Assalammu’alaikum Wr. Wb.
Saya Liberto, saat ini saya sedang berada di negara Iran, seperti yang kita sudah ketahui, kaum Iran mayoritas beragama Islam Syi’ah, yang mana tata cara adzan, wudhu, shalat dll berbeda dengan kita umumnya. Begitu pula dengan perihal shalat jum’at, memang mereka shalat jum’at terdiri dari dua khutbah dan shalatnya dua rakaat, namun tata cara shalat itu sendiri berbeda dengan kita, dimana mereka tidak bersedekap diwaktu berdiri, mereka melakukan doa qunut di setiap rakaat, mereka tidak menunjukkan jari telunjuk sewaktu duduk tasyahud, mereka tidak menoleh ke kanan / kekiri pada saat mengucapkan salam dll sebagainya.
Pertanyaannya, pada hari jum’at, bolehkah saya mengikuti jamaah untuk melakukan shalat jum’at bersama-sama mereka? Hanya saja saya melakukannya dengan cara moslem umumnya dan saya tidak mengikuti tata cara mereka, dimana saya akan bersedekap sendirian disana, dll.
Kami disini tepatnya di kota Esfahan, Iran ada total sejumlah 4 orang pria dan 2 orang wanita moslem dari Indonesia serta dari India. Bolehkah kami melakukan shalat jum’at berjamaah terpisah? yang mana kami akan melakukannya di dalam rumah dengan 1 orang imam/khotib dan 5 orang makmum? normal dengan 2 khutbah dan 2 rakaat. Apakah ada hadits yang menyatakan bahwa shalat jum’at setidaknya harus dihadiri oleh 40 orang makmum?
Mohon petunjuk pak udstadz, bagaimana kami seharusnya? Terima kasih sebelumnya.
Wassalam, Liberto
Waalaikumussalam Wr Wb
Hukum Bermakmum dengan Imam Syi’ah dalam Sholat
Saudara Liberto yang dimuliakan Allah swt.
Syeikhul Islam Ibnu Taimiyah mengatakan bahwa sholat dibelakang seorang pelaku bid’ah masih menjadi masalah yang diperselisihkan dan perlu perincian. Apabila anda tidak mendapatkan seorang imam pun selainnya seperti pada sholat jum’at yang tidak bisa dilaksanakan kecuali di satu tempat atau seperti sholat di kedua hari raya.. hal itu bisa dilakukan dibelakang imam yang berprilaku baik dan buruk sebagaimana kesepakatan para ulama Ahluss Sunnah Wal Jama’ah.
Sholat-sholat tersebut tidak boleh dilakukan dibelakang ahli bid’ah seperti Rafidhah dan yang lainnya dari golongan orang-orang yang tidak melihat adanya sholat jum’at dan jama’ah apabila tidak ada di kampung itu kecuali satu masjid. Sholatnya dibelakang imam yang buruk lebih baik daripada sholat di rumahnya sendirian karena hal ini akan menjadikannya meninggalkan berjama’ah secara mutlak.
Adapun apabila memungkinkan baginya untuk sholat dibelakang imam yang bukan pelaku bid’ah maka hal itu lebih baik dan lebih utama tanpa suatu keraguan, akan tetapi jika dia sholat dibelakangnya maka terdapat perselisihan terhadap sholat yang dilakukannya. Madzhab Syafi’i dan Abu Hanifah mengatakan sah sholatnya. Adapun Malik dan Ahmad didalam madzhab mereka berdua terdapat perselisihan.
Dan hukum ini adalah pada bid’ah menyalahi Al Qura’an dan Sunnah seperti bid’ah Rafidhah, Jahmiyah dan yang lainnya. (Majmu’ Fatawa juz XXIII hal 355)
DR. Wahbah mengatakan bahwa seorang pelaku bid’ah adalah orang yang meyakini sesuatu yang bertentangan dengan hal-hal yang ma’ruf dari Rasulullah saw dan mendurhakainya akan tetapi semacam syubhat seperti basuhan seorang syi’ah terhadap kedua kakinya (saat berwudhu) dan pengingkaran mereka terhadap pengusapan terompah dan lain-lain.
