C-a-n-t-i-k. Satu kata yang terdiri dari enam huruf ini, begitu memesona kaum perempuan. Yup, perempuan mana yang tidak ingin disebut cantik? Cantik identik dengan sesuatu yang enak dilihat atau dipandang.
Cantik dalam pengertian awam yang kemudian didoktrinisasi kaum kapitalis adalah perempuan yang bertubuh langsing, rambut hitam lurus berkilauan, hidung mancung, bibir seperti delima merekah, mata bening, dan berkulit putih.
Nah, untuk kategori yang terakhir ini, para pemilik modal kemudian berlomba–lomba mengampanyekan produk mereka, terutama di negara–negara dengan ras kulit berwarna, tak terkecuali di Indonesia.
Sepertinya, propaganda mereka tidak salah. Buktinya, banyak perempuan yang terbius atau terhipnotis untuk mendapatkan kulit putih bagai pualam seperti bintang iklan yang mereka lihat di layar kaca. Alhasil, bertebaranlah berbagai produk kecantikan berbahan dasar pemutih alias whitening. Mulai dari yang dijual bebas di pasaran, salon kecantikan, hingga spa bertarif mahal.
Saya sampai terbengong–bengong melihat seorang teman yang memiliki tiga jenis krim pemutih sekaligus. Waktu pemakaiannya pagi, siang dan malam. Menyimpannya juga tidak sembarangan, harus disimpan dalam freezer. Soal harga, wuihhhh, selangit.
Ada pula yang berburu pemutih dengan bahan dasar alami yang katanya terbuat dari plasenta. Entah plasenta apa? Katanya, krim ini bisa membuat kulit mulus dan kenyal (menghambat penuaan) bagai kulit bayi. Saking ngototnya, si teman tidak lagi mempedulikan apakah produk itu halal atau haram. Nauzubillah min dzalik!
Bukannya saya tidak care dengan yang namanya kecantikan. Tapi dari dulu saya memang tidak suka dengan hal yang ribet dalam berdandan. Makanya, peralatan kosmetika yang saya punya cuma bedak, lipstik, penjepit bulu mata dan sisir.
Dulu, sempat beberapa kali facial namun kemudian saya hentikan dengan berbagai alasan, antara lain, saya merasa sangat kesakitan dan tersiksa ketika komedo saya dicongkel dan muka serasa mengkerut saat dimasker. Duh sakit deh. Itu pun saya minta paket facial tanpa pemutih. Hingga, orang salon itu heran. Aneh mungkin, saat orang minta pemutih, saya malah menolak.
Pertanyaannya, kenapa harus whitening? Ya, kenapa harus putih? Selalu dan hampir semua produk kecantikan diiklankan untuk menjadikan kulit putih. Akibatnya, kita termakan propaganda melalui berbagai media terutama televisi, bahwa cantik itu harus putih. Kalau tidak putih sama dengan tidak cantik. Itu harga mati.
Entahlah, saya termasuk orang yang tidak peduli dengan slogan itu. Bukannya narsis atau bagaimana, saya fine–fine saja dengan kulit coklat saya ini, tidak pernah merasa risih apalagi menjadikanya putih berkilau. Bagi saya, coklat itu seksi dan eksotis! Jadi, kenapa harus berusaha mengubahnya?
Saudariku, para muslimah, kita yakin, tidak ada sesuatu pun yang diciptakan Allah Subhanawata’ala secara kebetulan di dunia ini. Semua ada maksud dan tujuan. Dan bukankah manusia itu sudah diciptakan dalam sebaik–baiknya bentuk?
Sekarang, coba kita telaah baik–baik. Saya pernah membaca sebuah artikel yang menyatakan bahwa kulit berwarna (gelap), mengandung lebih banyak pigmen yang berguna menangkal sinar jahat ultraviolet (UV) yang konon sangat ditakuti kaum perempuan karena dapat merusak kulit. Nah, apa nggak poin plus buat mereka yang berkulit gelap. Lalu, kenapa harus ngotot diputihkan, mengorbankan banyak uang, waktu dan pikiran untuk membuatnya putih seperti selebritis atau bintang iklan?
Lalu, secara tidak sengaja, ketika membuka laman YouTube yang sedang mengiklankan pakaian dalam perempuan, saya melihat bagian tengah punggung si bintang iklan, terdapat banyak bintik hitam dan kecoklatan. Hal yang jamak kita lihat pada orang berkulit putih baik di layar kaca maupun dalam kehidupan nyata. Tak percaya, lihatlah para bule berkulit putih, di sekitar dada (bawah leher) dan lengan mereka, sering kita jumpai bercak hitam atau coklat tersebut. Hal yang sama tidak pernah kita jumpai pada mereka yang berkulit hitam atau gelap bukan?
Di situlah letak Mahaadil-nya Allah Subhanawata’ala. Dia memang tidak memberikan apa yang kita inginkan tapi apa yang kita butuhkan. Dan apa yang kita butuhkan, Allah yang lebih tahu dari kita karena Dia-lah pemilik kehidupan ini. Hidup di negara tropis seperti Indonesia ini, hemat saya memang lebih cocok untuk mereka yang berkulit gelap/berwarna. Jadi, kenapa harus protes ketika keinginan kita tidak sesuai dengan harapan? Kenapa komplain ketika diberi kulit yang berwarna alias tidak putih dan berusaha sekuat tenaga menjadikannya putih.
Setahu saya, tidak ada satu krim atau senyawa kimia apapun yang bisa memutihkan kulit yang hitam. Yang ada, hanyalah mencerahkan. Sekali lagi, mencerahkan bukan memutihkan. Semakin instan upaya pencerahan yang terjadi, semakin besar pula indikasi pemakaian merkuri dan zat berbahaya lainnya pada krim tersebut.
Tidak tanggung–tanggung, dalam jangka waktu panjang, zat ini dapat mengakibatkan penyakit kanker, gagal ginjal dan penyakit mematikan lainnya. Dan tidak kalah pentingnya, sebagai muslimah, kita perlu pula memperhatikan aspek kehalalan sebuah produk kosmetika. Jangan hanya untuk mengejar cantik dan putih semata, kita menjadi lalai.
Maka, tidak ada jalan yang lebih baik selain mensyukuri apa yang telah dikaruniakan Allah Subhanawata’ala dengan memelihara sebaik mungkin anugerah tersebut. Terutama mempergunakannya di jalan kebaikan yang diridai-Nya. Tampil cantik, itu kudu, harus. Karena Allah sendiri juga menyukai keindahan. Lebih penting lagi adalah mempercantik hati, jiwa dan pikiran kita, sehingga mempertebal keimanan dan ketaqwaan kita kepada-Nya. So, cantik, tidak harus putih, bukan?
Penulis: Mirawati ( [email protected] ), jurnalis di kota Padang.