Assalamu’alaikum Wr. Wb.
Ustad yang saya muliakan, Beberapa waktu lalu teman saya menghubungi saya untuk bisa menyisihkan/menyalurkan dana zakat untuk keperluan membiayai kampanye salah satu caleg Partai Islam di Wilayah Sumatera dengan alasan Caleg itu termasuk golongan Jihad Fisabilillah berdakwah di dunia politik sementara caleg itu tidak memiliki dana untuk membiayai kampanyenya, teman saya menambahkan caleg tersebut ketua Partai Islam yang sebelumnya berprofesi sebagai Dosen PNS.
Namun dengan alasan mengemban amanah Dakwah beliau mengundurkan diri jadi PNS setelah diangkat menjadi ketua Partai Islam dan Caleg.
Hingga saat ini menurut informasi teman saya hanya beliau satu-satunya caleg dan juga ketua partai islam yang belum mensosialisasikan dirinya sebagai Caleg karena tidak memiliki dana untuk mencetak atribut kampanye.
Pertanyaannya adalah apakah Caleg "Miskin" itu bisa dikategorikan sebagai Muzakki karena beliau berdakwah di ranah politik sehingga bisa digolongkan ke dalam kelompok Jihad Fisabilillah salah satu 8 asnaf. dan Apakah dana zakat dapat digunakan untuk keperluan kampanye politik dengan alasan dakwah jihad fisabilillah.
Terima kasih, Jazakallah Khair katsir atas penjelasannya.
Waalaikumussalam Wr Wb
Saudara Dian yang dimuliakan Allah swt
Memang hingar bingar pemilu yang sudah mewarnai seluruh tempat di negeri ini tidak jarang membuat seorang caleg kurang memperhatikan rambu-rambu, baik rambu-rambu akhlak maupun syari’ah, terlebih lagi apabila motivasi seorang caleg hanya sebatas motivasi duniawi.
Untuk itu seorang caleg atau calon pemimpin daerah atau negara harus menyadari bahwa jabatan yang kelak dia emban selepas pemilu adalah amanah berat dihadapan Allah swt yang sering membuat penyesalan dan kehinaan bagi mereka yang tidak menunnaikannya, sebagaimana hadits yang diriwayatkan dari Abu Hurairoh dari Nabi saw bersabda,”Kelak kalian akan sangat ambisius dengan jabatan dan kelak jabatan itu memberikan penyesalan pada hari kiamat. Beruntunglah orang yang menyusu dan celakalah orang yang disapih.” (HR. Bukhori)
Maksud dari ‘beruntunglah orang menyusu adalah keberuntungan didalam kedudukan, jabatan maupun harta bagi orang itu semasa di dunianya sedangkan maksud dari ‘celakalah orang yang disapih’ artinya kecelakaan yang terjadi setelah meninggalnya karena ia akan dihadapkan oleh perhitungan Allah swt.
Seorang caleg atau calon pemimpin harus menyadari bahwa perhitungan Allah swt terhadapnya bukan dimulai pada saat dia menduduki jabatan itu akan tetapi sudah dimulai sejak dirinya berniat untuk mencalonkan diri, cara-cara yang digunakan, pendanaan yang dipakai, janji-janji yang diucapkan hingga selesai masa jabatannya apabila ia terpilih.
Diantara permasalahan yang tampak dan sangat krusial dari semua itu adalah sumber-sumber pendanaan berbagai kampanye seorang caleg atau calon pemimpin. Untuk itu hendaklah ia menimbangnya dengan timbangan syari’ah sehingga jabatan yang kelak diembannya akan mendapat redho dan bantuan dari Allah swt.
Beberapa sumber-sumber dana yang tidak dibenarkan untuk pembiayaan kampanye seorang caleg atau calon pemimpin didalam berbagai kampanyenya :
