Assalamu’alaykum wr. wb.,
Dalam sebuah pengajian saya pernah mendengar bahwa :
(1) Nabi Ibrahim AS pernah memerintahkan Nabi Ismail As untuk menceraikan istrinya, dan kemudian Nabi Ismail As pun menceraikannya,
(2) Sahabat Umar Bin Khottob RA, pernah memerintahkan kepada Abdullah Bin Umar (putranya) untuk menceraikan istrinya namun Abdullah Bin Umar menolak karena masih cinta kepada istrinya, kemudian dilaporkanlah masalah ini oleh Umar Bin Khottob kepada Rasulullah Saw, kemudian Rasulullah Saw memerintahkan agar Abdullah Bin Umar menceraikan istrinya. Dan akhirnya Abdullah bin Umarpun menceraikannya.
Pertanyaan saya :
- Apakah riwayat (hadist) tersebut berderajat Shahih? sehingga dapat dijadikan hujjah
- Apakah dasar yang menjadi pertimbangan seorang ayah (Nabi Ibrahim AS & Sahabat Umar bin Khottob) memerintahkan perceraian tersebut? karena akidah ataukah karena akhlak istri yang kurang baik?
- Adakah ciri-ciri/karakteristik istri yang layak diceraikan (atau bahkan harus diceraikan) oleh seorang suami berdasarkan tuntunan Rasulullah Saw?
Waalaikumussalam Wr Wb
Imam ath Thabariy didalam tafsirnya menyebutkan riwayat dari Ibnu Abbas bahwa setelah Hajar meninggal dunia lalu Ismail menikah dengan seorang wanita. Kemudian Ibrahim meminta izin kepada Sarah untuk menjenguk Hajar dan Sarah pun mengizinkannya dengan syarat tidak tinggal di sana. Ibrahim pun tiba di sana dan ternyata Hajar telah meninggal dunia lalu dia pun mendatangi rumah Ismail. Ibrahim berkata kepada istrinya, ”Dimana suamimu?” wanita itu menjawab, ”Tidak ada di sini, dia sedang pergi berburu.” —Ismail pada saat itu keluar dari al Haram untuk berburu— Ibrahim berkata, ”Apakah engkau memiliki jamuan, apakah engkau mempunyai makanan atau minuman?” Wanita itu menjawab, ”Aku tidak memiliki sesuatu, tak sesuatu pun aku memilikinya.” Ibrahim berkata, ”Jika suamimu datang maka sampaikan salam kepadanya dan katakanlah,’Hendaklah dia merubah ambang pintunya! Lalu Ibrahim pun berlalu.
Tak lama kemudian Ismail pulang dan dia mencium kedatangan ayahnya dan berkata kepada istrinya, ”Apakah ada seseorang yang datang?” Istrinya menjawab, ”Ada seorang kakek yang datang, sepertinya dia menyembunyikan tentang dirinya.” Apa yang dikatakan orang itu kepadamu?” Istrinya menjawab, ’Dia mengatakan kepadaku, ”Sampaikan salam kepada suamimu dan katakanlah kepadanya,’Hendaklah dia merubah ambang pintunya.” setelah itu Ismail menceraikannya dan menikah dengan wanita yang lain.
Setelah berlalu beberapa waktu, Ibrahim pun meminta izin kepada Sarah untuk mengunjungi Ismail lalu Sarah pun mengizinkannya dengan syarat tidak tinggal di sana. Setelah Ibrahim tiba di depan pintu rumah Ismail dan berkata kepada istrinya Ismail, ”Dimana suamimu? Wanita itu berkata, ”Dia sedang berburu, insya Allah sebentar dia akan datang, mampirlah —semoga Allah merahmatimu— Ibrahim berkata, ”Apakah engkau memiliki sesuatu untuk jamuan? Wanita itu menjawab, ”Ya.” Ibrahim berkata, ”Apakah engkau memiliki roti atau gandum atau korma?” Wanita itu menjawab, ”Tidak.” Lalu wanita itu membawa susu dan daging, Ibrahim pun berdoa meminta keberkahan bagi keduanya. Kalau seandainya wanita itu pada saat itu membawa roti atau gandum atau korma maka pastilah (Mekah) menjadi bumi Allah yang paling banyak menghasilkan gandum dan korma. Wanita itu berkata kepada Ibrahim, ”Mampirlah hingga engkau mencuci kepalamu.” Namun Ibrahim enggan untuk mampir. Wanita itu pun membawa al maqom (tempat pijakan) dan meletakkannya di sebelah kanan lalu Ibrahim meletakkan kakinya diatas al maqom tersebut dan dibiarkanlah bekas pijakan kakinya itu diatasnya. Wanita itu pun mencuci bagian kanan dari kepalanya kemudian dia memindahkan al maqom ke sebelah kirinya dan wanita itu mencuci bagian kirinya.
