Ustadz Sigit Pranowo, LC yg dirahmati Allah.
Assalamu’alaikum wr. wb.
Pertanyaan :
1. Tentang Hukum Mandi Wajib utk Sholat Jum’at.
- Apa hukumnya mandi wajib utk sholat Jum’at (tentunya bagi laki-laki)
- Apabila hukumnya wajib, bgmn dengan para Pekerja / Pegawai yang karena terbatasnya waktu dan tempat, sehingga tidak dapat melaksanakan mandi wajib sebelum pergi sholat Jum’at.
- Apabila telah melaksanakan mandi wajib utk sholat Jum’at, kemudian karena sesuatu hal menjadi batal dan tidak dapat melaksanakan mandi wajib lagi, bgmn hukum sholat Jum’atnya
- Saya seorang Pegawai, setiap Jum’at pagi sebelum berangkat kekantor, saya selalu berniat dan melaksanakan mandi wajib untuk sholat Jum’at. Akan tetapi dalam perjalanan waktu hari Jum’at itu, mandi wajib saya pasti selalu batal (karena buang air kecil, misalnya). Bagaiman hukumnya sholat Jum’at saya selama ini.
2. Apa hukumnya menyentuh (memegang) alat kelamin (milik sendiri maupun milik anak kecil/bayi baik disengaja maupun tidak disengaja) setelah mempunyai wudhu, apakah wudhu nya batal ?
Terima kasih atas jawaban pencerahan Ustadz.
Wassalamu’alaikum wr. wb.
Hormat saya
Suharto
Waalaikumussalam Wr Wb
Saudara Suharto MZ yang dimuliakan Allah swt
Mandi di Hari Jum’at
Sayyid Sabiq ketika menyebutkan tentang mandi yang disunnahkan maka beliau menyebutkan mandi di hari jum’at. Hari jum’at adalah hari berkumpulnya (kaum muslimin) untuk melaksanakan ibadah dan shalat dan Sang Pembuat syariat memerintahkan agar mandi bahkan mengukuhkannya agar kaum muslimin ketika berkumpul dalam keadaan yang terbaik, yaitu kebersihan dan kesucian.
Dari Abu Said bahwa Nabi saw bersabda,”Mandi di hari jum’at adalah wajib bagi setiap orang yang telah bermimpi..” (HR. Bukhori dan Muslim)
Yang dimaksud dengan telah bermimpi adalah telah baligh sedangkan yang dimaksud dengan wajib adalah pengukuhan terhadap anjuran (sunnah) berdasarkan apa yang diriwayatkan oleh Bukhori dari Ibnu Umar bahwa Umar bin Khottob tatkala berdiri diatas mimbar pada hari jum’at lalu masuklah seorang laki-laki dari kalangan Muhajirin pertama dari para sahabat Nabi saw, yaitu Utsman. Maka Umar memanggilnya,”Hari apa ini?’ Utsman menjawab,”Sesungguhnya aku begitu sibuk sehingga aku tidak kembali ke keluargku sehingga aku mendengar suara adzan dan aku tidaklah manambah dari sekedar aku berwudhu.” Umar berkata,”Wudhu juga. Bukankah engkau telah mengetahui bahwa Rasulullah saw memerintahkan untuk mandi?’
Syafi’i mengatakan bahwa ketika Utsman tidak meninggalkan shalat untuk mandi dan Umar tidak pula memerintahkannya untuk keluar (dari masjid) untuk mandi adalah dalil bahwa kedua sahabat tersebut mengetahui bahwa mandi (di hari jum’at) adalah pilihan.
Dalil lain yang menunjukkan disunnahkannya mandi juga adalah apa yang diriwayatkan oleh Muslim dari Abu Hurairoh dari Nabi saw bersabda,”Barangsiapa yang berwudhu lalu membaguskan wudhunya kemudia mendatangi shalat jum’at dan mendengarkan (khutbah) maka diampuni (dosa) baginya dari jum’at hingga jum’at serta ditambah tiga hari).
Al Qurthubi didalam menetapkan argumentasi dengan hadits ini tentang disunnahkannya mandi dihari jum’at : disebutkannya wudhu (didalam hadits itu) dengan disertai adanya pahala menunjukkan bahwa hal itu sah dan bukti bahwa berwudhu saja sudah cukup.
Al hafizh Ibnu Hajar didalam “at Talkhish” mengatakan bahwa sesungguhnya perkataan yang paling kuat dan berdasarkan dalil adalah tidak diwajibkannya mandi pada hari jum’at. Dan perkataan disunnahkannya itu dibangun diatas landasan bahwa mandi tidaklah menimbulkan kemudharatan . dan jika meninggalkan mandi menjadikan orang lain tidak nyaman dikarenakan bau keringat yang tidak enak atau keburukan lainnya maka mandi menjadi suatu kewajiban dan meninggalkan mandi menjadi diharamkan.
