Assalamualaikum. wr. wb.
Ustadz ana mohon arahannya,
- Apa hukumnya jika mengeluarkan mani dengan tangan istri atau suami tanpa berjima pada saat bulan ramadhan?dan
- Bagaimana hukumnya jika salah satu dari pasangan mengidap Hyper sex hingga tidak kuat menahan syahwatnya pada saat bulan ramadhan, sebab jika ditahan dia akan merasa pusing dan kehilangan kendali atas dirinya.
terima kasih
Waalaikumussalam Wr Wb
Saudara Fahmi yang dimuliakan Allah swt
Perbuatan diatas termasuk onani (masturbasi) karena pengertian onani didalam fiqih islam adalah mengeluarkan mani dengan menggunakan tangan baik tangan istrinya atau tangan budak perempuannya.
Didalam kitab “al Mausu’ah dl Fiqhiyah” disebutkan bahwa onani dengan menggunakan tangan membatalkan puasa sebagaimana dikatakan para ulama Maliki, Syafi’i, Hambali serta pada umumnya para ulama Hanafi karena persetubuhan yang tidak menumpahkan mani membatalkan puasa terlebih jika ia menumpahkan mani dengan syahwat.
Abu bakar bin al Iskaf dan Abu al Qasim dari kalangan Hanafi mengatakan,”Hal demikian (Onani) tidaklah membatalkan puasa karena tidak adanya jima’ baik dari sisi bentuk maupun maknanya.”
Namun tidaklah diwajibkan atasnya kafarat meskipun ia membatalkan puasa, demikian menurut Syafi’i dan Maliki—Hal ini bertentangan dengan pendapat yang dipegang oleh Maliki dan salah satu pendapat Hambali—karena perbuatan itu menjadikannya berbuka tanpa terjadi jima’ dan juga karena tidak ada nash maupun ijma’ dalam permasalahan ini yang mewajibkan kafarat.
Sedangkan pendapat yang dipegang oleh Maliki adalah diwajibkan atasnya kafarat dan qadha, ini juga riwayat dari Ahmad serta pada umumnya riwayat ar Rafi’i dari kalangan Syafi’iyah serta apa yang diceritakan dari Abi Khalaf ath Thabari dimana perbuatan itu menuntut diwajibkannya kafarat terhadap setiap yang berbuka karena perbuatan tersebut (onani). Dalil diwajibkannya kafarat adalah karena perbuatan itu menyebabkan tumpahnya mani yang menyerupai jima’ (al Mausu’ah al Fiqhiyah juz I hal 1159)
Pada dasarnya tidak mengapa melakukan onani dengan tangan istrinya jika hal itu dilakukan di luar bulan Ramadhan atau pada malam hari Ramadhan atau mereka berdua termasuk orang yang mendapatkan rukhshah (keringanan) untuk tidak berpuasa dikarenakan sakit atau safar.
Akan tetapi apabila onani dilakukan pada siang hari Ramadhan padahal mereka berdua tidak termasuk orang yang mendapatkan rukhsah tidak berpuasa maka perbuatan itu membatalkan puasa, diwajibkan atas keduanya qadha serta bertaubat kepada Allah swt namun tidak diwajibkan atas keduanya kafarat karena kafarat tidaklah dikenakan kecuali terhadap orang yang melakukan jima’.
Jika seorang mengidap hiperseks maka tetap diharuskan baginya untuk berusaha berpuasa ramadhan dan menyibukkan dirinya dengan amal-amal bermanfaat agar mengurangi hasrat atau libido seksualnya terutama di siang hari. Akan tetapi jika hal demikian pun tidak bisa mengurangi libido seksualnya dan dirinya khawatir terjatuh kedalam kemudharatan yang lebih besar maka diperbolehkan baginya berbuka sepertihalnya seorang yang sedang sakit yang dibolehkan baginya berbuka dan diwajibkan atasnya qadha. Namun jika dirinya berbuka maka janganlah dia mengajak pasangannya di siang hari untuk melakukan jima’ atau masturbasi.
Hendaklah dirinya berkonsultasi dengan dokter ahli agar keadaan yang dialaminya itu tidak mengganggu puasanya dan yang terpenting adalah berdoa kepada Allah swt memohon bantuan dan pertolongannya dalam permasalahan ini.
Wallahu A’lam