yang sama derajat hukumnya di dalam timbangan syariah (sama-sama wajib, sunnah atau mubah) dalam satu kondisi maka perintah ibu harus lebih diutamakan daripada istrinya.
Hal yang demikian dikarenakan bahwa kedudukan laki-laki itu adalah anak terhadap ibunya. Seorang anak diwajibkan untuk mentaati ibunya didalam kebaikan dan ketaatan selama tidak memerintahkannya untuk berbuat maksiat kepada Allah.
Artinya : “dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya. jika salah seorang di antara keduanya atau Kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, Maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya Perkataan “ah” dan janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka Perkataan yang mulia. Dan rendahkanlah dirimu terhadap mereka berdua dengan penuh kesayangan dan ucapkanlah: “Wahai Tuhanku, kasihilah mereka keduanya, sebagaimana mereka berdua telah mendidik aku waktu kecil”. (QS. Al Israa : 23 – 24)
Sabda Rasulullah saw kepada seorang laki-laki yang bertanya kepadanya saw dan berkata,”Siapa yang lebih berhak diperlakukan baik? Beliau saw menjawab,’Ibumu.’ Orang itu bertanya lagi,’Siapa lagi?’ Beliau saw menjawab,’Ibumu.’ Orang itu bertanya lagi,’Siapa lagi?’ Beliau saw menjawab,’Ibumu.’ Orang itu bertanya lagi,’Siapa lagi?’ beliau saw menjawab,’Ayahmu.” (Muttafaq Alaih)
Sedangkan kedudukan laki-laki itu terhadap istrinya adalah suami baginya. Seorang suami berkewajiban menjaga, memelihara dan mengarahkannya didalam perkara-perkara yang diridhoi Allah swt sedangkan istri berkewajiban mentaati perintah suaminya selama perintah itu tidak dalam perkara-perkara maksiat kepada Allah swt, seperti hadits diatas,”Seandainya aku (dibolehkan) memerintahkan seseorang untuk sujud kepada orang lain maka pasti aku perintahkan seorang istri untuk sujud kepada suaminya.” (HR. Muslim)
Hal lain yang bisa dijadikan sebagai suatu alasan mengapa ketaatan seorang laki-laki kepada ibunya lebih didahulukan daripada istrinya adalah kaidah fiqih ”Apabila pokoknya tidak ada maka tidak ada pula cabangnya.”. Anak adalah cabang dari induknya, yaitu ibu dan ayah. Tidak akan ada diri anak tersebut tanpa keberadaaan ibu dan ayahnya.
Sedangkan istri bukanlah pokok atau induk baginya, ia adalah mitra yang berdiri sejajar dengan suaminya didalam kehidupan berumah tangga. Apabila diposisikan istri tidaklah berada diatas suaminya sebagaimana ayah maupun ibu suaminya namun ia berada disamping suaminya.
Jadi jika tidak ada ibu maka tidak ada laki-laki itu (anaknya) dan tidak ada pula hubungan orang itu sebagai suami bagi istrinya itu.
Wallahu A’lam