Assalamualaykum wr wb,
Mohon maaf pak Ustadz, kalau boleh saya bertanya. Pak ustadz ini mazhabnya apa? Karena dalam memilih mazhab ditentukan pula oleh ketersediaan guru sebagai tempat menimba ilmu terdekat.
Jazakallohu khayr
Assalamu ‘alaikum warahmatullahi wabarakatuh,
Mazhab bukanlah sebuah organisasi semacam partai politik yang punya semacam sistem keanggotaan. Dalam bermazhab, umumnya orang-orang tidak pernah melakukan pendaftaran di awalnya. Tidak ada pola pelantikan dari sekedar simpatisan menjadi kader madya terus menjadi menjadi kader inti. Bahkan juga tidak pernah ada konsep memilih mahab dan melakukan pencoblosan sepertiyang terjadi pada pilkada atau pemilu.
Biasanya ketika seseorang menjalankan agama dengan bermazhab tertentu karena keturunan, atau karena lingkungan dan yang paling logisnya adalah karena akses untuk belajar agama Islam yang tersedia di depan hidungnya adalah mazhab tertentu. Maka jadilah dikatakan dia bermazhab tertentu.
Tapi lebih seringnya yang terjadi di negeri kita, malah orang-orang tidak tahu dirinya bermazhab apa. Sampai pernah terjadi, mungkin lantaran sering membaca jawaban-jawaban di rubrik ini yangbanyak mengupas berbagai pendapat dari sekian banyak mazhab, seorang pembaca malah balik bertanya, "Lalu saya ini mazhabnya apa, ustadz?"
Dan pertanyaan anda ini juga mungkin terkait dengan hal yang sama, tapi yang ditanya sekarang malah mazhab nara sumbernya.
Mazhab Apa Yang Dianut Rubrik Ini?
Rubrik konsultasi ini tidak berpegang hanya pada satu mazhab saja, demikian juga dengan kami pengasuhnya. Di rubrik ini, kami mengembangkan ilmu dan wawasan yang berupaya secara jujurmenjelaskan adanya perbedaan-perbedaan serta perbandingan antar mazhab.
Hal itu mengingat bahwa pembaca Eramuslim pasti bukan hanya datang dari satu mazhab saja, tetapi dari berbagai latar belakang mazhab fiqih yang berbeda.
Ada yang bermazhab Syafi’i, Maliki, Hanbali, Hanafi, Zhahiri bahkan mix (campuran) dari semuanya. Oleh karena itu, kami selalu mengupayakan untuk memberikan jawaban yang datang dari berbagai mazhab kemudian sebisa mungkin menampilkan dalil yang digunakan oleh masing-masing mazhab itu. Tentu tanpa harus ‘memaksakan’ pendapat mana yang harus diambil. Pilihan akan kembali kepada para pembaca, bukan di tangan kami.
Namun tetap harus diakui bahwa umumnya muslimin di negeri ini sejak awal sudah berkenalan dengan pelajaran agama yang ternyata bermazhab As-Syafi’i.
Wajar saja, karena mazhab Asy-Syafi’i adalah mazhab yang paling populer di negeri kita, bahkan boleh dibilang bahwa mazhab lainnya nyaris kurang berkembang. Orang melayu seperti bangsa Indonesia, Malaysia, Brunai, Thailand (Phatani) dan wilayah sekelilingnya adalah daerah yang sejak awal sudah menjadi basis mazhab ini. Sehingga semua bentuk pengajaran agama, terutama masalah fiqhiyah, akan selalu merujuk ke mazhab ini.
Meski tidak menyatakan secara formal, namun pada kenyataannya hampir semua jenis pengajian, pondok pesantren, majelis taklim, madrasah dan pengajaran agama di Indonesia menggunakan mazhab Asy-Syafi’i. Dan semua itu sering kali terjadi begitu saja, tanpa tidak disadari atau disengaja.
Keadaannya akan menjadi lain kalau kita berada di Jazirah Arabia, di sana yang lebih berkembang adalah mazhab Hanbali. Dan meski belum tentu orang-orang di sana mengakuinya secara formal, namun kenyataannya semua pendapat mereka mengacu kepada mazhab itu.
Di sana, kotoran hewan seperti kambing, sapi, kerbau, ayam, burung dan semua hewan yang halal dagingnya untuk dimakan, dianggap tidak najis. Itu yang mereka yakini dan mereka praktekkan secara begitu saja. Karena semua pengajian dan pelajaran agama di sana memang mengajarkan demikian. Lalu kalau kita runut ke belakang, rupanya Imam Ahmad bin Hanbal telah berijtihad demikian sejak abad ke-2 hijriyah dulu.
Lain lagi kalau kita ke Afrika Utara, mulai dari Libya, Tunis, Maghrib (Marokko) dan sekitarnya. Di sana yang berkembang secara tradisional adalah mazhab Hanafi. Jangan heran kalau melihat para wanita di sana shalat tanpa menutup mata kaki, karena mata kaki ke bawah bukan aurat. Cukup bercelana panjang tanpa kaus kaki, mereka pun dengan santainya menjalankan shalat. Itulah yang diajarkan di semua tempat belajar agama di wilayah maghrib.
Paham Anti Mazhab
Di luar yang umumnya di atas, ada juga seberapa gelintir elemen umat Islam yang justru mengembangkan paham yang berbeda. Mereka tidak mau merujuk kepada mazhab-mazhab fiqih tertentu.
Konfigurasinya lumayan beragam, mulai dari yang sekedar tidak mau terikat dengan pendapat apa pun yang datang dari mazhab-mazhab, sampai yang sudah dalam bentuk memerangi dan memusuhi mazhab.
Yang terakhir ini lumayan unik, sampai-sampai kalau mendengar penjelasan tentang suatu masalah menurut mazhab ini dan mazhab itu, telinganya langsung panas dan darahnya mendidih. Seolah-olah yang namanya mazhab fiqih itu musuh besar yang harus diperangi. Dalam pandangannya, mazhab-mazhab fiqih adalah penghambat ijtihad.
Sayangnya, meski mereka ‘memusuhi’ mazhab, sikap mereka dan pilihan masalah fiqhiyah mereka tidak lepas dari mazhab, meski sudah merupakan mix (pencampuran) dari berbagai mazhab. Dan itu sah-sah saja, tidak ada yang salah. Cuma lucu saja, memerangi mazhab tapi secara tidak sadar, sebenarnya dia pun bermazhab. Setidaknya, mazhab bikinan dirinya sendiri.
Wallahu a’lam bishshawab, wassalamu ‘alaikum warahmatullahi wabarakatuh,
Ahmad Sarwat, Lc