Saya pria menikah berumur 30 tahun, telah menikah lagi dengan seorang gadis tapi dengan cara sirri, hal tersebut kami lakukan karena selalu terbayang dosa setiap kami telah melakukan zina. Tapi dalam menikah sirri tersebut kami tidak diketahui oleh kedua keluarga, karena kami tahu pasti semua keluarga tidak akan setuju.
Sekarang hal tersebut sudah diketahui oleh seluruh keluarga kami, termasuk istri saya, saat ini pihak keluarga gadis tersebut tidak mengakui pernikahan sirri, karena dianggap tidak sah dan merupakan aib masyarakat, mereka tidak sudi putrinya menjadi isteri kedua. Sekarang kami tidak boleh bertemu maupun berkomunikasi. Pertanyaan saya adalah
- Apakah pernikahan sirih yang kami lakukan sah di hadapan Allah SWT?
- Jika saya memaksa untuk menjemput gadis yang saya nikahi tersebut, apakah saya benar-benar berhak sebagai seorang suami?
Mohon jawabannya Pak Ustadz.
Wassalam
Waalaikumussalam Wr Wb
Apabila pernikahan yang anda lakukan dengan perempuan itu tidak dihadiri dan mendapatkan izin dari wali pihak perempuan maka pernikahan tersebut dianggap tidak sah. Hal itu dikarenakan seorang wanita tidaklah bisa menikahi dirinya sendiri atau diwalikan orang lain selama walinya masih ada kecuali jika walinya sudah tidak ada atau berhalangan maka perwaliannya berpindah kepada wali yang lainnya atau kepada hakim (petugas negara) sebagaimana sabda Rasulullah saw,”Tidak sah nikah tanpa wali.” (HR. Ahmad, Abu Daud dan Tirmidzi)
Juga hadits yang diriwayatkan dari Aisyah bahwasanya Rasulullah saw bersabda,”Siapa pun wanita yang menikah tanpa seizin walinya maka nikahnya batal, nikahnya batal, nikahnya batal.” (HR. Ahmad, Abu Daud dan Ibnu Majah)
Sedangkan urutan wali didalam pernikahan—sebagaimana disebutkan oleh Ibnu Qudamah—adalah ayah kandungnya kemudian ayah dari ayahnya kemudian anak laki-laki wanita itu kemudian anak laki-laki dari anak laki-lakinya—apabila wanita itu memiliki anak—kemudian saudara laki-laki kandung wanita itu kemudian saudara laki-laki wanita itu yang sebapak kemudian anak-anak laki-laki dari saudara laki-laki wanita itu kemudian paman-paman wanita itu dari jalur bapaknya kemudian anak-anak laki-laki dari paman-paman wanita itu dari jalur bapak kemudian penguasa. (Al Mughni juz IX hal 129 – 134)
Adapun dalil tentang dibolehkannya penguasa (hakim) menjadi wali ketika wali pihak perempuan sudah tidak ada atau berhalangan adalah apa yang diriwayatkan dari jalur Aisyah bahwasanya Rasulullah saw bersabda,”Tidak ada pernikahan kecuali dengan seorang wali, dua orang saksi yang adil. Suatu pernikahan yang selain itu (tidak adanya mereka) maka nikahnya batil. Apabila terjadi perselisihan diantara mereka maka penguasa adalah wali bagi orang yang tidak memiliki wali.” (HR. Ibnu Hibban)
Dengan demikian dikarenakan batalnya pernikahan yang anda lakukan maka anda dan pasangan anda haruslah dipisahkan dari pernikahan yang batal itu. Adapun cara pemisahan antara anda berdua adalah dengan cara anda sebagai suami diharuskan menjatuhkan talak (cerai) terhadapnya jika anda rela untuk melakukannya sendiri namun apabila anda tidak ingin melakukannya maka pemisahan dilakukan oleh hakim dengan cara pasangan anda meminta kepada walinya agar mengadukan permasalahannya ke KUA untuk kemudian hakimlah yang melakukan pemisahan diantara anda berdua.
Sebagaimana yang ditegaskan oleh Ibnu Qudamah bahwa apabila seorang wanita dinikahkan dengan pernikahan yang rusak (batal) maka tidaklah boleh dirinya denikahkan dengan selain orang yang telah menikahinya sehingga orang yang menikahinya itu menceraikannya atau dipisahkan pernikahannya. Apabila suaminya itu tidak mau menceraikannya maka hakimlah yang harus memisahkan pernikahannya, dan nash ini dari Ahmad. (al Mughni juz IX hal 125)
Dan jika setelah anda menceraikan pasangan anda itu atau telah dipisahkan oleh hakim lalu anda ingin menikahinya kembali maka hendaklah si wanita meminta izin kepada walinya untuk menikahkannya dengan anda. Namun sebagian ahli ilmu juga mensyaratkan bersihnya kandungan wanita itu dari janin setelah berlalu satu kali haidh apabila suaminya ingin memperbaharui kembali akad dalam pernikahan yang batil itu.
Kemudian hendaklah anda berdua senantiasa beristighfar dan bertaubat kepada Allah swt atas kelalaian ini terlebih lagi apabila anda berdua sebelum melakukan “pernikahan” itu telah melakukan perbuatan zina. (baca: Istri Minta Dirajam).
Firman Allah swt :
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا تُوبُوا إِلَى اللَّهِ تَوْبَةً نَّصُوحًا عَسَى رَبُّكُمْ أَن يُكَفِّرَ عَنكُمْ سَيِّئَاتِكُمْ وَيُدْخِلَكُمْ جَنَّاتٍ تَجْرِي مِن تَحْتِهَا الْأَنْهَارُ
”Hai orang-orang yang beriman, bertaubatlah kepada Allah dengan taubatan nasuhaa (taubat yang semurni-murninya). Mudah-mudahan Rabbmu akan menutupi kesalahan-kesalahanmu dan memasukkanmu ke dalam jannah yang mengalir di bawahnya sungai-sungai." (QS. At Tahrim : 8)
Juga firman Allah swt :
قُلْ يَا عِبَادِيَ الَّذِينَ أَسْرَفُوا عَلَى أَنفُسِهِمْ لَا تَقْنَطُوا مِن رَّحْمَةِ اللَّهِ إِنَّ اللَّهَ يَغْفِرُ الذُّنُوبَ جَمِيعًا إِنَّهُ هُوَ الْغَفُورُ الرَّحِيمُ
Artinya : “Katakanlah: "Hai hamba-hamba-Ku yang malampaui batas terhadap diri mereka sendiri, janganlah kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya Allah mengampuni dosa-dosa semuanya. Sesungguhnya Dia-lah yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. Az Zumar : 53)
Setelah itu hendaklah anda meminta maaf kepada istri serta kedua orang tua pasangan anda karena kekeliruan dan kesalahan yang anda lakukan dan janganlah anda mengambil pasangan anda itu dengan cara memaksa seperti yang anda inginkan karena hal itu akan merugikan diri anda sendiri.
Dengan begitu hubungan silaturahim diantara anda dengan mereka tidak terputus karena silaturahim yang terjalin akan mendatangkan curahan rahmat dan kasih sayang Allah kepada mereka-mereka yang menghubungakannya.
Wallahu A’lam