assalamualaikum wr.wb.
ustadz yang insya Allah dirahmati Allah SWT. saya pernah membaca di internet mengenai fatwa syaikh bin baz yang mengharamkan safar ke negeri kafir. benarkah itu? saya berencana untuk melanjutkan studi saya (S2) ke luar negeri, dan bisa dibilang negeri tujuan saya adalah negeri kafir. saya merasa fatwa itu menyempitkan perjuangan umat Islam untuk menjadikan umat ini sebagai soko guru peradaban dunia. kita tida bisa menampik bahwa sekarang ini, secara umum, dunia dikuasai oleh kaum kuffar dan ilmu-ilmu pengetahuan dunia juga dikuasai oleh mereka. saya butuh penjelasan syari mengenai masalah ini. jazakallah atas bantuannya.
Waalaikumussalam Wr Wb
Saudara Romadhani yang dimuliakan Allah swt
Didalam Majmu’ Fatawa Ibn Baaz disebutkan bahwa bepergian (safar) ke negeri-negeri kafir mengandung bahaya yang harus diwaspadai kecuali ada suatu keterpaksaan sekali. Nabi saw bersabda,”Aku berlepas diri dari setiap muslim yang menetap diantara orang-orang musyrikin.” (Sunan Tirmidzi bab as Sair (1604) dan Sunan Abu Daud bab jihad (2645)).
Hal itu adalah sebuah bahaya besar yang mesti diwaspadai, maka wajib bagi negara untuk tidak mengirim ke negeri-negeri musyrik kecuali terpaksa dengan senantiasa memperhatikan bahwa orang-orang yang dikirim itu adalah orang yang tidak diragukan lagi ilmu, keutamaan dan ketakwaannya. Dan hendaklah mereka disertai oleh orang yang senantiasa mengingatkannya dan mengontrol keadaannya, demikianlah apabila orang-orang yang diutus itu adalah para dai yang menyeru ke jalan Allah swt dan menyebarkan islam diantara orang-orang kafir dengan ilmu dan keutamaan mereka yang dibutuhkan maka tidaklah mengapa.
Adapun mengirimkan para pemuda ke negeri-negeri kafir selain dari yang kami sebutkan diatas atau mengizinkan mereka untuk safar ke sana maka itu adalah suatu kemunkaran dan mengandung bahaya besar, demikian halnya kepergian ke sana untuk bisnis juga mengandung bahaya besar karena itu adalah negeri-negeri syrik—kemusyrikan di sana begitu nyata—dan kemaksiatan di sana begitu tampak, kerusakan tersebar luas dan manusia berada dalam bahaya setan dan hawa nafsu teman-teman yang buruk maka haruslah waspada terhadapnya. (Majmu’ Fatawa Ibn Baaz juz XXIV hal 24 – 25)
Didalam fatwanya yang lain, Syeikh Ibn Baaz mengatakan bahwa tidak diragukan lagi kepergian para mahasiswa—ke negeri-negeri kafir, pen—mengandung bahaya besar baik mereka adalah kaum muslimin sejak lahir maupun kaum muslimin yang baru. Tidak diragukan bahwa perihal bahaya itu haruslah menjadi perhatian dan kewaspadaan terhadap akibatnya yang besar.
Kami telah menuliskan dan mewanti-wanti lebih dari sekali tentang bepergian ke luar negeri—negeri-negeri kafir—dan telah kami jelaskan bahayanya. Dan jika memang harus bersafar maka hendaklah mereka adalah orang-orang yang telah memiliki banyak ilmu dan memahami agama mereka serta ditemani oleh seorang yang senantiasa mengingatkan dan memperhatikan prilakunya sehingga tidak beralih kepada agama-agama mereka yang dapat merusaknya….
Apabila seorang siswa SMP atau SMA atau mahasiswa yang ingin melanjutkan S-2 pergi ke sana maka sungguh bahayanya besar. Untuk itu haruslah disediakan speliasasinya itu di dalam negeri sehingga tidak perlu lagi pergi ke luar negeri. Namun apabila ternyata memang harus bersafar ke luar negeri maka hendaklah dipilih orang-orang tertentu yang memiliki keutamaan akhlak, berilmu, memiliki kecerdasan akal serta keistiqomahan didalam agama serta hendaklah dirinya disertai oleh orang yang mengarahkannya dan memperhatikan pergaulannya hingga mereka kembali dengan syarat bahwa kelas spesialisasi yang akan diambilnya itu memang tidak ada di dalam negeri atau tidak cukup memadai.
Kami berdoa kepada Allah agar senantiasa memberikan taufiq-Nya kepada para pemimpin kebaikan dan menolong orang-orang berilmu didalam menunaikan kewajiban mereka.” (Majmu’ Fatawa Ibn Baaz juz V hal 390 – 391)
Saya melihat dari kedua fatwa diatas, bahwa Syeikh Ibn Baaz tidaklah melarang secara mutlak setiap kepergian seseorang ke negeri-negeri kafir, termasuk didalamnya para mahasiswa yang ingin melanjutkan studinya di sana.
Dari fatwanya tersebut paling tidak ada tiga persyaratan yang harus dipenuhi oleh seorang mahasiswa yang akan melanjutkan studinya ke negeri-negeri kafir :
1. Keadaannya yang terpaksa (darurat); yaitu bidang studi atau disiplin ilmu yang dibutuhkannya itu tidaklah ada di dalam negeri atau ada akan tetapi kualitasnya tidaklah memadai sehingga memaksanya untuk melanjutkannya ke sana.
2. Orang tersebut harus memiliki ketahanan iman yang kuat untuk dapat menolak berbagai kemaksiatan dan syubuhat yang akan dihadapinya nanti di negeri kafir itu dan hendaklah dirinya berusaha keras untuk tetap istiqomah diatas agamanya (islam). Dan setiap mahasiswa muslim yang akan berangkat ke sana hendaklah membekali dirinya dengan ilmu-ilmu aqidah, akhlak dan aturan-aturan islam.
3. Hendaklah mencari lingkungan orang-orang islam yang shaleh di sana agar setiap prilaku dan keadaannya benar-benar terkontrol dengan baik. Lingkungan ini sangatlah penting untuk menjaga keistiqomahan seseorang baik dalam aqidah maupun ibadahnya, sebagaimana diriwayatkan oleh Hakim dari Abu Hurairoh bahwa Rasulullah saw bersabda,”Seseorang itu tergantung dari agama teman dekatnya maka lihatlah siapa yang menjadi teman dekatnya.”
Wallahu A’lam