Assalamu’alaikum Wr. Wb.
Ustadz, akhir-akhir ini waktu terasa semakin cepat berjalan. Apalagi bila kita diasikkan dengan aktivitas-aktivitas keduniawian terutama yang berhubungan dengan hobi, dari hobi sekedar kongkow-kongkow, bermusik, olah raga, sampai hobi memelihara tanaman dan memelihara binatang peliharaan.
Saya ingin bertanya, sebatas mana kita diperbolehkan asik melakukan hobi ? Bagaimana hukumnya memelihara binatang (terutama burung) yang dikurung, dilomba-lombakan dan diperjualbelikan ? Bagaimana batasan hobi yang positif dan negatif menurut Islam ?
Saya sangat mengharapkan penjelasan dari Ustadz agar saya, keluarga dan teman-teman tidak terlanjur keasikan melakukan hobi yang tidak dibenarkan agama.
Sebelumnya saya ucapkan terimakasih.
Wassalamu’alaikum Wr. Wb.
Waalaikumussalam Wr Wb
Saudara Dewanti yang dimuliakan Allah swt
Batasan Hobi
Hobi merupakan naluri manusia untuk menyukai atau menyenangi sesuatu. Untuk itu hobi tidak bisa dijadikan sebagai objek pujian atau celaan secara mutlak melainkan ia dipuji atau dicela berdasarkan latar belakang yang memotivasi keberadaannya. Ibnul Qoyyim mengatakan bahwa kehendak itu mengikut pada objek yang dicintainya. Manakala objek yang dicintai termasuk hal yang pantas untuk dicintai atau pantas menjadi sarana untuk menghantarkan yang bersangkutan pada objek yang layak untuk dicintai, maka cinta yang berlebihan kepadanya tidak akan tercela bahkan dipuji. (Taman Orang-orang Jatuh Cinta jilid II hal 118)
Suatu hobi dapat dikatakan bernilai positif atau negatif menurut tinjauan syari’ah tergantung dari dua hal :
1. Niat atau yang memotivasi dia melakukan hobi tersebut.
Seorang yang memiliki hobi berolah raga misalnya, maka hobi itu tidak bisa diberikan hukum secara mutlak dikarenakan oleh raga bukanlah tujuan didalam islam, ia hanya sebagai sarana untuk mencapai tujuan, seperti berjihad di jalan Allah, menjaga kehormatan-kehormatan agama maupun kemuliaan umat.
Selama ia melakukan olah raga dengan niat agar memiliki badan sehat sehingga memudahkannya untuk meraih kesempurnaan ibadah, bejihad membela umat atau mendukungnya dalam beraktivitas da’wahnya maka hobi seperti ini akan mendapatkan pujian dari Allah bahkan ia bisa menjadi suatu kewajiban, sebagaimana sabda Rasulullah saw,”Sorang mukmin yang kuat lebih baik dan lebih dicintai daripada mukmin yang lemah.” (HR. Muslim)
Jika ia berolah raga hanya sebatas untuk hal-hal yang dibolehkan atau tidak ada larangan didalam islam, seperti untuk hiburan, menghilangkan kepenatan kerja, refreshing, mengisi waktu saja maka hal ini juga dibolehkan.
Akan tetapi apabila olah raganya diniatkan untuk kemaksiatan, seperti dengan badan sehat ia dapat melakukan suatu perampokan, untuk berjudi dan sebagainya maka hal itu diharamkan.
Begitu pula dengan hobi selainnya selama tidak ada nash-nash yang melarang jenis hobi tersebut, sebagaimana yang diriwayatkan dari Umar bin Khottob bahwa Rasulullah saw bersabda,”Sesungguhnya suatu amal tergantung dari niatnya.” (HR. Bukhori Muslim)
2. Jenis hobinya, apakah termasuk didalam kategori halal, haram atau mubah.
Suatu pekerjaan atau perbuatan yang dihalalkan secara tegas oleh syariat tentulah dianjurkan bahkan diwajibkan untuk disenangi, dijadikan hobi untuk dilakukan sebagai wujud kecintaannya kepada Allah dan Rasul-Nya, seperti : hobi membaca Al Qur’an setiap hari, hobi membaca buku-buku agama atau buku-buku lainnya yang bermanfaat, mengerjakan shalat atau yang sejenisnya, sebagaimana sabda Rasulullah saw,”Telah dijadikan shalat sebagai kesukaanku.” (HR. An Nasai)
Adapun pekerjaan atau perbuatan yang terdapat pengharamannya secara pasti didalam Al Qur’an maupun Sunnah maka menyukai, mencintai terlebih lagi melakukannya maka diharamkan oleh agama, seperti seorang yang secara sadar memiliki hobi mencuri, berzina, melakukan suap, memakan harta yatim dan yang sejenisnya.
