Assalamualaikum Wr.Wb.
Maaf Pak Ustad ada hal yang saya anggap tidak jelas dari jawaban Pak Ustad tentang " Wanita berpergian harus dengaan muhrimnya", Maaf atas kefakiran saya Pak.
Istri saya saat ini bekerja di sebuah kantor swasta, setiap hari saya antar pergi ke kantor dan pulangnya kalau tidak berhalangan saya jemput atau pulangnya naik angkutan umum apabila saya berhalangan menjempunya.
pertanyaannya saya adalah :
1. Apakah istri saya berdosa karena ketika berada di kantor dari jam delapan pagi sampai jam lima sore tidak ditemani oleh bukan muhrimnya.
2. Apakah saya berdosa karena membiarkan istri saya berada di suatu tempat ( kantor ) yang didalamnya terdapat laki-laki yang bukan muhrimnya.
3. Perlu diketahui oleh pak Ustad gaji saya sebagai karyawan swasta tidak mencukupi untuk kehidupan keluarga apabila tidak dibantu dari gaji istri. Mohon segera jawaban dari Pak Ustad agar istri saya dapat tetap bekerja tetapi tidak menimbulkan dosa, Terimakasih.
Waalaikumussalam Wr Wb
Saudara Aga yang dimuliakan Allah swt
Pada dasarnya pekerjaan seorang wanita (ibu) adalah di rumah memberikan pelayanan yang terbaik bagi suaminya dan mendidik anak-anaknya dengan didikan yang terbaik sehingga kelak menjadi generasi yang baik dan tangguh.
Namun bukan berarti islam melarang seorang wanita bekerja di luar rumah bahkan ada suatu keadaan atau jenis-jenis pekerjaan tertentu yang menuntut seorang wanita untuk melakukannya, seperti perawat, bidan, penjahit wanita, dokter kandungan dan lainnya.
Atau dikarenakan keadaan ekonomi keluarganya yang menuntut dirinya bekerja membantu suaminya dalam memenuhi kebutuhan hidup harian keluarganya atau seperti seorang janda yang harus memenuhi kebutuhan anak-anaknya yang masih kecil. Hal seperti ini menuntut dirinya untuk keluar rumah mencari pekerjaan ketimbang ia harus mengemis belas kasih orang lain.
Untuk itu islam memberikan beberapa persyaratan yang harus diperhatikan oleh setiap wanita yang bekerja di luar rumah demi kebaikan diri dan masyarakatnya serta menjaga kehormatannya. Hal yang demikian dikarenakan fitnah terberat yang dihadapi kaum laki-laki dari umat Muhammad saw adalah wanita, terutama dari mereka yang tidak memiliki keimanan dan berhati kotor.
Rasulullah saw bersabda,”Tidaklah sepeninggalku ada fitnah yang lebih berat bagi kaum laki-laki daripada para wanita.” (Muttafaq Alaih)
Firman Allah swt :
يَا نِسَاء النَّبِيِّ لَسْتُنَّ كَأَحَدٍ مِّنَ النِّسَاء إِنِ اتَّقَيْتُنَّ فَلَا تَخْضَعْنَ بِالْقَوْلِ فَيَطْمَعَ الَّذِي فِي قَلْبِهِ مَرَضٌ وَقُلْنَ قَوْلًا مَّعْرُوفًا
Artinya : “Hai isteri-isteri Nabi, kamu sekalian tidaklah seperti wanita yang lain, jika kamu bertakwa. Maka janganlah kamu tunduk dalam berbicara sehingga berkeinginanlah orang yang ada penyakit dalam hatinya dan ucapkanlah Perkataan yang baik,” (QS. Al Ahzab : 32)
Persyaratan-persyaratan yang membolehkan seorang wanita bekerja di luar rumah tersebut, sebagaimana diutarakan oleh Syeikh Yusuf al Qaradhawi adalah :
1. Hendaknya jenis pekerjaannya memang tidak dilarang, artinya pada dasarnya kerja itu tidak diharamkan dan tidak mengarah kepada perbuatan yang haram.
2. Hendaknya wanita muslimah tetap beradab islami bila keluar dari rumahnya, dalam berpakaian, berjalan, berbicara, dan berpenampilan.
3. Hendaknya pekerjaan itu tidak mengorbankan kewajiban-kewajiban yang lainnya yang tidak boleh ditelantarkan, seperti kewajibannya terhadap suami dan anak-anaknya.
