Assalamualaikum Wr. Wb.
Saya membaca di beberapa situs internet mengenai aliran Wahabi, ternyata aliran wahabi ini telah mengkafirkan beberapa ulama seperti Imam Bukhari, Imam Namawi, Ibnu Hajar, sahabat Rasulullah, bahkan Nabi Adam dan Siti Hawa pun mereka kafirkan.
Kemudian, statemen mereka: siapapun yg menolak wahabi berarti menolak Islam. Mereka mempunyai kitab Fiqih sendiri dan berbeda dengan fiqih dari 4 madzhab. Tolong dijelaskan Pa Ustadz. Terima kasih sebelumnya, semoga membawa kebaikan. Amien
Wassalamuaikum Wr. Wb.
Wa Alaikumussalam Warohmatullohi Wabarokaatuh
Saudara Usep yang dimuliakan Allah swt.
Memang Allah swt. memerintahkan kepada hamba-hamba-Nya manakala mendapatkan informasi atau berita yang tidak jelas/diragukan kebenarannya hendaklah melakukan pemeriksaan secara seksama sebelum diambilnya sebagai suatu pemikiran / keyakinan.
Firman Allah swt., “Hai orang-orang yang beriman, jika datang kepadamu orang Fasik membawa suatu berita, Maka periksalah dengan teliti agar kamu tidak menimpakan suatu musibah kepada suatu kaum tanpa mengetahui keadaannya yang menyebabkan kamu menyesal atas perbuatanmu itu.” (QS. 49 : 6)
Da’wah Salafiyah adalah pelopor gerakan-gerakan ishlah (reformasi) yang muncul menjelang masa-masa kemunduran dan kebekuan pemikiran di dunia islam. Da’wah salafiyah ini menyerukan agar aqidah Islam dikembalikan kepada asalnya yang murni, dan menekankan pada pemurnian arti tauhid dari sirik dengan segala manifestasinya. Sebagian orang ada yang menyebut da’wah ini dengan Wahabi, karena dinisbatkan kepada nama pendirinya, yaitu Muhammad bin Abdul Wahab (1115 – 1206 H / 1703 – 1791 M).
Syeikh Muhammad bin Abdul Wahab adalah seorang ulama yang sangat tegas dan lantang dalam menyerukan tauhid. Ia seorang ulama yang karismatik dan disegani sehingga mampu menda’wahi para penguasa untuk kemudian bekerja sama menghancurkan berbagai kemusyrikan yang ada di masyarakat, seperti dengan penguasa Uyainah yang bernama Utsman bin Muammar atau dengan Pangeran Muhammad bin Su’ud sebagai pengusa Dir’iyah yang kemudian diteruskan oleh putranya yang bernama Pangeran Abdul Aziz bin Muhammad bin Su’ud hingga Syeikh meninggal dunia.
Di antara prinsip-prinsip Da’wah Salafiyah :
- Pendiri da’wah ini, dalam studi-studinya adalah bermadzhab Hambali.
- Menekankan untuk senantiasa merujuk kepada Al Qur’an dan As Sunnah dalam permasalahan aqidah.
- Berpegang teguh dengan Manhaj Ahlus Sunnah Wal Jama’ah.
- Menyerukan kepada pemurnian arti tauhid.
- Menetapkan tauhid asma dan sifat-sifat Allah tanpa tamtsil (perumpamaan), takyif (pencocokan) dan ta’wail (interpretasi).
- Menentang segala bentuk bid’ah dan khurafat.
- Menentang segala bentuk ungkapan, petualangan tarekat sufistik yang dimasukan kedalam agama yang tak pernah ada sebelumnya.
- Melarang berkata-kata tentang Allah tanpa ilmu, berdasarkan firman Allah : “(Mengharamkan) mengada-adakan terhadap Allah apa yang kamu tidak ketahui.” (QS. Al A’raf : 33)
- Segala bentuk yang didiamkan oleh hukum syara’ adalah dimaafkan. Tak ada seorangpun yang berhak mengharamkan, mewajibkan atau memakruhkan berdasarkan firman Allah, “Janganlah kamu menanyakan hal-hal yang jika diterangkan kepadamu, niscaya menyusahkan kamu, dan jika kamu menanyakan di waktu Al Qur’an itu sedang diturunkan, nisacaya akan diterangkan kepadamu. Allah memaafkan (kamu) tentang hal-hal itu. Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (Al Maidah : 101
(Disarikan dari buku, al Mausu’atul Muyassaroh Fil Adyaan Wal Madzahibil Muaashiroh, WAMY, edisi terjemahan, hal. 227 – 232)
Sebagai da’wah yang memegang teguh prinsip-prinsip aqidah Ahlus Sunnah wal Jama’ah, maka Da’wah Salafiyah tidak mengkafirkan seorang pun dari kaum muslimin kecuali apabila orang itu melakukan perbuatan yang membatalkan keislamannya, sabda Rasulullah saw : “Barangsiapa yang berkata kepada saudaranya (muslim) : Wahai kafir, maka pengkafiran ini akan kembali kepada salah satu dari keduanya, jika dia benar dalam pengkafirannya (maka tidak mengapa), tapi jika tidak maka ucapan itu akan kembali kepadanya” [HR Al-Bukhari)
Jadi prinsip Da’wah Salafiyah terhadap orang islam secara umum—walau ia melakukan dosa besar sekalipun—adalah tetap menganggap menghargai keislaman mereka apalagi terhadap orang-orang mulia yang anda sebutkan di atas.
Mereka adalah para ulama dan imam besar umat ini yang karya-karyanya justru dijadikan sebagai rujukan dan referensi oleh orang-orang salafi. Imam Bukhori dengan karyanya, “Shohihul Bukhori”. Imam Nawawi dengan karyanya, “Shohih Muslim bi Syarhin Nawawi”. Ibnu Hajar dengan karya terbesarnya,”Fathul Bari Syarh Shohihil Bukhori”
Wallahu A’lam