Entahlah, apakah kejahatan yang begitu terorganisir tak mampu dikalahkan oleh semangat menegakkan kebenaran yang belum terkonsolidasi?. Mungkinkah riak-riak gerakan perubahan di dalam negeri yang sakit dan dikuassi rezim yang dzolim akan sia-sia?.
Bisa ya bisa tidak, selain upaya yang seadanya, rakyat Indonesia tak cukup hanya menumpahkan keringat, darah dan nyawa melawan penguasa. Terkadang butuh sejarah dan takdir yang akan bicara dan menuliskan guratannya.
Tapi setidaknya, untuk saat ini dan mungkin beberapa tahun ke depan. Bagi rakyat, negara dan bangsa Indonesia, tak perlu berpikir keras dan menganalisa dengan tajam. Betapa situasi dan kondisi sekarang, begitu kroditnya hingga layak disebut “ah amburadul semua”.
Masihkah rakyat membutuhkan kehadiran negara?. Masihkah rakyat perlu keberadaan pemerintah?.
Apakah Pancasila, UUD 1945 dan NKRI masih penting untuk diharapkan?. Sampai kapan agama dijadikan komoditas?, hingga bisa tetap dipakai untuk dinista sekaligus dimanfaatkan?. Haruskah negeri ini menunggu amuk massa, menunggu momen yang tepat munculnya pemberontakan?. Akankah republik ini akan melahirkan revolusinya sendiri?. Tak ada yang tahu, coba kita tanyakan pada hutan yang ditebang, koruptor yang menghilang dan para pemimpin yang keahliannya hanya bisa jual tampang dan bergaya tanpa isi kepala.
“Ah amburadul semua, semuanya memang amburadul?” (FNN)