Saya membaca dalam sebuah buku, bahwa al quran menekankan tentang pentingnya memiliki amal yang baik (ahsanu amal) daripada amal yang banyak (akhsaru amal). Mohon penjelasan ustadz mengenai hal ini. Terima kasih.
Wassalamu’alaikum wr. wb.
Wa’alaikumussalam Wr. Wb.
Allah swt telah menjadikan dunia sebagai tempat beramal sedangkan akherat adalah tempat balasan. Di dunia inilah setiap manusia dituntut untuk mengumpulkan sebanyak-banyaknya pahala dengan berbagai amal kebaikan yang diperintahkan Allah swt untuk kemudian mendapatkan pembalasan dari-Nya di akherat.
Sebagaimana layaknya suatu kesuksesan maka tidaklah didapat tanpa adanya perjuangan dan pengobanan demikian halnya dengan surga sebagai simbol kesuksesan seorang hamba yang didalamnya penuh dengan kenikmatan tidaklah diberikan Allah kecuali kepada orang-orang yang telah membuktikan pengorbanannya selama hidup di dunia dengan selalu mengerjakan amal-amal kebaikan. Mereka adalah orang-orang yang tidak mudah diperdaya oleh keelokan dan hijaunya dunia akan tetapi mereka adalah orang-orang yang bisa memperlakukan dunia hanya sebatas ladang mengumpulkan amal-amal kebaikan.
Firman Allah swt ;
إِنَّا جَعَلْنَا مَا عَلَى الْأَرْضِ زِينَةً لَّهَا لِنَبْلُوَهُمْ أَيُّهُمْ أَحْسَنُ عَمَلًا
Artinya : “Sesungguhnya kami telah menjadikan apa yang di bumi sebagai perhiasan baginya, agar kami menguji mereka siapakah di antara mereka yang terbaik perbuatannya.” (QS. Al Kahfi : 7)
Imam Al Qurthubi mengatakan bahwa makna ayat diatas bisa dilihat pada sabda Rasulullah saw, ”Sesungguhnya dunia itu hijau lagi manis. Dan Allah telah menjadikan kalian sebagai khalifah didalamnya dan Dia swt melihat apa yang kalian kerjakan.” Dan sabdanya saw yang lain, ”Sesungguhnya yang paling aku takutkan terhadap kalian adalah apa yang Allah keluarkan bagi kalian berupa kembang dunia.’ Ada yang bertanya,’Apa itu kembang dunia? Beliau saw menjawab,’kenikmatan bumi.” Dikeluarkan oleh Muslim dan yang lainnya dari Hadits Abi Said al Khudri. Artinya bahwa dunia adalah nikmat dirasakan dan mengagumkan pandangan seperti buah-buahan yang lezat dan mengangumkan orang yang melihat maka itu Allah swt menjadikannya sebagai ujian bagi hamba-hamba-Nya untuk melihat siapa-siapa yang paling baik amalnya dari mereka tidak ada celah bagi hamba-hamba-Nya untuk membenci perhiasan Allah kecuali yang telah mendapatkan pertolongan-Nya.
Untuk itu Umar mengatakan—sebagaimana disebutkan Bukhori—, ”Wahai Allah sesungguhnya kami tidak sanggup kecuali menyenangi apa yang telah Engkau telah hiasi buat kami. Wahai Allah sesungguhnya aku meminta kepada-Mu agar aku menafkahkannya sesuai dengan haknya.” Maka dia pun berdoa kepada Allah agar Dia swt membantunya agar bisa menafkahkannya sesuai dengan haknya. Inilah makna sabdanya saw.”Barangsiapa mengambilnya dengan kebaikan jiwa maka orang itu diberkahi didalamnya dan barangsiapa yang mengambilnya dengan kepongkahan maka ia seperti orang yang makan namun tidak (pernah) kenyang.”
Demikianlah kebanyakan orang di dunia yang tidak pernah merasa puas dengan apa-apa yang didapatnya akan tetapi keinginan kuatnya adalah mengumpulkan semuanya. Hal itu dikarenakan ia tidak memahami tentang Allah dan Rasul-Nya. Sesungguhnya bersama dunia adalah fitnah dan kebanyakan mereka tidak selamat dan sungguh telah menang orang-orang selamat dan diberikan rezeki yang cukup dan merasa puas dengan apa yang diberikan Allah swt. (al Jam’i Li Ahkamil Qur;an jilid V hal 679 – 680)
Allah swt tidaklah semata-mata menginginkan banyaknya amal yang dilakukan seorang hamba akan tetapi baiknya amal itu dilakukan. Allah tidak semata-meta melihat jumlah rakaat yang telah dilakukan seseorang didalam shalat-shalatnya akan tetapi nilai dan kualitas dari shalat-shalat yang dilakukannya.
Dalam hal ini Ibnu Katsir mengatakan bahwa Allah swt tidak mengatakan yang lebih banyak amalnya akan tetapi yang lebih baik amalnya. Dan tidaklah amal menjadi baik sehingga dilakukan dengan ikhlas karena Allah swt dan diatas syariat Rasulullah saw. Dan kapan pun suatu amal kehilangan salah satu dari kedua syarat itu maka amal itu batal dan terhapus (pahalanya) (Tafsir Ibnu Katsir juz IV hal 308)
Senada dengan yang diungkapkan Ibnu Katsir tentang amal yang paling baik adalah yang diungkapkan oleh Fudhail bin Ayyadh bahwa amal yang paling baik adalah yang paling ikhlas dan paling benar. Orang-orang bertanya kepadanya,”Wahai Abu Ali apa yang paling ikhlas dan yang paling baik?’ Fudhail menjawab,”Sesungguhnya suatu amal yang dilakukan dengan keikhlasan akan tetapi tidak benar maka tidaklah diterima dan apabila ia dilakukan dengan benar akan tetapi tidak ikhlas juga tidak diterima, sehingga amal itu dilakukan dengan ikhlas dan benar. Ikhlas adalah semata-mata dikerjakan karena Allah swt dan benar adalah sesuai dengan sunnah Nabi.” Kemudian dia membaca firman Allah
فَمَن كَانَ يَرْجُو لِقَاء رَبِّهِ فَلْيَعْمَلْ عَمَلًا صَالِحًا وَلَا يُشْرِكْ بِعِبَادَةِ رَبِّهِ أَحَدًا
Artinya : “Barangsiapa mengharap perjumpaan dengan Tuhannya, Maka hendaklah ia mengerjakan amal yang saleh dan janganlah ia mempersekutukan seorangpun dalam beribadat kepada Tuhannya”. (QS. Al Kahfi : 110) –(Madarijus Salikin juz II hal 89 – 90)
Dengan demikian suatu amal dikatakan baik adalah ketika amal tersebut dilakukan dengan penuh keikhlasan semata-mata karena Allah swt dan sesuai dengan sunnah Rasulullah saw.
Wallahu A’lam.
Ustadz Sigit Pranowo