Waalaikumussalam Wr Wb
Istilah islam KTP yang sering terdengar di masyarakat itu sendiri masih terasa belum jelas makna dan batasan-batasannya. Apakah ia adalah orang yang tidak mau melaksanakan syari’at agama ?! sementara syariat itu sendiri maknanya sangatlah luas tidak hanya mencakup hal-hal yang diwajibkan untuk dilakukan seorang muslim akan tetapi ia adalah yang diturunkan Allah kepada nabi-Nya saw baik dari Al Qur’an maupun Hadits yang berupa hukum-hukum yang terkait dengan permasalahan akidah, keimanan atau perbuatan-perbuatan orang-orang yang mukallaf baik yang diteguhkan dengan dalil-dalil qoth’i maupun zhonni. Syariah ini juga mencakup berbagai perintah, larangan, hudud maupun kewajiban-kewajiban.
Firman Allah swt :
ثُمَّ جَعَلْنَاكَ عَلَى شَرِيعَةٍ مِّنَ الْأَمْرِ فَاتَّبِعْهَا وَلَا تَتَّبِعْ أَهْوَاء الَّذِينَ لَا يَعْلَمُونَ
Artinya : “Kemudian kami jadikan kamu berada di atas suatu syariat (peraturan) dari urusan (agama itu), Maka ikutilah syariat itu dan janganlah kamu ikuti hawa nafsu orang-orang yang tidak Mengetahui.” (QS. Al Jatsiyah : 18)
Dengan demikian tidaklah bisa dikatakan bahwa orang yang enggan menjalankan syariat ketika dia meninggal dunia maka jenazahnya tidak boleh dishalati.
Adapun jika yang anda maksudkan dengan islam KTP adalah orang yang tidak menjalankan shalat selama hidupnya maka jika orang itu tidak mengerjakan shalat dengan disertai pengingkarannya terhadap kewajibannya maka para ulama telah bersepakata akan kekufuran orang itu.
Akan tetapi jika orang itu meninggalkan shalat dengan tetap meyakini bahwa shalat merupakan kewajiban dari Allah swt hanya saja sifat malasnya yang menghalanginya dari mengerjakannya maka terjadi perbedaan pendapat dikalangan para ulama.
Pendapat para ulama Hanafi adalah bahwa orang yang tidak mengerjakan shalat dikarenakan malas maka ia harus dipenjara sehingga dia mengerjakan shalat.
Sedangkan para ulama Maliki dan Syafi’i berpendapat bahwa ia tidaklah dihukum dengan kafir akan tetapi boleh dibunuh jika tidak mau bertaubat. Sedangkan madzhab Imam Ahmad mengatakan bahwa orang itu dihukum dengan kafir dan boleh dibunuh karena dianggap murtad. (Baca : Cara Mengganti Shalat Yang Ditinggalkan)
Dalam hal ini, DR Wahbah lebih cenderung kepada pendapat bahwa ia tidaklah dihukum dengan kafir, berdasarkan dalil-dalil qoth’i yang banyak dan juga orang itu tidaklah kekal di neraka setelah dia mengucapkan dua kalimat syahadat, sabda Rasulullah saw,”Barangsiapa yang mengucapkan Laa Ilaha Illallah dan mengingkari segala yang disembah selain Allah maka terpelihara harta dan darahnya dan perhitungannya ada pada Allah swt.” (HR. Muslim) juga sabda Rasulullah saw,”Akan dikeluarkan dari neraka orang yang mengatakan Laa Ilaha Illallah yang dihatinya masih ada kebaikan sebesar gandum. Akan dikeluarkan dari neraka orang yang mengatakan Laa Ilaha Illallah yang dihatinya masih ada kebaikan seberat atom.” (HR. Bukhori)- (al Fiqhul Islami wa Adillatuhu juz I hal 659 – 661)
Dengan demikian apabila yang dimaksud dengan islam KTP tadi adalah orang yang tidak mengerjakan shalat dengan disertai keyakinan bahwa shalat bukanlah kewajiban dari Allah maka ia adalah kafir dan jenazahnya tidak boleh dishalatkan dan tidak pula dimakamkan dipekuburan kaum muslimin.
Akan tetapi apabila orang itu tidak mengerjakan shalat dengan tetap meyakini bahwa shalat adalah kewajiban namun karena kemalasannya dia enggan mengerjakan shalat maka terjadi perbedaan ulama tentang menshalati jenazahnya, sebagaimana perbedaaan mereka tentang hukum meinggalkan shalat orang yang malas, seperti disebutkan diatas.
Para ulama yang berpegang dengan pendapat imam Ahmad mengatakan bahwa jenazah mereka tidak boleh dishalati dan tidak pula dimakamkan di pekuburan kaum muslimin.
Namun jumhur ulama berpendapat bahwa jika seseorang meninggalkan shalat dengan tidak mengingkari kewajibannya akan tetapi dia meninggalkannya dikarenakan malas, misalnya maka orang itu berdosa besar dan tidak mengeluarkannya dari islam. Orang itu diminta bertaubat hingga tiga hari, apabila ia bertaubat maka segala puji bagi Allah dan apabila ia menolak untuk bertaubat maka hukumannya dibunuh tanpa dianggap ia kafir. Jenazah orang itu tetap dimandikan, dikafani, dishalatkan, didoakan agar mendapat ampunan dan rahmat serta dikuburkan di pemakaman kaum muslimin, Ia boleh mewarisi atau diwariskan hartanya. Secara umum berlaku atasnya hukum-hukum orang-orang muslim yang bermaksiat baik ketika masih hidup maupun setelah meninggal. (www.islamqa-com)
Dengan demikian hendaklah setiap warga di kampung anda memahami permasalahan ini secara baik, terutama didalam permasalahan-permasalahan yang di situ terdapat perbedaan para ulama. Hindarilah sifat fanatisme kepada pendapat atau madzhab yang berlebihan sehingga dapat mengakibatkan kerenggangan shaf atau hubungan kaum muslimin terlebih lagi apabila hal itu sampai mengakibatkan percekcokan hingga beradu fisik. Munculkanlah sifat saling menghargai perbedaan yang ada didalam permasalahan seperti ini. Karena bagaimanapun menjaga ukhuwah islamiyah (persaudaraan sesama kaum muslimin) adalah kewajiban yang diperintahkan Allah swt, sebagaimana firman-Nya :
إِنَّمَا الْمُؤْمِنُونَ إِخْوَةٌ فَأَصْلِحُوا بَيْنَ أَخَوَيْكُمْ وَاتَّقُوا اللَّهَ لَعَلَّكُمْ تُرْحَمُونَ
Artinya : “Orang-orang beriman itu Sesungguhnya bersaudara. sebab itu damaikanlah (perbaikilah hubungan) antara kedua saudaramu itu dan takutlah terhadap Allah, supaya kamu mendapat rahmat.” (QS. Al Hujurat : 10)
Wallahu A’lam
Ustadz Sigit Pranowo
Bila ingin memiliki karya beliau dari kumpulan jawaban jawaban dari Ustadz Sigit Pranowo LC di Rubrik Ustadz Menjawab , silahkan kunjungi link ini :
Resensi Buku : Fiqh Kontemporer yang membahas 100 Solusi Masalah Kehidupan…