Assalamu ‘alaikumWr wb
Yth. Pak Ustadz, saya ingin pendapat dari pak Usradz mengenai suku primitf yang sampai saat ini masih berbuka aurat. Apakah pada zaman nabi adam, orang-orang sudah berpakaian atau seperti orang-orang primitif tersebut. Kenapa tidak terpikirkan oleh para ulama muslim untuk mendekati mereka agar mereka mau menutup aurat.
Dalam hal ini ulama muslim kalah gesit dengan misionaris kristen, contoh di Papua lebih banyak yang memeluk agama kristen daripada Islam karena memang orang kristen dulu yang bertandang ke sana, bahkan mereka menyediakan pesawat untuk misi mereka.
Nah bagaimana pendapat pak Ustadz. Jazzakumullah atas tanggapannya.
Assalamu ‘alaikum warahmatullahi wabarakatuh,
Manusia di zaman nabi Adam alaihissalam tentu sudah berpakaian yang lengkap dan menutup aurat. Kalau anda melihat lukisan yang katanya gambar nabi Adam dan isterinya, Hawwa, dengan telanjang atau berpakaian seadanya, itu adalah khufarat dan tahayyul. Dan sesungguhnya merupakan penghinaan kepada nabi. Dan menghina nabi merupakan dosa besar yang bisa menggugurkan syahadat. Lukisan seperti itu sama mungkarnya dengan lukisan nabi Muhammad.
Nabi Adam adalahnabi sekaligus makhluk cerdas pertama di bumi yang sudah pandai berbahasa dengan fasih, berpakaian indah dan menutup aurat, serta berperadaban maju. Al-Quran pun berpesan kepada anak-anak Adam untuk berpakaian, bukan seadanya, tapi pakaian yang indah, terutama ketika masuk masjid.
Hai anak Adam, pakailah pakaianmu yang indah di setiap masjid, makan dan minumlah, dan janganlah berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan. (QS. Al-A’raf:31)
Maka dahuluketika masih di surga terjadi hal-hal yang membuatnya terbuka aurat, maka Adam dan isterinya segera menutup aurat mereka dengan daun-daun surga. Jelas sekali bahwa urusan aurat ini sudah sangat dijaga oleh keduanya. Bagaimana mungkin ketika turun ke bumi, lalu keduanya hanya pakai cawat dan bikini saja? Sungguh sebuah khurafat sesat yang diajarkan orang barat.
Maka keduanya memakan dari buah pohon itu, lalu nampaklah bagi keduanya aurat-auratnya dan mulailah keduanya menutupinya dengan daun-daun surga, dan durhakalah Adam kepada Tuhan dan sesatlah ia .(QS. Thaha: 121)
Penyebaran Agama di Pedalaman dan di Peradaban
Memang secara jujur harus kita akui bahwa saat ini para tokoh muslim tertinggal dalam menggarap wilayah terasing untuk penyebaran dakwah. Tentu ada banyak faktor yang menjadi latar belakang. Selain masalah dana, konsentrasi umat Islam saat ini memang sedang dalam proses mengIslamkan warga yang lebih maju, yaitu bangsa barat, baik Eropa, Amerika maupun Australia.
Jadi kalau pendeta kristen sedang sibuk mengIslamkan suku terasing, kita sebagai muslim sedang sibuk mengIslamkan bangsa-bangsa maju di dunia. Dan grafik pertumbahan umat Islam di Eropa dan Amerika sangat mencengangkan. Islam adalah agama yang paling cepat pertumbuhannya di sana.
Jadi kalau kita bikin hitung-hitungan untung rugi sederhana, tetap saja kita lebih untung, karena objek dakwah kita justru bangsa maju yang punya potensi sangat besar. Mereka sudah maju, kaya, berilmu, menguasai teknologi dan seterusnya. Bandingkan dengan objek dakwah yang masih belum pakai baju, tentu nilainya sangat berbeda.
Tapi bukan berarti kita boleh tinggal diam dan masa bodoh dengan kristenisasi di masyarakat terasing itu. Kita tetap wajib menyampaikan risalah Islam kepada mereka. Tentu ini juga merupakan pe-er besar buat umat Islam Indonesia.
Prestasi Penyebaran Islam
Kalau kita jujur dengan sejarah, sebenarnya yang bisa dibilang paling sukses dalam penyebaran ajarannya adalahagama Islam. Sebab hanya dalam waktu 50 tahun saja, manusia di setengah bulatan muka bumi sudah memeluk agama ini.
