Ustadz saya sering mendengar kalangan umat islam berkata yang menurutnya dari hadith yaitu” perbedaan di kalangan umat adalah rahmat ” hati nurani saya selalu tidak nyaman dengan kalimat ini karena dalam Al quran kita di perintah untuk menjaga ukhuwah yang ingin saya tanyakan kedudukan hadith tersebut dan di nukil dari mana, sekian jazakumullah.
Waalaikumussalam Wr Wb
Saudara Irfan Dewanto yang dimuliakan Allah swt
Al Albani mengatakan didalam “Silsilah al Ahadits adh Dhaifah” (1/141) bahwa hadits “Perbedaan umatku adalah rahmat” tersebut tidaklah memiliki dasar. Para ahli hadits telah berupaya didalam meneliti tentang sanadnya namun mereka semua tidak mendapatkannya kecuali perkataan Suyuthi didalam “al Jami’ ash Shoghir”,”Barangkali ia diriwayatkan didalam beberapa kitab para Hufazh yang belum sampai kepada kita.” Dan ini jauh menurutku (Al Albani) jika ada dari beberapa hadits Nabi saw yang hilang dan ini tidak pantas diyakini oleh seorang muslim.
Al Manawiy menukil dari as Subkiy, dia mengatakan bahwa hadits tersebut tidak dikenal dikalangan para ulama hadits dan aku tidak menemukan bahwa hadits itu memiliki sanad yang shahih, lemah atau maudhu’. Hal itu ditegaskan oleh Syeikh Zakaria al Anshariy didalam catatannya tentang “Tafsir al Baidhowi” (2/92). (as Silsilah adh Dhaifah juz I hal 134)
Syeikh Athiyah Saqar mengatakan bahwa hadits “Perbedaan umatku adalah rahmat” disebutkan oleh Baihaqi ddalam “Risalah” nya dan mensanadkannya dari hadits Ibnu Abbas didalam “al Madkhol” dengan lafazh “Perbedaan para sahabatku adalah rahmat bagi kalian.” Dengan sanadnya yang lemah sebagaimana disebutkan al Iraqi didalam ‘takhrijnya terhadap hadits-hadits yang ada didalam kitab “Ihya Ulumuddin” (juz I hal 25)
Sebab dari perkataan itu—sebagaimana disebutkan beberapa kitab—bahwa seorang Arab Badui telah bersumpah tidak menghampiri istrinya pada satu waktu dari masa (al hiin minad dahr) namun orang Arab badui itu tidaklah menentukan lamanya satu waktu dari masa yang disumpahkan itu.
Orang itu pun mendatangi Rasulullah saw untuk menanyakannya namun dia tidak mendapati Rasulullah saw lalu dia menanyakannya kepada Abu Bakar ra maka Abu Bakar pun mengatakan,”Pergilah dan ceraikan isterimu, karena makna dari satu waktu dari masa berarti sepanjang umurmu seluruhnya.” Lalu orang Arab Badui itu pun bertanya kepada Umar maka Umar pun berkata,”Jika kamu hidup hingga empat puluh tahun maka dimungkinkan bagimu untuk kembali kepada isterimu karena makna al hiin adalah empat puluh tahun.”
Lalu orang itu bertanya kepada Utsman maka Utsman pun menjawab,”Tunggulah setahun lalu kembali lah kepada isterimu, karena al hiin adalah satu tahun saja.” Lalu orang itu bertanya kepada Ali ra maka Ali bertanya kembali kepadanya,”Kapan kamu bersumpah?” orang itu menjawab,”Kemarin.” Utsman pun menjawab,”Kembalilah kepada isterimu karena makna al hiin adalah setengah hari.”
Lalu orang Arab Badui itu mengisahkannya kepada Rasulullah saw maka Rasulullah saw pun bertanya kepada para sahabat yang empat itu tentang dasar pendapat mereka.
