Pak Ustadz, apakah dosa zina yg tlh dilakukan oleh seseorang pd masa lalu hrs diceritakan kpd calon pasangannya? Karena kalau memang hrs diceritakan bukankah itu namanya membuka aib, sementara dari keterang Ustadz yg prnh sy baca, salah satu yg harus dilakukan oleh seseorang yg pernah berzina adalah menutupi aibnya dan tidak menceritakannya kepada siapa pun. Tp kalau tidak diceritakan, jika suatu saat pasangan tau, takutnya akan jd bumerang bagi rumah tangga tsb.
Terima kasih,
Assalamu’alaikum wr. wb.
Waalaikumussalam Wr Wb
Allah swt meminta kepada setiap orang yang melakukan perbuatan dosa dan maksiat untuk segera bertaubat kepada Allah swt sebagai bukti akan masih adanya keimanan didalam dirinya, sebagaimana firman Allah swt :
وَتُوبُوا إِلَى اللَّهِ جَمِيعًا أَيُّهَا الْمُؤْمِنُونَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ
Artinya : “Dan bertaubatlah kamu sekalian kepada Allah, Hai orang-orang yang beriman supaya kamu beruntung.” (QS. An Nuur : 31)
Di dalam firman Allah di ayat lain disebutkan,
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا تُوبُوا إِلَى اللَّهِ تَوْبَةً نَّصُوحًا
Artinya : “Hai orang-orang yang beriman, bertaubatlah kepada Allah dengan taubatan nasuhaa (taubat yang semurni-murninya).” (QS. At Tahrim : 8)
Didalam dua ayat tersebut Allah swt memerintahkan kepada orang-orang yang beriman untuk segera bertaubat atas segala kesalahan dan dosa yang dilakukan karena taubat merupakan wajib ain disetiap waktu dan keadaan.
Al Qurthubi mengatakan bahwa tentang taubat nashuha ini telah terdapat 23 pendapat para ulama dan diantara yang disebutkan oleh beliau adalah pendapat al Junaid bahwa taubat nashuha adalah orang itu melupakan dosanya dan tidak menyebutkannya lagi selama-lamanya karena siapa yang benar taubatnya maka ia menjadi orang yang mencintai Allah swt dan siapa yang mencintai Allah swt maka ia akan melupakan sesuatu selain Allah swt. (al Jami’ Li Ahkamil Qur’an juz XVIII hal 422)
Dan seorang yang bertaubat dengan taubatan nashuha maka diharuskan baginya untuk meninggalkan dan menyesali perbuatan dosanya itu, bertekad kuat untuk tidak mengulangi lagi selama-lamanya serta jika kesalahan tersebut terkait dengan hak-hak orang lain maka diharuskan baginya untuk mengembalikannya kepada yang memilikinya.
Allah swt menjanjikan ampunan bagi setiap hamba-Nya yang bertaubat dari segala kemaksiatan yang dilakukannya itu betapapun besarnya dosa tersebut selama orang itu tidak melakukan dosa-dosa syrik.
Athiyah Saqar mengatakan apabila seorang wanita yang melakukan maksiat tidak menyebarluaskan tentang penyimpangannya dan tidak diketahui kecuali dirinya atau orang-orang tertentu dari keluarganya maka tidak perlu baginya untuk memberitahukan tentang masa lalunya itu kepada orang yang datang meminangnya (calon pasangannya).
Umar bin Khottob ra pernah melarang seorang laki-laki yang ingin menjelaskan aib putrinya tentang apa yang menimpa dirinya tatkala orang itu ingin menikahkannya. Hal itu merupakan kejanggalan yang tidak ada penipuan didalamnya. Dan jika seorang yang kehilangan keperawanannya kemudian melakukan operasi pencangkokan atau melakukan penggantian maka ini termasuk penipuan yang kelak akan tersingkap…
Dan seandainya lelaki yang meminangnya itu bertanya kepadanya tentang masa lalu dan aib-aibnya maka diharuskan baginya untuk memberitahukannya karena bisa jadi apabila lelaki itu mengetahui kejujuran dan kesungguhannya dalam bertaubat ia akan bersimpati atas keterusterangannya sehingga menikahinya. (Fatawa al Azhar juz XX hal 43)
Jadi dibolehkan bagi seorang wanita yang pernah melakukan perbuatan zina dimasa lalunya kemudian dirinya telah bertaubat dengan taubat nashuha atas perbuatannya itu untuk tidak memberitahukan perihal aib tersebut kepada lelaki yang datang meminangnya dikarenakan Allah swt telah menutupi aibnya tersebut, sebagaimana sabda Rasulullah saw,”Setiap umatku mendapat pemaafan kecuali orang yang menceritakan (aibnya sendiri). Sesungguhnya diantara perbuatan menceritakan aib sendiri adalah seorang yang melakukan suatu perbuatan (dosa) di malam hari dan sudah ditutupi oleh Allah swt kemudian dipagi harinya dia sendiri membuka apa yang ditutupi Allah itu.” (HR. Bukhori dan Muslim)
Akan tetapi apabila ia ditanya oleh lelaki yang datang meminangnya tentang aib-aib masa lalunya maka hendaklah dia berterus terang dan memeritahukan kepadanya. Hal ini diperbolehkan dan bukan termasuk membuka aib dikarenakan untuk suatu kemaslahatan sebagaimana disebutkan hadits diatas. Setelah itu hendaklah dirinya bertawakal dan menyerahkan sepenuhnya kepada Allah swt apakah lelaki tersebut akan menerima atau menolak dirinya untuk dijadikan sebagai pasangan hidupnya.
Wallahu A’lam
Ustadz Sigit Pranowo Lc
Bila ingin memiliki karya beliau dari kumpulan jawaban jawaban dari Ustadz Sigit Pranowo LC di Rubrik Ustadz Menjawab , silahkan kunjungi link ini :
Resensi Buku : Fiqh Kontemporer yang membahas 100 Solusi Masalah Kehidupan…