Haramnya perbuatan atau pekerjaan tertentu tidak bisa dijadikan halal hanya karena baiknya niat yang ada dihati orang yang melakukannya, seperti orang yang berniat dengan uang suap akan membantu da’wah islam, ikut mabuk bersama pemabuk dengan niat bisa diterima kelompok mereka baru kemudian melakukan da’wah ditengah mereka. Hal itu ditegaskan dengan kaidah fiqih yang menyebutkan,”Niat yang baik tidak dapat membenarkan yang haram” atau kaidah lainnya “Bersiasat atas yang haram adalah haram”
Sedangkan terhadap suatu pekerjaan atau perbuatan yang tidak ada nash pengharamannya maka pada dasarnya ia boleh dilakukan tergantung dari niat yang ada dihati orang tersebut, tidak dicampur dengan hal-hal yang diharamkan dan tidak dilakukan berlebih-lebihan sehingga melalaikannya dari hal-hal yang diwajibkan Allah swt atasnya.
Seperti seorang yang memiliki hobi kongkow-kongkow, memelihara tanaman, sepak bola, mendengarkan musik dan sebagainya, sebagaimana disebutkan didalam kaidah fiqih “Segala sesuatu pada asalnya mubah”
Hukum Mememilhara Burung
Syeikh Athiyah Saqor, seorang anggota Majlis Fatwa Al Azhar mengatakan bahwa sebagian burung diciptakan memiliki keindahan fisik, warna, suara atau yang lainnya. Keindahan ini menjadikan burung itu disukai oleh jiwa seseorang dan ini merupakan nikmat Allah swt yang harus disyukuri, sebagaimana firman-Nya :
Artinya : “Katakanlah: "Siapakah yang mengharamkan perhiasan dari Allah yang telah dikeluarkan-Nya untuk hamba-hamba-Nya dan (siapa pulakah yang mengharamkan) rezki yang baik?" (QS. An Nahl : 32)
وَالْخَيْلَ وَالْبِغَالَ وَالْحَمِيرَ لِتَرْكَبُوهَا وَزِينَةً وَيَخْلُقُ مَا لاَ تَعْلَمُونَ
Artinya : “Dan (dia telah menciptakan) kuda, bagal dan keledai, agar kamu menungganginya dan (menjadikannya) perhiasan. dan Allah menciptakan apa yang kamu tidak mengetahuinya.” (QS. An Nahl : 8)
Apabila keindahan yang Allah ciptakan atau keluarkan untuk hamba-hambanya itu terdapat pada sejumlah hewan, tanaman atau yang lainnya maka hal itu dibolehkan dan tidak diharamkan. Begitu juga menghiasi atau memperindah tidaklah dilarang dalam segala hal akan tetapi yang dilarang adalah ketika dilakukan untuk takabbur (menyombongkan diri), berbangga-banggaan atau kemubadziran.
Beliau mengemukakan apa yang diriwayatkan oleh Makhul dari Aisyah yang mengatakan,”Dahulu orang-orang dari para sahabat Rasulullah saw menanti beliau saw didepan pintu dan beliau saw ingin menghampiri mereka. Pada saat itu di rumah terdapat sebuah wadah yang berisi air kemudian beliau saw melihat wajahnya di air tersebut sambil merapihkan jenggot dan rambutnya.
Kemudian aku bertanya,’Wahai Rasulullah mengapa engkau melakukan hal itu?’ beliau saw menjawab,’Ya, apabila seorang laki-laki keluar ingin menemui saudara-saudaranya maka hendaklah ia merapihkan dirinya, sesungguhnya Allah itu indah dan menyukai keindahan.”
Syeikh Saqor juga mengatakan bahwa dibolehkan memelihara burung atau ikan hias ataupun menjualnya selama hal itu berada dalam batas-batas syari’at dan sesuai syarat-syarat berikut :
1. Tidak dimaksudkan dengannya untuk berbangga-banggaan, menyombongkan diri sebagaimana kebiasaan orang-orang yang suka bermewah-mewahan, sesungguh suatu amal tergantung dari niatnya.
2. Pemeliharaan hewan-hewan itu tidak menyibukkannya dari berbagai kewajibannya.
3. Tidak diperbolehkan didalam pemeliharaannya itu mengabaikan pemberian makanan kepada hewan-hewan itu, sebagaimana hadits seorang wanita yang diadzab Allah dikarenakan mengikat seekor kucing tanpa memberikannya makan atau minum. (Fatawa Al Azhar juz I hal 150)
Demikian halnya dengan memperlombakan burung-burung peliharaannya apabila dimaksudkan untuk saling berbangga-banggaan dan menyombongkan diri dengan burung yang dimilikinya itu dihadapan para peserta lomba atau para hadirin yang menyaksikannya tanpa adanya unsur judi sekalipun didalamnya maka hal itu tidak dibolehkan. Akan tetapi apabila perlombaan yang dilakukan hanya sebatas hiburan dan bersih dari hal-hal diatas maka ia dibolehkan.
Wallahu A’lam