Ibrahim lalu berkata kepadanya, ”Apabila suamimu datang maka sampaikanlah salam kepadanya dan katakanlah kepadanya,’ ambang pintunya tidak perlu dirubah.” tatkala Ismail kembali dia mencium kedatangan ayahnya dan berkata kepada istrinya, ”Adakah seseorang yang datang?” Istrinya menjawab, ”Ya, seoang kakek dia adalah orang yang paling baik wajahnya dan paling wangi baunya. Dan dia mengatakan kepadaku, ’ini dan itu.’ Lalu aku katakan, ’ini dan itu’ aku mencucikan kepalanya dan inilah bekas pijakan kakinya ditas al maqom.” Ismail bertanya, ”Apa yang dikatakannya kepadamu, ”Istrinya menjawab, ”Jika suamimu pulang maka sampaikanlah salam kepadanya dan katakanlah kepadanya, ’ambang pintumu tidak perlu dirubah.” Ismail berkata, ”itu adalah Ibrahim.”… (Jami’ al Bayan fii Ta’wil al Qur’an juz XVII hal 21)
Sedangkan hadits yang menceritakan tentang perintah Rasulullah saw kepada Ibnu Umar utuk menceraikan suaminya diriwayatkan oleh at Tirmidzi dari Hamzah bin Abdullah bin Umar dari Ibnu Umar berkata, ”Waktu itu aku pernah memiliki seorang istri yang aku cintai namun ayahku tidak menyukainya lalu dia memerintahkanku untuk menceraikannya namun aku enggan melakukannya. Kemudian aku menceritakan hal ini kepada Nabi saw dan Nabi saw bersabda, ”Wahai Abdullah bin Umar! ceraikanlah istrimu.” (Abu Isa mengatakan bahwa hadits ini hasan shahih sesungguhnya aku mengetahui ini dari hadits Ibnu Abi Dzi’b) asy Syeikh al Albani mengatakan bahwa hadits ini hasan.
Asy Syeikh Muhammad bin Shalih Utsaimin pernah ditanya tentang “Hukum seseorang yang menceraikan istrinya apabila diperintahkan oleh ayahnya untuk itu.” Beliau menjawab :
Apabila seorang ayah memerintahkan anaknya untuk menceraikan istrinya maka tidaklah terlepas dari dua keadaan :
- Hendaklah seorang ayah menjelaskan sebab syar’i yang menuntut perceraian dan pemisahan tersebut, seperti perkataannya, ”Ceraikan istrimu” karena dia memiliki akhlak yang buruk, seperti : sering merayu kaum lelaki atau keluar ke tempat-tempat pertemuan tanpa menjaga kesuciannya atu sejenisnya. Maka dalam keadaan ini seorang ayah bisa mengharuskan anaknya untuk menceraikan istrinya karena ayahnya tidaklah mengatakan, ”Ceraikan dia” karena hawa nafsu akan tetapi demi menjaga kesucian ‘tempat tidurnya’ dari kekotoran dan kotoran ini bisa menjadi sebab dia menceraikannya.
- Seorang ayah mengatakan kepada anaknya, ”Ceraikan istrimu” karena kecintaan anaknya kepadanya dan membuat cemburu ayahnya karena kecintaan anaknya kepada istrinya itu dan ibunya lebih cemburu lagi. Dan banyak kaum ibu yang jika melihat anak lelakinya mencintai istrinya maka mereka sangat cemburu sehingga istri anaknya merasakan ketidaknyamanan atasnya, maka dalam keadaan seperti ini seorang anak tidak mesti menceraikan istrinya jika ayah atau ibunya memerintahkannya untuk menceraikannya akan tetapi caobalah dirinya berdialog dengan keduanya dan istrinya tetap bersamanya (tidak perlu diceraikan), berlemah lembut kepada keduanya dan mencoba untuk memuaskan keduanya dengan perkataan yang lembut sehingga kedua orang tuanya itu bisa merasa senang dengan istrinya tersebut tetap berada di sampingnya terlebih lagi jika istrinya orang yang istiqomah didalam agama dan akhlaknya.
Wallahu A’lam