Sekelompok ulama berpendapat bahwa perkataan diwajibkannya mandi di hari jum’at walaupun tidak menyakiti orang lain berargumentasi dengan perkataan Abu Hurairoh bahwa Nabi saw bersabda,”Hak bagi setiap muslim adalah mandi sehari di setiap tujuh hari dengan mencuci kepala dan badannya.” (HR. Bukhori dan Muslim) mereka menajdikan hadit-hadits didalam bab ini berdasarkan lahiriyahnya serta untuk menjawab orang-orang yang bertentangan dengannya. (Fiqhu as Sunnah juz I hal 69)
Dengan demikian mandi di hari jum’at tidaklah berpengaruh pada sah atau tidak shalat jum’atnya. Begitu juga dengan mereka yang berpendapat bahwa mandi di hari jum’at adalah wajib mengatakan bahwa mandi tersebut bukanlah syarat sahnya shalat jum’at karena ia bukan untuk menghilangkan hadats, berdasarkan hadits Ibnu Umar diatas.
Bagi orang yang sudah melaksanakan mandi di hari jum’at pada pagi hari kemudian ia berhadats maka cukuplah baginya berwudhu. Al Atsram berkata,”aku mendengar Ahmd pernah ditanya tentang orang yang telah melakukan mandi di hari jum’at kemudian dia berhadats maka apakah cukup baginya berwudhu?” Dia menjawab,”Ya, dan aku tidak mendengar dalam hal ini yang lebih tinggi dari hadits Ibnu Abzaa.
Ahmad menunjukkan pada apa yang diriwayatkan oleh Ibnu Syaibah dengan sanad shahih dari Abdurrahman bin Abzaa dari ayahnya dan ia memiliki seorang sahabat bahwa dia mandi di hari jum’at kemudian berhadats lalu berwudhu dan tidak mengulangi mandi hingga berlalunya waktu mandi dengan selesainya shalat jum’at. Barangsiapa yang mandi setelah shalat maka tidaklah ada baginya mandi di hari jum’at orang yang melakukannya (mandi) maka ia tidak dianggap melakukan apa yang diperintahkannya (mandi di hari jum’at) berdasarkan hadits Ibnu Umar bahwa Nabi saw bersabda,”Apabila seorang dari kalian mendatangi shalat jum’at maka mandilah.” (HR. al Jama’ah)
Menyentuh Alat Kelamin Setelah Berwudhu
Sayyid Sabiq menyebutkan bahwa diantara yang membatalkan wudhu adalah menyentuh kemaluan tanpa penghalang berdasarkan hadits Yusroh binti Shafwan bahwa Nabi saw bersabda,”Barangsiapa yang menyentuh kemaluannya maka janganlah dia melaksanakan shalat hingga berwudhu.” (HR. Imam yang lima dan dishahihkan oleh Tirmidzi. Bukhori mengatakan bahwa hadits ini adalah yang paling shahih didalam bab ini. Imam Malik, Syafi’i, Ahmad dan yang lainnya juga meriwayatkannya. Abu Daud berkata,”Aku mengatakan kepada Ahmad,”Hadits Yusroh tidaklah shahih?” Dia menjawab,”bahkan ia adalah shahih.” Didalam satu riwayat Ahmad dan Nasa’i dari Yusroh bahwa dirinya mendengar Rasulullah saw besabda,”Hendaklah berwudhu orang yang menyentuh kemaluan.” Ini termasuk menyentuh kemaluannya sendiri maupun kemaluan orang lain)
Dari Abu Hurairoh baha Nabi saw bersabda,”Barangsiapa yang mengusap kemaluannya dengan tangannya tanpa adanya penghalang maka wajib baginya berwudhu.” (HR. Ahmad, Ibnu Majah, Hakim dan dishahihkan olehnya serta Ibnu Abdil Barr. Ibnu as Sakan mengatakan bahwa hadits ini adalah yang terbaik yang diriwayatkan didalam bab ini.)
Didalam lafazh Syafi’i disebutkan,”Jika seorang diantara kalian mengusap kemaluannya dengan tangannya dan tanpa adanya penghalang diantara keduanya maka hendaklah dia berwudhu.” Dari ‘Amr bin Syu’aib dari ayahnya dan kakeknya bahwa siapa saja lelaki yang menyentuh kemaluannya hendaklah berwudhu dan siapa saja wanita yang menyentuh kemaluannya maka hendaklah berwudhu.” (HR, Ahmad. Ibnul Qoyyim mengatakan bahwa al Hazmi mengatakan bahwa sanad hadits ini shahih)
Sementara itu para ulama Hanafi berpendapat bahwa menyentuh kemaluan tidak membatalkan wudhu berdasarkan hadits Thalq bahwa seorang laki-laki bertanya kepada Nabi saw tentang orang yang menyentuh kemaluannya, apakah diharuskan baginya berwudhu?” Nabi saw menjawab,”Tidak, karena ia hanyalah bagian dari anggoa tubuhmu.” (HR. Imam Lima dan dishahihkan oleh Ibnu Hibban. Ibnu al Madiniy mengatakan bahwa hadits ini lebih baik dari hadits Yusroh)—(Fiqh as Sunnah juz I hal 53 – 54)
Dengan demikian jumhur ulama berpendapat bahwa menyentuh kemaluan baik kemaluan sendiri maupun orang lain termasuk anak kecil membatalkan wudhu dan diharuskan baginya berwudhu manakala akan melaksanakan shalat.
Wallahu A’lam
-Ustadz Sigit Pranowo, Lc-
Bila ingin memiliki karya beliau dari kumpulan jawaban jawaban dari Ustadz Sigit Pranowo LC di Rubrik Ustadz Menjawab , silahkan kunjungi link ini :
Resensi Buku : Fiqh Kontemporer yang membahas 100 Solusi Masalah Kehidupan…