Bukan hanya sekedar dikenal dan dipeluk, bangsa-bangsa yang masuk Islam itu kemudian naik ke pentas peradaban dan secara bergiliran memimpin peradaban dunia. Mewariskan berbagai peninggalan sejarah yang hingga kini dipercaya sebagai jembatan antara Eropa kuno dengan Eropa modern.
Ketika Rasulullah SAW meninggal dunia, seluruh jazirah Arab sudah memeluk Islam. Ketika khalifah Umar bin Al-Khattab memerintah, tiga imperium besar jatuh ke tangan umat Islam: Romawi, Persia dan Mesir. Di masa khalifah Utsman bin Affan, Islam telah sampai ke negeri Cina. Bahkan menurut Buya Hamka, para shahabat nabi itu telah sampai juga di nusantara, salah satunya adalah Yazid bin Mu’awiyah.
Bandingkan dengan agama masehi yang di negerinya sendiri mengalami penghancuran. Di Eropa agama yang aslinya dibawa oleh nabi Isa ‘alaihissalam malah mengalami perubahan mendasar, aqidah monotheisnya diganti dengan politheis. Sehingga tuhannya yang tadinya Maha Esa, cuma satu saja, yaitu Allah SWT, kemudian diubah sehingga tuhannya ada tiga. Nabi Isa yang hanya manusia biasa tiba-tiba di Eropa naik pangkat jadi tuhan juga.
Dalam kondisi yang ‘ganti mesin’ seperti itu, agama masehi kemudian disebarkan dengan paksa kepada rakyat, bahkan gereja Eropa berhasil memaksakan ‘kesesatan’ dan ‘kesetanan’ mereka ke gereja timur. Padahal awalnya gereja-gereja timur belum lagi berpaham trinitas, tapi karena kalah pengaruh akhirnya semua gereja mengamini konsep aqidah yang 100% berlawanan dengan ajaran nabi Isa yang asli.
Gereja barat yang berpaham keberhalaan (paganisme) berhasil menaklukkan gereja timur lewat sidang Konsili, 300-an tahun setelah wafatnya nabi Isa. Sejak itu seluruh sekte pada agama nabi Isa berubah menjadi tidak ada bedanya dengan agama-agama penyembah berhala. Agama nasrani mengalami proses penurunan degradasi, dari agama samawi yang agung, suci dan mulia, menjadi agama ardhi (bumi) yang rendah, syirik, bengis dan haus darah.
Kristen di Nusantara
Bangsa Indonesia tidak pernah mengenal agama Kristen kecuali lewat jalur darah dan mesiu. Sebab yang datang menyebarkan agama kristen paganis memang para penjajah yang punya tiga jurus. Gold, Gospel and Glory. Prajurit dan pastor dari Portugis serta Belanda datang ke negeri kita membawa angin kematian sekaligus kesesatan agama berhala plus tahayyulnya.
Padahal 9 abad sebelumnya, nusantara ini sudah kedatangan para da’i dari jazirah Arabia, bukan dari Gujarat.Maka secara penuh kesadaran, rakyat nusantara ini mulai belajar peradaban, teknologi, ilmu pengetahuan dan sistem kehidupan yang jauh lebih modern dari yang diajarkan oleh para biksu Budha dan ajaran kuno nenek moyang. Satu persatu mereka masuk Islam, mulai dari rakyat sampai akhirnya kerajaan-kerajaan Hindu Budha yang besar dan pernah jaya, semua ikut masuk Islam.
Sriwijaya, Majapahit, Singosari, Pajajaran adalah kerajaan-kerajaan besar yang generani penerusnya kemudian masuk Islam. Bahkan setelah abad ke-13, kerajaan itu sudah berganti menjadi negara Islam. Mulai dariSamudera Pasai, negara Demak Bintoro yang dipimpin oleh 9 wali (walisongo) hingga kerajaan induk suku Jawa, Keraton Mataram, semuanya adalah puncak penyebaran Islam di bumi pertiwi.
Jadi kalau dibandingkan dengan mengkristenkan suku primitif yang dilakukan oleh para misionaris sekarang ini, apa yang telah dilakukan oleh para da’i muslim di masa lalu sangat jauh berbeda nilainya. Yang dijadikan sasaran dakwah adalah negara dan para raja, pusat-pusat peradaban, bukan sekedar suku terasing.
