Assalumu’alaikum wr, wb.
Begini pak ustadz, pada tahun ajaran baru 2007/2008 nanti saya bertekad memindahkan anak saya ke pondok pesantren yang didalamnya juga menyediankan pendidikan umum (SD). Saat ini anak saya baru kelas IV SD. Niat saya supaya anak saya lebih dini belajar agama dan pendidikan umum tentunya.
Tetapi dari 10 orang teman saya yang saya ceritakan semuanya tidak ada yang setuju, alasannya saya terlalu otoriter dan egois tidak memberikan kebahagian masa anak-anak untuk bermain sebagaiman anak-anak lainya. Memang kalau saya tanyakan langsung kepada anak saya, mau atau tidak ke pondok pesantren, jawabnya mau tetapi karena terpaksa.
Pertanyaanya:
Apakah saya bersalah dalam hal ini dholim pada anak saya, karena saya memindahkan sekolah ke pondok pesantren?
Sekian dan terima kasih,
Wassalamu’alaikum wr, wb.
Assalamu ‘alaikum warahmatullahi wabarakatuh,
Pondok pesantren adalah lembaga pendidikan umat yang telah terbukti menghasilkan para pemimpin yang berkualitas dan handal. Berbeda dengan citra selama ini dihembuskan bahwa pesantren itu hanya melulu mengajarkan urusan akhirat saja.
Kenyataannya, begitu banyak pesantren di negeri ini yang melahirkan cendekiawan, ilmuwan, ulama dan bahkan pimpinan negara. Semau membuktikan bahwa pesantren bukanlah lembaga pendidikan kelas dua. Sebaliknya, justru pesantren adalah lembaga pendidikan kelas satu yang sudah terbukti baik dan dapat menjawab tantangan zaman.
Memang tidak semua pesantren berkualitas, di sela-sela ramainya pesantren, harus diakui masih ada beberapa yang agak tertinggal, kurang berkembang atau mengalami kendala internal. Tetapi yang kasusnya begini tidak mengurangi citra pesantren secara keseluruhan. Masih banyak pesantren yang berkualitas, mengajarkan 3 bahasa, menghasilakan lulusan terbaik, dengan hati Makkah dan otak Jerman.
Adapun kapan idealnya seorang anak masuk pesantren, memang tidak ada standar yang baku. Boleh sejak usia SD, tetapi tidak sedikit yang mengatakan lebih efektif bila mulai sejak usia SMP dan SMA.
Menurut hemat kami, yang mana saja boleh, asalkan prinsipnya tidak membuat anak menjadi tertekan, terpaksa atau terbuang. Jadi yang paling utama adalah bagaimana memberi motivasi yang benar kepada anak, bahwa dirinya akan menjadi orang hebat bila masuk pesantren.
Di zaman dahulu memang ada beberapa orang tua yang bila melihat anaknya bandel, hukumannya adalah dimasukkan ke pesantren. Ini adalah cara berpikir zaman dulu. Sekarang tentu sudah tidak lagi. Justru pesantren adalah pusat anak yang berprestasi gemilang, serta tempat untuk mendapatkan ilmu dan peradaban.
Jadi tinggal bagaimana kita bisa memberi motivasi kepada anak. Jangan sampai anak kita masuk pesantren dengan terpaksa. Paksaan adalah sesuatu yang harus dihindari. Sebab akan membuat mental anak menjadi lemah. biasakan untuk berdiskusi dan tukar pikiran dengan anak, jangan terbiasa menujukkan kekuasaan di depan anak. Jadikan anak sebagai sahabat, bukan orang yang siap ditindas.
Kalau anda mahir memberi motivasi yang baik, justru anak anda sendiri yang ribut minta masuk pesantren. Seharusnya yang muncul dalam benaknya, pesantren adalah sekolah idaman yang jadi impian dan bukan penjara suci tempat orang buangan.
Mungkin suatu ketika jauh sebelum ada wacana anda memasukkan anak ke pesantren, ajaklah berwisata ke sana. Kenalkan kepada anak bahwa di pesantren itu tiap anak akan menjadi orang besar di kemudian hari. Buktikan juga dengan berziarah kepada tokoh-tokoh yang sudah sukses, di mana dahulu mereka belajar di dalam pesantren.
Rasanya cara itu lebih elegan dan manusiawi, ketimbang main paksa kepada anak, yang nantinya anak akan merasa tertekan.
Wallahu a’lam bishshawab, wassalamu ‘alaikum warahmatullahi wabarakatuh,
Ahmad Sarwat, Lc