Assalamualaikum. Wr. Wb.
Ustad, ada satu pertanyaan yang menggantung yang hingga sekarang saya belum mendapatkan jawabannya.
Kenapa Rasulullah Muhammad SAW hingga akhir hayatnya tetap buta huruf, padahal ayat pertama yang beliau terima saja menyuruh untuk membaca (Q.S. Al ‘Alaq)?
Setahu saya, batasan orang yang terpelajar dengan yang tidak terpelajar paling mendasar adalah kemampuan membaca, menulis dan berhitung. Rasulullah yang mata pencahariannya berdagang pasti paham perhitungan, tapi kenapa tidak untuk membaca dan menulis Rasulullah.
Apakah ada alasan khusus?
Mohon penjelasannya Ustad.
Waalaikumussalam Wr Wb
Saudara Taufik Ismail yang dimuliakan Allah swt
Tentang hal itu, Allah swt telah menyebutkanny didalam firman-Nya :
وَمَا كُنتَ تَتْلُو مِن قَبْلِهِ مِن كِتَابٍ وَلَا تَخُطُّهُ بِيَمِينِكَ إِذًا لَّارْتَابَ الْمُبْطِلُونَ
Artinya : ”Dan kamu tidak pernah membaca sebelumnya (Al Quran) sesuatu Kitabpun dan kamu tidak (pernah) menulis suatu Kitab dengan tangan kananmu; Andaikata (kamu pernah membaca dan menulis), benar-benar ragulah orang yang mengingkari(mu).” (QS. Al Ankabut: 48)
Juga didalam firman-Nya :
الَّذِينَ يَتَّبِعُونَ الرَّسُولَ النَّبِيَّ الأُمِّيَّ الَّذِي يَجِدُونَهُ مَكْتُوبًا عِندَهُمْ فِي التَّوْرَاةِ وَالإِنْجِيلِ
Artinya : ”(yaitu) orang-orang yang mengikut rasul, nabi yang ummi yang (namanya) mereka dapati tertulis di dalam Taurat dan Injil yang ada di sisi mereka.” (QS. Al A’raf : 157)
Ayat pertama menunjukkan bahwa Nabi saw sudah ummi atau tidak dapat membaca maupun menulis sebelum diturunkannya Al Qur’an sedangkan ayat kedua menunjukkan bahwa orang-orang Ahli kitab telah mengetahui dirinya saw didalam kitab-kitab mereka tentang hal itu, dan tak seorang pun yang memperselisihkan hal ini.
Adapun hikmah dari tidak bisa membaca maupun menulis itu pada diri Rasulullah saw telah dijelaskan oleh ayat diatas yaitu menghilangkan tuduhan orang-orang kafir terhadap Rasulullah saw bahwa Al Qur’an diambil dari orang lain, atau dinukil dari kitab-kitab sebelumnya.
Adapun setelah diturunkannya Al Qur’an maka para ulama telah berselisih tentang apakah Rasulullah saw tetap dalam keadaan tidak bisa membaca dan menulis ataukah beliau saw telah mempelajari baca tulis.
Sebagian ulama mengatakan bahwa ke-ummiyan-nya saw itu tidaklah berlanjut, berdasarkan dalil-dalil berikut :
1. Didalam ”Shahih Bukhori” dijelaskan bahwa beliau saw telah merubah didalam lembaran perjanjian Hudaibiyah satu kalimat yang menyebutkan ”Muhammad Rasulullah” menjadi ”Muhammad bin Abdullah” namun beliau belum begitu pandai dalam menulis.
2. Bahwa Rasulullah saw pernah membaca lembaran Uyainah bin Hishn serta menjelaskan maknanya.
3. Bahwa Rasulullah saw pernah mengatakan tentang al Masih ad Dajjal ”Terdapat tulisan diantara kedua matanya (dajjal) kafir”
Adapun jumhur ulama berpendapat bahwa Rasulullah saw tetap dalam keadaan ummiy dimana hikmah keummiyannya saw itu tetaplah ada sehingga tidak terdapat celah untuk menyerang kandungan yang ada didalam risalahnya maupun Al Qur’an yang telah diterimanya sebagai sebuah wahyu dari Allah swt selama diturunkannya secara berangsur-angsur hingga akhir hayatnya saw.
Sedangkan jawaban jumhur terhadap selain mereka adalah bahwa Nabi saw telah menulis sebagian kalimat tidaklah menghapuskan sifat keummiyannya saw. Banyak orang-orang yang ummiy pada hari ini yang mampu menulis namanya sendiri lalu menandatanganinya dan pada saat yang sama dirinya tidaklah bisa membaca apa yang ditandatanganinya itu, dan mereka tetaplah ummiy.
Begitulah, dan apabila keummiyan Rasulullah saw merupakan sifat yang memiliki kesempurnaan dan hikmah maka sesungguhnya keummiyan orang-orang yang berada ditengah-tengah kita adalah sifat yang harus kita hilangkan berdasarkan nash-nash yang banyak tentang anjuran untuk belajar dan mengajar. Membaca merupakan kunci yang paling utama untuk itu. Dan diantara petunjuk Rasulullah saw didalam tebusan tawanan perang badar adalah mengajarkan membaca dan menulis bagi sebagian anak-anak kaum Anshor. (Fatawa al Azhar juz VIII hal 176)
Wallahu A’lam