Memang karakter Islam ketika disebarkan ke seluruh dunia sangat unik, sifatnya membangun peradaban. Maka kerajaan yang sudah maju dan besar umumnya akan lebih mudah masuk dan memeluk Islam. Lihat saja, di masa awal, yang memeluk agama Islam ini adalah kerajaan Romawi, kerajaan Persia dan kerajaan Mesir. Bahkan kerajaan India dan Cina. Semua adalah peradaban besar.
Suku Terasing Tetap Perlu Diperhatikan
Namun bukan berarti suku terasing tidak perlu dipikirkan, hanya saja skala prioritasnya tentu berbeda. Dan salah besar kalau dituduh bahwa penyebaran agama Islam ini tidak sampai ke pelosok wilayah yang terasing.
Sebut saja misalnya nama Irian sebagai sebuah pulau. Nama ini adalah nama yang disematkan oleh para penyebar agama Islam. Konon nama ‘Irian’ berasal dari istilah bahasa arab, yaitu ‘uryan‘ yang maknanya tidak berbusana alias telanjang.
Barangkali ketika para penyebar agama Islam sampai di pulau ini di masa lalu, mereka mendapati penduduknya -saking primitifnya- tidak ada yang pakai baju. Maka disebutlah pulau ini dengan nama Urian atau Irian.
Suku Terasing Menjadi Objek Kristenisasi
Sebenarnya kita sebagai muslim tidak perlu susah hati kalau ada suku terasing yang diajak masuk kristen. Itu adalah hak para pastor dan pendeta. Dalam hal ini sebaiknya umat Islam bersaing saja secara sehat saja.
Kalau para pastor bisa membangun bandara di pulau terasing itu, maka tentu ini tantangan besar buat para da’i muslim, khususnya ormas dan orsospol keIslaman untuk melakukan proyek yang sama. Jadi kita bersaing secara adil dan sehat.
Pemurtadan
Namun yang sebenarnya lebih kita khawatirkan justru pemurtadan oleh para misionaris di tengah masyarakat yang sudah memeluk agama Islam. Sebab angkanya sangat besar dan hal ini jelas melanggar kode etik hubungan antara umat beragama.
Letak kecurangannya adalah bahwa bangsa ini yang sudah capek-capek diIslamkan sejak masa lalu, diangkat dari kubangan syirik dan lumpur keberhalaan oleh para wali, tiba-tiba diserobot oleh para pastor itu dan dimurtadkan dari agama Islam. Padahal nilai investasi yang telah dibenamkan oleh para penyebar dakwah sudah tidak ternilai harganya.
Bayangkan, sejak negeri ini masih bergelimang dengan paham keberhalaan, masih doyan makan kemenyan, hobi menyembah goa, batu dan pohon, mereka sudah digarap dengan baik dan dibuat maju cara berpikirnya, lalu mereka masuk Islam. Sekarang ketika penduduk negeri ini sudah benar-benar maju dan menjadi muslim berperadaban, tiba-tiba ada yang jadi penadah. Mereka tidak mau capek-capek mengerjakan dari awal. Tiba-tiba masyarakat muslim mereka diajak masuk geraja untuk ikut natal. Tiba-tiba di tengah pemukiman muslim, ada rumah yang dibikin acara kebaktian di dalamnya.
Semua ini adalah sebuah pengkhianatan besar dari kalangan kristen kepada umat Islam. Mereka bukan sekedar menyelamatkan ‘domba-domba yang tersesat’, tetapi sudah merampas domba milik orang orang lain secara tidak sah.
Inilah yang sangat kita sesalkan. Ketika mereka membangun sekolah kristen di semua wilayah negeri ini, dan ternyata yang sekolah di sana justru mayoritas muslim, ini sudah pelanggaran besar. Mereka menangkap ikan di kolam yang ada pemiliknya. Kalau menangkap ikan di laut lepas, silahkan saja. Nanti kita saling berlomba secara beradab. Tapi kolam ikan yang sudah ada pemiliknya, tentu tidak boleh dicuri dengan menerobos masuk. Ini penjarahan namanya.
Wallahu a’lam bishshawab, wassalamu ‘alaikum warahmatullahi wabarakatuh,
Ahmad Sarwat, Lc