Assalamu’alaikum Wr. Wb.
Pak ustad mau bertanya masalah manasik haji tamattu, apakah setelah thawaf ifadhah ada sa’i lagi atau tidak? mohon penjelasannya, mengingat sa’i termasuk rukun haji, karena di KBIH yang saya ikuti tidak melakukannya sedangkan ketika saya baca buku Haji Nabi karya Syaikh Nashiruddin Albani melakukannya (dengan dasar hadist nya masing-masing), manakah diantara kedua pendapat itu yang paling kuat/shoheh dasar hadistnya?
Djazakallahu Khairan Katsira
Waalaikumussalam Wr Wb
Saudara Asep yang dimuliakan Allah swt
Tamattu’ adalah menggabungkan dua nusuk yaitu umrah dan haji dalam dua ihram. Berihram dari miqat untuk berumrah dan berihram dari Mekah untuk berhaji. Karena itu rukun-rukun tamattu’ adalah rukun-rukun umrah dan haji sekaligus maka diwajibkan baginya setelah berihram melakukan thawaf dan sa’i umrah kemudian setelah ihram haji diwajibkan baginya rukum-rukun dan amal-amal haji seperti seorang yang berhaji ifrad. (al Mausu’ah juz II hal 4830)
Sa’i bagi seorang yang berhaji selain tamattu adalah setelah melaksanakan thawaf qudum, sebagaimana diriwayatkan Imam Muslim dari Jabir bin Abdullah berkata; "Tidaklah Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam melakukan Thawaf (Sa’i) antara Shafa dan Marwa kecuali hanya sekali thawaf."
Sedangkan sai bagi seorang yang berhaji tamattu adalah setelah melaksanakan tahwaf ifadhah sebagaimana dikatakan jumhur ulama.
Markaz al Fatwa didalam fatwanya No. 44613 tentang hukum sa’i haji sebelum thawaf ifadhah menyebutkan bahwa terjadi perbedaan dikalangan para fuqaha tentang hukum sa’i sebelum thawaf : Jumhur berpendapat bahwa hal itu tidaklah sah karena Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam bersa’i setelah thawaf, dan beliau juga bersabda,”Ambillah dariku manasik kalian.” (HR. Muslim)
Sementara itu ‘Atha, Daud dan sebagian ahli hadits serta diambil pula pendapat ini oleh para ulama kontemporer bahwa hal itu sah, berdasarkan apa yang diriwayatkan oleh Abu Daud dari Usamah bin Syuraik bahwa ada seorang lelaki yang mengatakan; wahai Rasulullah, aku telah melakukan sa’i sebelum melakukan thawaf. Atau aku telah mendahulukan sesuatu dan mengakhirkan sesuatu. Dan beliau mengatakan: "Tidak mengapa, tidak mengapa."
Tentang hadits ini Imam an Nawawi mengatakan bahwa hadits ini sanadnya shahih dan orang-orangnya juga termasuk orang-orang yang shahih, al Khattabi dan yang lainnya mengangkat hadits ini dengan mengatakan bahwa perkataan dalam hadits ini : “aku telah melakukan sa’i sebelum melakukan thawaf” maksudnya adalah aku melakukan sai setelah thawaf qudum dan sebelum thawaf ifadhah.”
Maka pendapat yang tepat adalah pendapat pertama (jumhur ulama).
Wallahu A’lam