Assalamu`alaikum wr wb
Dalam QS Al-Mu`minun ayat 2, Salah satu potongangan ayatnya berbunyi fi sholatihim khasi`un. Saya pernah mendengar melalui majelis ta`lim bahwa makna potongan ayat tersebut adalah bahwa kekhusyukan yang dimaksud bukan hanya dilakukan saat shalat, tetapi setiap aktivitas kita. Jadi shalat itu bagian dari kekhusukan, bukan khusuk dalam shalat seperti terjemahan Departemen Agama. Benarkah pemahaman saya ini? Terima kasih.
Waalaikumussalam Wr Wb
Saudara Ahmad Anshoruddin yang dirahmati Allah swt
Firman Allah swt :
Artinya : “Sesungguhnya beruntunglah orang-orang yang beriman, (yaitu) orang-orang yang khusyu’ dalam shalatnya,” (QS. Al Mukminun : 1 – 2)
Tampak jelas dan nyata didalam ayat tersebut bahwa kekhusyu’an yang dimaksud adalah kekhusyu’an didalam shalat. Kekhusyu’an itu adalah sifat seorang beriman didalam shalat-shalat mereka sebagaimana disebutkan “فى صلاتهم خاشعون “ (yang khusyu’ didalam shalatnya) bukan kekhusyu’an didalam setiap aktivitasnya.
Hal itu juga dikuatkan oleh sebab turunnya ayat tersebut—sebagaimana disebutkan oleh Qurthubi—diriwayatkan dari al Mu’tamar dari Khalid dari Muhammad bin Sirin berkata,”Nabi saw melihat ke langit didalam shalat maka Allah swt menurunkan ayat ini,”الذين هم فى صلاتهم خاشعون” lalu Rasulullah saw melihat ke tempat dia sujud.”
Didalam riwayat Husyaim bahwa kaum muslimin saat itu menoleh dan memandang didalam shalatnya sehingga Allah turunkan “قد أفلح المؤمنون الذين هم فى صلاتهم خاشعون “ lalu mereka pun menghadapkan pandangannya didalam shalatnya kearah depan mereka. (al Jami’ Li Ahkamil Qur’an jilid VI hal 414).
Penuturan para mufassir pun didalam menerangkan ayat 2 surat al mukminun menegaskan bahwa kekhusuyu’an itu adalah didalam shalat-shalat orang yang beriman.
Ibnu Katsir mengatakan bahwa khusyu’ didalam shalat didapat dengan mengkonsentrasikan hati dengannya, menyibukkan hati dengannya bukan dengan yang lainnya dengan demikian maka shalat tersebut akan menjadi sesuatu yang menyenangkan hatinya, sebagaimana sabda Rasulullah saw yang diriwayatkan Imam Ahmad dan Nasai dari Anas dari Rasulullah saw bersabda,”Dijadikan aku mencintai wewangian dan kaum wanita dan dijadikan shalat menjadi sesuatu yang menyenangkanku.”
Diriwayatkan dari seorang laki-laki yang telah memeluk islam bahwa Rasulullah saw bersabda,”Wahai Bilal gembirakanlah kami dengan shalat.” (Tafsirul Quranil Azhim juz V hal 359 – 360)
Sayyid Qutb mengatakan bahwa makna “Orang-orang yang khusyu dalam shalatnya” adalah hati mereka merasakan takut saat berdiri didalam shalatnya dihadapan Allah swt sehingga memberikan ketenangan dan kekhusyu’an, dari situ kekhusyu’an akan mengalir keseluruh anggota tubuh, tampilan dan gerakan-gerakannya, ruhnya diselimuti dengan kebesaran Allah dihadapannya, menutupi fikirannya dari segala macam kesibukan dan tidak disibukkan dengan selainnya… mereka tidak menyaksikan kecuali Allah, tidak merasakan kecuali kebesaran-Nya dan hati meeka bersih dari segala macam kotoran dan tidak menggabungkan sedikit pun dari kototan-kotoran itu dengan kebesaran Allah swt.. (Fii Zhilalil Qur’an juz IV hal 2454)
Akan tetapi apabila yang dimaksudkan dengan khusyu’ adalah makna terminologi bahasanya yang berarti konsentrasi atau ketenangan dan hal ini harus ada didalam setiap aktivitas seseorang baik saat mengerjakan tugas-tugas di rumah, tempat kerja, kampus, dan sebagainya maka hal itu boleh-boleh saja.
Kemudian apabila dikatakan bahwa shalat adalah bagian dari kekhusyu’an maka hal itu tidaklah benar karena jumhur ulama berpendapat bahwa khusyu’ merupakan salah satu sunnah shalat bukan kewajiban shalat sehingga orang yang didalam shalatnya memikirkan perkara dunia maka shalatnya tetap dianggap sah dan tidak batal. (al Mausu’ah al Fiqihiyah juz II hal 6642)
Jika demikian maka kita tidak bisa mengatakan bahwa shalat adalah bagian dari khusyu’ yang merupakan salah satu sunnahnya sepertihalnya tidak mungkin bagi kita mengatakan bahwa shalat adalah bagian daripada pembacaan surat setelah bacaan al fatehah pada dua raka’at pertama. Kekhusyu’an merupakan bagian yang menyempurnakan shalat seseorang atau yang menjadi shalat itu lebih afdhol sebagaimana pembacaan surat setelah al fatehah terhadap shalat seseorang.
Wallahu A’lam