Yang perlu diperhatikan bahwa setiap yang termasuk dalam ahli kiblat kita (kiblatnya sama dengan kiblat kita) maka tidaklah dikafirkan hanya karena perbuatan bid’ah yang jelas-jelas syubhatnya bahkan terhadap kaum khawarij yang menghalalkan darah dan harta kita serta mencerca Rasulullah saw, mengingkari sifat Allah swt dan membolehkan melihat-Nya dikarenakan ta’wil dan syubhatnya. Dalilnya adalah diterimanya kesaksian mereka.
Namun apabila seorang pembuat bid’ah mengingkari bagian-bagian agama yang prinsip (aksioma) maka ia telah kufur, seperti orang yang mengatakan bahwa Allah memiliki tubuh seperti halnya tubuh-tubuh yang lain, mengingkari sahabat Rasulullah saw yang di dalamnya terdapat kebohongan terhadap firman Allah swt
إِذْ يَقُولُ لِصَاحِبِهِ
Artinya : “Dia (Rasulullah saw) berkata kepada temannya (sahabat).” (QS. At Taubah : 40) maka tidak sah sholat dibelakangnya. (al Fiqhul Islami wa Adillatuhu juz II hal 1206)
Apabila seorang sunni meyakini bahwa sifat sholat imam syi’ah tidaklah berbeda dengan sifat sholatnya baik zhuhur, ashar, maghrib maupun yang lainnya, mengerjakan sholatnya dalam keadaan suci serta tidak ada kemaksiatan didalamnya maka boleh baginya bermakmum dengannya karena mereka adalah bagian dari kaum muslimin.
Sebaliknya dengan yang anda dapati saat sholat jumat berjama’ah dengan mereka, yaitu terdapat beberapa perbedaan didalam berwudhu untuk sholatnya maupun didalam sholatnya sendiri meskipun sebagian yang anda sebutkan tidaklah masuk dalam perkara yang diwajibkan oleh para ulama sunni, seperti bersedekap ataupun menengok ke kanan maupun kekiri saat salam.
Namun ada baiknya, selain perbedaan diatas anda juga mencoba untuk mengetahui tentang keyakinan mereka terhadap prinsip-prinsip islam, seperti keyakinannya terhadap sahabat Ali bin Abi Thalib, para sahabat Rasul saw maupun prinsip-prinsip lainnya.
Apabila ternyata anda mendapati adanya penyimpangan dalam diri imam tersebut maka anda tidak boleh sholat di belakangnya, termasuk sholat jum’at. Untuk selanjutnya anda berusaha mencari masjid lain menyelenggarakan sholat jum’at bagi orang-orang sunni atau yang sholatnya tidak berbeda dengan sholat orang-orang sunni.
Namun apabila masjid yang demikian juga tidak didapat, terlalu jauh jaraknya dari tempat tinggal anda atau sulit dijangkau maka dibolehkan bagi anda untuk melakukan sholat jum’at di rumah walaupun hanya dengan 5 orang, sebagaimana pendapat Abu Hanifah dan Muhammad bahwa sholat jum’at bisa dilakukan minimal oleh tiga orang selain imam, walaupun mereka orang yang musafir atau orang sakit.
فَاسْعَوْا إِلَى ذِكْرِ اللَّهِ
Artinya : “Maka bersegeralah kamu kepada mengingat Allah.” (QS. Al Jumu’ah : 9)
Akan tetapi jika anda meyakini bahwa tidak ada penyimpangan keyakinan didalam diri imam tersebut terhadap prinsip-prinsip islam atau anda tidak mengetahuinya dan anda juga melihat bahwa hal-hal yang tidak dilakukan oleh imam itu didalam sholatnya adalah bukan termasuk didalam rukun-rukun sholat maka anda dibolehkan bermakmum dengannya didalam setiap sholat termasuk sholat jum’at karena pada asalnya ia tetap termasuk dalam kelompok umat islam.
Kemudian gerakan-gerakan sholat anda tetaplah seperti yang anda yakini dalam sunnah-sunnah sholat meskipun ada beberapa hal yang berbeda dengan yang dilakukan imam tersebut.
Wallahu A’lam