Assalamualaikum ww
Pak Ustadz yang dirahmati Allah,
Lebih kurang 8 tahun yang lalu saya pernah mengajar di salah satu lembaga pendidikan swasta di kota saya tinggal. dan dalam perjalanannya saya pernah khilaf dan mengajarkan situs "kotor" pada beberapa orang siswa atas permintaan mereka sendiri, waktu itu saya sempat menolak tapi atas paksaan mereka saya ajarkan juga walaupun dengan kata-kata "dosa tanggung sendiri"
Sampai saat ini saya merasa bersalah dan sangat takut akan dosa saya ini karena saya pernah mendengar ceramah ustadz dosa orang yang menunjukan tempat pelacuran sama dengan dosa orang yang melakukan zina karena ditunjukan dan bahkan akan bertambah terus kalo orang yang ditunjukan tadi memberitahukan pada orang lain. Apakah benar Pak Ustadz?
Bagaimana cara mengurangi dosa tersebut Pak? Bagaimana nanti hukumnya di Akhirat? Atas kemurahan hati Pak Ustadz menjawab permasalahan saya ini, saya ucapkan terima kasih.
Wassalamualaikum ww
Waalaikumussalam Wr Wb
Seorang pemimpin, imam, ustadz, guru atau yang semisalnya memiliki posisi dan peranan yang sangat penting didalam diri para murid dan pengikutnya. Hubungan diantara mereka sangatlah kuat, hubungan yang biasanya dibangun diatas sebuah kepercayaan (tsiqoh) yang bahkan tidak jarang dari para pengikut ini bersikap taqlid terhadap orang-orang yang mereka dengar dan ikuti tersebut. Mereka adalah contoh dan tauladan bagi para pengikutnya.
Untuk itu setiap mereka yang memiliki pengikut, termasuk didalamnya adalah guru terhadap murid-muridnya diharuskan untuk senantiasa berhati-hati didalam memberikan arahan, baik berupa perkatan maupun perbuatan terhadap para pengikut atau murid-muridnya karena hal itu akan menjadi legalisasi dari setiap prilaku dan kelakuan para pengikutnya.
Mereka adalah orang-orang yang membuka sebuah jalan yang kemudian jalan tersebut dilalui oleh para pengikutnya. Para pengikutnya akan selamat sampai di tujuan menakala orang yang diikutinya itu membukakan jalan kepada keselamatan dan begitupula sebaliknya. Dengan demikian para pemimpin, imam, ustadz, guru dan para pengarah lainnya adalah orang yang paling bertanggung jawab terhadap perbuatan dan prilaku orang-orang yang mengikuti mereka.
Didalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah bahwa Rasulullah saw bersabda,”Barangsiapa yang mengajak kepada petunjuk maka baginya pahala seperti pahala orang-orang yang mengikutinya dan (hal) itu tidaklah mengurangi pahala mereka sedikit pun. Barangsiapa yang menunjukkan kepada kesesatan maka baginya dosa seperti dosa orang-orang yang melakukannya dan (hal) itu tidaklah mengurangi dosa-dosa mereka sedikit pun.” (HR. Tirmidzi)
Berbahagialah orang yang senantiasa mengarahkan dan mengajarkan orang lain kepada hidayah dan kebaikan karena akan mengalir baginya pahala dari orang-orang yang melakukan arahan dan petunjuk itu meskipun dirinya sudah tidak ada lagi di dunia bagaikan sebuah investasi kebaikan yang tidak ternilai. Sebaliknya celakalah orang yang mengajak, mengarahkan dan mengajarkan orang lain kepada kesesatan dan keburukan karena dirinya akan terus menerus ditimpa dosa-dosa dari orang-orang yang melakukan ajakan maupun arahan itu walaupun dirinya telah meninggal dunia.
