Ada satu kaidah fiqih yaitu,”Menghindari mafsadah (keburukan) lebih diutamakan daripada mengambil maslahat (kebaikan).” Artinya apabila dihadapkan oleh mafsadah dan maslahat maka mencegah dominannya mafsadah harus didahulukan karena perhatian Pembuat Syari’at terhadap hal-hal yang dilarang lebih besar daripada perhatiannya dengan hal-hal yang diperintahkan. Untuk itu Rasulullah saw bersabda,”Apabila aku perintahkan kalian suatu perkara maka lakukanlah semampu kalian dan apabila aku larang kalian dari suatu perkara maka jauhilah.”
Jika maslahat lebih dominan daripada mafsadah maka mengedepankan maslahat daripada mafsadah, misalnya; sholat ketika ada persyaratan yang tidak terpenuhi seperti bersuci, menutup aurat atau menghadap kiblat yang setiap kondisi itu adalah mafsadah karena adanya pelanggaran terhadap Allah swt dan tidaklah bermunajat kepada Allah kecuali dalam keadaan yang sempurna.
Namun ketika ada uzur (halangan) terhadap sesuatu dari itu semua maka diperbolehkan sholat tanpanya karena lebih mengedepankan maslahat sholat daripada mafsadahnya. Contoh lain adalah berdusta untuk kebaikan manusia atau dusta terhadap istri demi memperbaikinya. Jenis kaidah ini kembali kepada kaidah mengambil mafsadah (kerusakan) yang paling ringan jika dihadapkan oleh dua mafsadah. (al Asbah wan Nazhoir juz I hal 154, maktabah Syamilah)
Dari kaidah fiqih diatas maka menghindari perceraian diantara suami istri haruslah lebih didahulukan daripada keinginan untuk memanjangkan jenggot karena mudharat (akibat) yang ditimbulkan oleh perceraian amatlah luas yang tidak hanya menyangkut hubungan mereka berdua tetapi juga anak-anak, keluarga besar dari keduanya, warisan dan yang lainnya sedangkan manfaat memanjangkan jenggot hanyalah pada pelakunya meskipun hukum tetap dalam permasalahan ini masih diperselisihkan.
Wallahu A’lam
– Ustadz Sigit Pranowo, LC-