1. Harta zakat.
Harta zakat tidaklah diberikan kecuali kepada delapan golongan yang telah ditentukan oleh Allah swt didalam firman-Nya :
إِنَّمَا الصَّدَقَاتُ لِلْفُقَرَاء وَالْمَسَاكِينِ وَالْعَامِلِينَ عَلَيْهَا وَالْمُؤَلَّفَةِ قُلُوبُهُمْ وَفِي الرِّقَابِ وَالْغَارِمِينَ وَفِي سَبِيلِ اللّهِ وَابْنِ السَّبِيلِ فَرِيضَةً مِّنَ اللّهِ وَاللّهُ عَلِيمٌ حَكِيمٌ
Artinya : “Sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang miskin, pengurus-pengurus zakat, Para mu’allaf yang dibujuk hatinya, untuk (memerdekakan) budak, orang-orang yang berhutang, untuk jalan Allah dan untuk mereka yuang sedang dalam perjalanan, sebagai suatu ketetapan yang diwajibkan Allah, dan Allah Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana.” (QS. At Taubah : 60)
Dengan demikian tidak diperbolehkan menggunakan harta zakat untuk berbagai kampanye pemilihan para caleg baik mereka adalah orang-orang shaleh atau tidak didalam sebuah pemilu. (Markaz Fatwa, www.islamweb.net)
2. Dana-dana Kebajikan (Umat).
Dana-dana yang dikumpulkan melalui yayasan-yayasan kebajikan wajib disalurkan kepada proyek-proyek kebajikan itu seperti disalurkan untuk keluarga para syuhada, pemeliharaan orang-orang yang membutuhkan dari para janda, anak yatim maupun orang-orang miskin. Dan tidak diperbolehkan dana itu digunakan untuk kampanye seorang caleg pada saat pemilu sebagaimana tidak diperbolehkannya dana itu digunakan untuk memuliakan seseorang akan tetapi ia harus disalurkan ke tempat-tempat yang memang untuk itu dana-dana itu dikumpulkan.
Syeikh Hamid al ‘Ali salah seorang ulama Kuwait mengatakan bahwa wajib mempersempit ruang atau tempat-tempat untuk diberikan bantuan atau infak yang berasal dari dana-dana kebajikan yang dikhususkan bagi orang-orang fakir, miskin, membangun masjid, mencetak mushaf, belajar mengajar yang bermanfaat, buku-buku yang bermanfaat yang tidak menimbulkan berbagai perselisihan diantara para da’i dan mendapatkan celaan dari masyarakat atau sejenisnya.
Beliau juga menyebutkan bahwa tidak diperbolehkan menggunakan dana-dana kebajikan untuk pesta-pesta pemuliaan seseorang. Adapun penggunaan dana-dana itu untuk berbagai kegiatan pemilu atau kemaslahatan para caleg maka ini merupakan dosa besar dan pengkhianatan terhadap harta kaum muslimin. Serta wajib menjauhkan orang yang sudah diketahui menggunakan dana-dana kabajikan yang dikumpulkan dari kaum muslimin untuk kepentingan seperti itu mengemban amanah ini dikarenakan ketidak layakannya dan ketidak amanahannya terhadap harta kaum muslimin.
Dan apabila sebagian dermawan atau yayasan diajak memberikan sedekahnya untuk suatu kegiatan da’wah dan mereka membatasi budget pembiayaannya dan diakhir kegiatan itu terdapat sisa pendanaan maka kelebihan dana tersebut dapat digunakan untuk kegiatan yang serupa atau apabila para donatur itu menginginkan agar kelebihan dikembalikan maka ia haruslah dikembalikan. (ww.islamonline.net)
3. Dana-dana dari orang yang akan mempengaruhi jabatannya kelak.
Praktek-praktek pencarian dana untuk pembiayaan pemilu, kampanye caleg maupun calon pemimpin daerah atau negara dari orang-orang yang kelak memiliki kepentingan terhadap mereka setelah terpilih juga tidak jarang terjadi didalam suatu perhelatan pemilu.
Padahal tidak dipungkiri bahwa hal itu akan membawa pengaruh kepada pada para caleg atau calon pemimpin itu ketika mereka terpilih atau saat mereka menjabat. Bukan tidak mungkin mereka akan dibawah kendali para donatur tersebut dan bekerja demi kepentingan mereka bukan kepentingan umat dan kaum muslimin, sehingga hal ini bisa dikategorikan sebagai bentuk risywah (suap).
Begitu juga dengan seorang caleg yang memberikan sejumlah uang kepada para pemilih agar memilih dirinya didalam pemilu maka ia termasuk suap dikarenakan hal ini akan mengakibatkan pengelabuan hak umat bukan hak pribadi. (www.islamonline.net)
Wallahu A’lam