Firman Allah swt.:
لِيَحْمِلُواْ أَوْزَارَهُمْ كَامِلَةً يَوْمَ الْقِيَامَةِ وَمِنْ أَوْزَارِ الَّذِينَ يُضِلُّونَهُم بِغَيْرِ عِلْمٍ أَلاَ سَاء مَا يَزِرُونَ
Artinya : “(ucapan mereka) menyebabkan mereka memikul dosa-dosanya dengan sepenuh-penuhnya pada hari kiamat, dan sebahagian dosa-dosa orang yang mereka sesatkan yang tidak mengetahui sedikitpun (bahwa mereka disesatkan). Ingatlah, Amat buruklah dosa yang mereka pikul itu.” (QS. An Nahl : 25)
Memang didalam kondisi darurat atau terpaksa seseorang diperbolehkan melakukan perbuatan-perbuatan yang dilarang atau diharamkan. Akan tetapi penentuan kondisi tersebut tidaklah dikembalikan kepada hawa nafsu maupun syahwat seseorang akan tetapi kepada keadaan dan kondisi yang dapat mengancam keberlangsungan hidupnya maupun hidup orang-orang yang berada di sekitarnya. Dan diharuskan bagi mereka yang melakukan perbuatan terlarang itu karena terpaksa atau darurat untuk tetap menanamkan kebencian didalam hatinya akan perbuatan yang dia lakukan tersebut, sebagaimana firman Allah swt :
مَن كَفَرَ بِاللّهِ مِن بَعْدِ إيمَانِهِ إِلاَّ مَنْ أُكْرِهَ وَقَلْبُهُ مُطْمَئِنٌّ بِالإِيمَانِ وَلَكِن مَّن شَرَحَ بِالْكُفْرِ صَدْرًا فَعَلَيْهِمْ غَضَبٌ مِّنَ اللّهِ وَلَهُمْ عَذَابٌ عَظِيمٌ
Artinya : “Barangsiapa yang kafir kepada Allah sesudah Dia beriman (dia mendapat kemurkaan Allah), kecuali orang yang dipaksa kafir padahal hatinya tetap tenang dalam beriman (dia tidak berdosa), akan tetapi orang yang melapangkan dadanya untuk kekafiran, Maka kemurkaan Allah menimpanya dan baginya azab yang besar.” (QS. An Nahl : 106)
Dan dari apa yang diceritakan saudara penaya tampak bahwa dirinya tidaklah berada didalam situasi atau kedaan terpaksa untuk mengajarkan situs kotor tersebut dan yang tampak adalah bahwa dirinya berada didalam situasi pilihan terhadap permintaan dari para muridnya untuk mengajarkan situs tersebut. Dan pilihan yang diambil olehnya adalah mengajarkannya dan ketika pilihan itu diambilnya maka hal itu ditulis sebagai sebuah dosa oleh Allah swt atas dirinya dan ketika kemudian orang-orang yang diajarkannya itu melakukan apa yang diajarkannya itu maka mereka berdosa dan dosa-dosa mereka pun ditimpakan kepada dirinya dan begitu seterusnya hingga dia bertaubat kepada Allah swt, sebagaimana firman-Nya :
إِلاَّ الَّذِينَ تَابُواْ وَأَصْلَحُواْ وَبَيَّنُواْ فَأُوْلَئِكَ أَتُوبُ عَلَيْهِمْ وَأَنَا التَّوَّابُ الرَّحِيمُ
Artinya : “…. kecuali mereka yang telah taubat dan mengadakan perbaikan dan menerangkan (kebenaran), Maka terhadap mereka Itulah aku menerima taubatnya dan Akulah yang Maha menerima taubat lagi Maha Penyayang.” (QS. Al Baqoroh : 159 – 160)
Al Qurthubi mengatakan bahwa perkataan “kecuali mereka yang telah bertaubat” adalah pengecualian bagi orang-orang shaleh yang bertaubat terhadap perbuatan dan perkataannya, menurut para ulama kami maka tidak cukup disebut bertauat hanya sebatas orang itu mengatakan,’Aku telah bertaubat.’ hingga dia melakukan suatu perbuatan yang berbeda dengan perbuatan sebelumnya.
Apabila orang itu murtad kembali kepada islam dengan melakukan syariat-syariatnya, apabila orang itu pelaku maksiat maka dia harus menampakkan amal-amal shaleh, menjauhkan orang-orang yang membuat kerusakan dan apabila dia adalah seorang penyembah berhala maka dia jauhi berhala-berhala itu dan bergaul dengan orang-orang islam, demikianlah diharuskan baginya menampakkan perbuatan yang berbeda dengan apa yang dilakukan sebelumnya. (Al Jami’ Li Ahkamil Qur’an juz II hal 586)
Ibnu Katsir menjelaskan makna ayat itu adalah mereka kembali dari apa yang mereka lakukan (perbuatan buruk), memperbaiki perbuatan dan keadaan mereka serta menjelaskan kepada manusia terhadap apa yang mereka lakukan sebelumnya berupa menutupi kebenaran.” (Tafsir Ibnu Katsir, juz I hal 159)
Jadi yang saat ini anda harus lakukan setelah anda bertaubat kepada Allah swt adalah melakukan perbaikan dengan memperbanyak amal shaleh kepada orang lain sebagai pengganti atas apa yang pernah anda lakukan, sebagaimana firman Allah swt :
إِلَّا مَن تَابَ وَآمَنَ وَعَمِلَ عَمَلًا صَالِحًا فَأُوْلَئِكَ يُبَدِّلُ اللَّهُ سَيِّئَاتِهِمْ حَسَنَاتٍ وَكَانَ اللَّهُ غَفُورًا رَّحِيمًا
Artinya : “Kecuali orang-orang yang bertaubat, beriman dan mengerjakan amal saleh; Maka itu kejahatan mereka diganti Allah dengan kebajikan. dan adalah Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. Al Furqon : 70)
Hal lain yang harus anda lakukan berikutnya adalah mejelaskan kekeliruan tersebut kepada murid-murid yang pernah anda ajarkan waktu itu, bisa dengan telephon, sms, email pribadi ataupun sarana lainnya apabila mereka semua masih mungkin anda temui serta meminta mereka untuk tidak melakukan dan menyebarkannya kepada orang lain.
Anda tidak perlu mengumumkan secara terbuka penjelasan ini sehingga diketahui oleh banyak orang karena hal ini dapat membuka aib yang pernah anda lakukan dahulu. Dan seandainya mereka menolak permintaan anda untuk menghentikan penyebaran situs kotor tersebut maka tidaklah menjadi tanggung jawab anda lagi.
Wallahu A’lam