Abu Bakar pun mengatakan bahwa dirinya mendasarkannya kepada firman Allah swt terhadap kaum Yunus :
فَلَوْلاَ كَانَتْ قَرْيَةٌ آمَنَتْ فَنَفَعَهَا إِيمَانُهَا إِلاَّ قَوْمَ يُونُسَ لَمَّآ آمَنُواْ كَشَفْنَا عَنْهُمْ عَذَابَ الخِزْيِ فِي الْحَيَاةَ الدُّنْيَا وَمَتَّعْنَاهُمْ إِلَى حِينٍ
Artinya : “Dan mengapa tidak ada (penduduk) suatu kota yang beriman, lalu imannya itu bermanfaat kepadanya selain kaum Yunus? tatkala mereka (kaum Yunus itu), beriman, Kami hilangkan dari mereka azab yang menghinakan dalam kehidupan dunia, dan Kami beri kesenangan kepada mereka sampai kepada waktu yang tertentu.” (QS. Yunus : 98)
Rasulullah saw pernah menafsirkan hal itu bahwa Allah swt telah membiarkan mereka tanpa diadzab sepanjang usia mereka.
Sementara Umar menyandarkan pendapatnya kepada firman Allah swt :
هَلْ أَتَى عَلَى الْإِنسَانِ حِينٌ مِّنَ الدَّهْرِ لَمْ يَكُن شَيْئًا مَّذْكُورًا
Artinya : “Bukankah telah datang atas manusia satu waktu dari masa, sedang Dia ketika itu belum merupakan sesuatu yang dapat disebut?” (QS. Al Insan : 1)
Rasulullah saw pernah menafsirkan hal itu bahwa telah datang atas Adam selama empat puluh tahun sebagai makhluk yang telah dibentuk yang tidak mengetahui siapa dirinya, siapa namanya dan apa yang diinginkan darinya.
Sementara Utsman menyadarkan pendapatnya kepada firman Allah swt :
Artinya : “Pohon itu memberikan buahnya pada setiap musim dengan seizin Tuhannya.” (QS. Ibrahim : 25) dan pohon korma memberikan buahnya setiap tahun.
Sedangkan Ali menyandarkan pendapatnya kepada firman Allah swt :
Artinya : “Maka bertasbihlah kepada Allah di waktu kamu berada di petang hari dan waktu kamu berada di waktu subuh,” (QS. Ar Ruum : 17) dan hiin (waktu itu) adalah setengah hari.
Ada juga yang mengatakan bahwa sesungghunya kisah ini adalah terhadap sabda Rasulullah saw,”Para sahabatku seperti bintang-bintang, siapa saja dari mereka yang kalian ikuti maka kalian akan mendapatkan petunjuk.” Ini juga hadits lemah bahkan ada yang mengatakan maudhu’ (palsu), diriwayatkan oleh ad Darimiy.
Hadits-hadits lainnya yang semisal itu memiliki sanad-sanad yang lemah, apa pun derajat hadits ini maka hal itu bukanlah suatu pujian dari Nabi saw terhadap segala bentuk perbedaaan akan tetapi terhadap perbedaan didalam pendapat ijtihadi yang didalamnya tidak terdapat nash yang qoth’i dan setiap dari mereka menyandarkan pendapatnya kepada nash Al Qur’an maka hal itu dimaafkan jika terjadi kesalahan.
Sebagaimana diketahui bahwa perbedaan didalam berbagai pendapat ijtihadiyah akan memberikan kesempatan kepada manusia untuk memilih yang sesuai dengan keadaannya maka dari sinilah muncul berbagai madzhab fiqhi yang kita kenal dan bersikap taqlid kepada madzhab mana pun maka diperbolehkan dan tidak ada kesempitan didalamnya. (Fatawa Al Azhar juz VIII hal 209)
Dengan demikian meskipun hadits tersebut tidak memiliki dasar atau tidak berasal dari Rasulullah saw namun secara makna tidaklah salah jika kita tempatkan pada berbagai permasalahan fiqih.
Wallahu A’lam