Adapun berkenaan dengan permasalahan ikhtilath (bercampurnya antara laki-laki dan perempuan) di kantornya, sesungguhnya didalam islam sendiri banyak ditemui hal-hal demikian seperti pada awalnya para sahabat baik kaum pria maupun wanitanya masuk dari pintu masjid yang sama untuk mendengarkan khutbah Rasulullah saw, begitupula pada saat sholat dua hari raya ataupun didalam peperangan.
Jadi pertemuan antara kaum pria dan wanita tidaklah diharamkan bahkan dibolehkan dan menjadi tuntutan selama untuk tujuan yang mulia, berupa mencari ilmu yang bermanfaat, amal sholeh, proyek kebaikan, bekerja, jihad yang wajib atau yang lainnya selama didalam hal itu membutuhkan kerjasama diantara dua jenis tersebut didalam perencanaan, pengarahan dan pengimplementasian.
Demikian pula terhadap seorang wanita yang berada di tempat kerjanya mulai dari jam 08.00 sd 17.00 yang selama itu bercampur dengan kaum prianya maka dirinya harus memperhatikan hal-hal berikut :
1. Berkomitmen untuk senantiasa menjaga pandangan.
2. Berkomitmen dengan pakaian yang sesuai syari’ah dan menjaga malu.
3. Komitmen dengan adab-adab islam khususnya dalam bermuamalah dengan kaum pria, seperti : saat berbicara, berjalan maupun bergerak.
4. Menghindari segala sesuatu yang dapat menggoda atau merangsang seperti minyak wangi, warna-warna perhiasan yang seharusnya digunakan di rumahnya bukan di jalan atau di tempat pertemuan dengan kaum pria.
5. Berhati-hati untuk tidak terjadi kholwat (berdua-duaan) dengan laki-laki yang bukan mahramnya.
Kemudian berkaitan dengan hukum bepergiannya untuk bekerja di luar rumah memang pada dasarnya tidak diperbolehkan bagi seorang wanita untuk melakukan suatu perjalanan tanpa ditemani mahramnya kecuali untuk ibadah haji, umroh atau berhijrah dari darul harbi, sebagaimana pendapat jumhur ulama berdasarkan sabda Rasulullah saw,”Janganlah seorang wanita pergi (lebih dari) tiga hari kecuali bersamanya seorang mahram.” (HR. Muslim)
Dan alasan dari diwajibkannya seorang wanita yang melakukan suatu perjalan harus disertai mahramnya adalah :
1. Adanya jaminan keamanan baginya, sebagaimana pendapat Syafi’i.
2. Perjalanan tersebut dilakukan untuk melakukan suatu pekerjaan yang tidak termasuk dalam klasifikasi yang diwajibkan atau mendesak (darurat).
Dan apabila seorang suami meyakini bahwa situasi saat ini baik di perjalanan, di kendaraan umum, teman-teman kantor dan lainnya dapat memberikan rasa aman kepada isterinya yang bekerja di luar rumah terlebih lagi pekerjaan itu adalah sesuatu yang harus dia lakukan maka diperbolehkan baginya untuk melakukan perjalanan tanpa ditemani olehnya (mahramnya).
Jadi bisa disimpulkan bahwa tanggung jawab seorang suami terhadap isterinya yang bekerja di luar rumah adalah :
1. Memberikan perhatian terhadap keamanan isterinya saat di perjalanan, seperti : melakukan antar-jemput (jika mungkin), memintanya untuk pulang bersama dengan teman-temannya yang searah atau mencari kendaraan umum yang berpenumpang cukup lagi aman.
2. Senantiasa mengingatkan isterinya dengan beberapa hal diatas didalam berinteraksi dengan teman-teman di kantornya.
Hal yang demikian perlu anda lakukan dikarenakan suami adalah pemimpin bagi isteri dan anak-anaknya baik di dalam maupun di luar rumah, sebagaimana firman Allah swt :
الرِّجَالُ قَوَّامُونَ عَلَى النِّسَاء
Artinya : “kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita.” (QS. An Nisaa : 34)
Insya Allah dengan melakukan kewajiban tersebut maka si suami akan terhindar dari dosa dihadapan Allah swt terkait dengan pekerjaan isterinya yang dilakukan di luar rumah itu.
Wallahu A’lam