Assalamu’alaikum,
Saya ingin menanyakan 3 hal kepada ustadz, mengenai permasalahan yang saya hadapi dan bagaimana penyelesaiannya menurut pandangan islam.
1. Apakah seorang laki-laki harus mendapatkan izin dari istri pertama dan ibu kandungnya, jika akan menikah yang kedua kalinya?
2. Bagaimanakah sikap seorang suami dalam menanggapi permintaan istri pertama yang minta cerai jika suami tidak menceraikan istri kedua? dengan alasan cemburu dan tidak mau dimadu.
3. Dan bagaimana menanggapi permintaan ibu kandung sendiri, yang meminta untuk menceraikan istri kedua dikarenakan pernah berselisih paham dengan orang tua istri kedua tersebut diwaktu jauh hari sebelum menikah dan tidak ada sangkut pautnya dengan ada pernikahan ini.
mohon jawabannya yang sekiranya, dalam melangkah nanti agar tidak terjadi kekeliruan.
Jazakallohu Khoirul Jaza’.
Wassalam
Waalaikumussalam Wr Wb
Saudara Affandi yang dimuliakan Allah swt
Tidak Disyaratkan Izin istri Untuk Berpoligami
Sebagaimana telah diketahui bahwa poligami dibolehkan menurut islam dengan syarat dirinya mampu berlaku adil terhadap semua isterinya, firman Allah swt :
وَإِنْ خِفْتُمْ أَلاَّ تُقْسِطُواْ فِي الْيَتَامَى فَانكِحُواْ مَا طَابَ لَكُم مِّنَ النِّسَاء مَثْنَى وَثُلاَثَ وَرُبَاعَ فَإِنْ خِفْتُمْ أَلاَّ تَعْدِلُواْ فَوَاحِدَةً أَوْ مَا مَلَكَتْ أَيْمَانُكُمْ ذَلِكَ أَدْنَى أَلاَّ تَعُولُواْ
Artinya ; “Dan jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil terhadap (hak-hak) perempuan yang yatim (bilamana kamu mengawininya), Maka kawinilah wanita-wanita (lain) yang kamu senangi : dua, tiga atau empat. Kemudian jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil maka (kawinilah) seorang saja atau budak-budak yang kamu miliki. yang demikian itu adalah lebih dekat kepada tidak berbuat aniaya.” (QS. An Nisaa : 3)
Islam tidak mensyaratkan adanya izin istri terhadap suaminya yang ingin melakukan poligami selama dirinya mampu untuk berlaku adil kepada seluruh istrinya. Akan tetapi sebaiknya seorang suami yang ingin berpoligami terlebih dahulu mengkomunikasikannya dan meminta izin istri pertamanya agar dia bisa menerima kehadiran istri keduanya. Hal ini penting demi menjaga perasaan istrinya dan menghindari kemungkinan terjadinya permasalahan diantara mereka dikemudian hari.
Permintaan Istri dan Ibu Untuk Menceraikan Istri Kedua
Setelah adanya akad nikah secara sah menurut syariat antara anda dengan wanita itu maka wanita itu adalah istri anda yang berhak untuk mendapatkan seluruh hak-haknya sebagai isteri serta berhak mendapatkan perlakuan yang sama (adil) dari anda sebagaimana anda memperlakukan istri pertama anda.
Sayyid Sabiq mengatakan bahwa akad nikah didalam islam bertujuan untuk selamanya dan seterusnya hingga meninggal dunia sehingga suami istri bersama-sama dapat mewujudkan rumah tangga tempat berlindung, menikmati naungan kasih sayang dan dapat memelihara anak-anaknya dalam pertumbuhan yang baik. Karena itu, dikatakan bahwa ikatan antara suami istri adalah ikatan paling suci dan paling kokoh. Tidak ada suatu dalil yang lebih jelas menunjukkan tentang sifat kesuciannya yang demikian agung itu selain dari Allah sendiri yang menamakan ikatan perjanjian antara suami istri dengan mitsaqon gholizhon (perjanjian yang kokoh), firman Allah swt :
وَكَيْفَ تَأْخُذُونَهُ وَقَدْ أَفْضَى بَعْضُكُمْ إِلَى بَعْضٍ وَأَخَذْنَ مِنكُم مِّيثَاقًا غَلِيظًا
Artinya : “Bagaimana kamu akan mengambilnya kembali, padahal sebagian kamu telah bergaul (bercampur) dengan yang lain sebagai suami-isteri. dan mereka (isteri-isterimu) telah mengambil dari kamu perjanjian yang kuat.” (QS. An Nisaa : 21)
Jika ikatan antara suami dan istri sedemikian kuatnya, tidak sepatutnya dirusak dan disepelekan dan mengabaikannya sangatlah dibenci oleh Islam karena ia merusak kebaikan dan menghilangkan kemaslahatan antara suami istri.
Ibnu Umar berkata bahwa Rasulullah saw bersabda,”Perbuatan yang sangat dibenci Allah ‘Azza wa Jalla ialah talak.” (HR. Abu Daud dan Hakim dan disahihkan olehnya)
Dengan demikian sebaiknya anda memberikan pengertian kepada istri dan orang tua anda akan realita yang anda hadapi serta meminta agar mereka bisa menerima istri kedua anda sebagai bagian dari keluarga besar anda dikarenakan alasan diatas serta pendapat—yang paling benar—dari para ulama yang mengatakan bahwa perceraian terlarang kecuali karena alasan yng benar, ini adalah pendapat para ulama Hanafi dan Hambali berdasarkan sabda Rasulullah saw,”Allah melaknat setiap lelaki yang suka mencicipi perempuan kemudian menceraikannya (maksudnya : suka kawin cerai).”
Ini disebabkan bercerai itu kufur terhadap nikmat dan kufur terhadap nikmat adalah haram. Jadi tidak halal bercerai kecuali karena darurat. Darurat yang membolehkan cerai yaitu bila suami meragukan kebersihan tingkah laku istrinya atau sudah tidak mempunyai rasa cinta lagi padanya. Hal ini karena perkara hati hanya terletak dalam genggaman Allah. Akan tetapi jika tidak ada alasan apa pun, bercerai yang demikian berarti kufur terhadap nikmat Allah, berlaku jahat kepada istri. Karena itu, dibenci dan terlarang. (Fiqhus Sunnah juz III hal 135 – 136)
Hal lain yang juga perlu kiranya anda lakukan adalah meminta agar orang tua anda menutup rapat peristiwa lama yang pernah terjadi antara mereka dengan orang tua istri kedua anda dan meminta agar orang tua anda memaafkan mereka jika memang mereka berbuat salah dan ini lebih baik dari pada menyimpan dendam yang berkepanjangan terhadap sesama muslim.
Firman Allah swt :
Artinya : “Jadilah engkau pema’af dan suruhlah orang mengerjakan yang ma’ruf, serta berpalinglah dari pada orang-orang yang bodoh.” (QS. Al A’raf : 199)
Al Qirthubi mengatakan bahwa makna “Jadilah engkau pemaaf” termasuk didalamnya adalah menyambungkan orang-orang yang telah memutuskan silaturahim, memaafkan orang-orang yang berbuat salah, berlaku lembut kepada orang-orang beriman dan yang lainnya dari akhlak orang-orang yang ta’at. (Al Jami’ Li Ahkamil Qur’an, jilid IV hal 296)
Wallahu A’lam