Assalamualaikum Wr. Wb.
Pak Ustadz, saya pernah membaca sebuah artikel yang menyatakan bahwa kedua orang tua Rasullulloh wafat dalam keadaan kafir dan masuk neraka, benarkah demikian? Mohon jawabannya.Terima kasih.
Wassalamualaikum Wr. Wb.
Assalamu ‘alaikum warahmatullahi wabarakatuh,
Sebenarnya apa yang anda baca itu tidak akan memberikan faedah apa-apa buat keimanan kita. Dan mengingat bahwa kedua orang tua beliau SAW sudah wafat, maka apakah masuk surga atau neraka, semua menjadi urusan Allah.
Namun tidak ada salahnya untuk sedikit kita ulas di sini masalah tersebut, agar tidak melahirkan penasaran terus.
Sesungguhnya pertanyaan seperti ini memang pernah juga mengusik perhatian di masa lalu. Namun para ulama ternyata tidak berhasil menyatukan kesimpulan di mana mereka bersepakat di dalamnya. Sehingga kesimpulannya menjadi terpecah dua, yaitu antara mereka yang mengatakan bahwa kedua orang tua nabi SAW itu masuk surga dan mereka yang mengatakan sebaliknya.
Pendapat Pertama
Pendapat pertama mengatakan bahwa keduanya termasuk ahlul fatrah, yaitu orang-orang yang hidup di masa tidak ada kenabian. Semenjak nabi Isa as hingga diutusnya nabi berikutnya terpaut jarak waktu yang panjang. Umat manusia hidup tanpa adanya risalah kenabian. Sebagian ulama mengatakan bahwa manusia yang hidup di masa fatrah ini tidak dimintai pertanggung-jawaban.
Mereka mendasarkan pendapatnya dari firman Allah SWT:
ومَا كُنَّا مُعَذَّبِينَ حَتَّى نَبْعَثَ رَسولاً ) (سورة الإسراء: 15)
Dan tidaklah Kami mengazab kecuali setelah mengirim seorang rasul (QS. Al-Isra:15)
Dan pendapat ini cukup adil, lantaran secara nalar tentu kita tidak bisa menerima bila seseorang dimasukkan ke dalam neraka, padahal tidak ada seorang nabi pun yang mengajarkan agama kepada mereka. Bagaimana Allah SWT yang Maha Adil itu sampai tega menghukum orang yang tidak tahu apa-apa?
Pendapat ini didukung antara lain oleh Al-Imam As-Suyuthi dan lainnya.
Pendapat Kedua
Namun sebagian ulama berkesimpulan yang berbeda. Sebab mereka mendapati adanya hadits yang sekilas sangat tegas menyebutkan bahwa Rasulullah tidak diizinkan untuk memintakan ampunan buat kedua orang tuanya.
روى مسلم أن النبي ـ صلى الله عليه وسلم ـ قال:" استأذنْتُ ربِّي أن أستغفر لأمِّي فلم يأذن لي، واستأذنته في أن أزورَ قبرها فأذن لي"
Rasulullah SAW bersabda, "Aku meminta izin kepada Tuhanku untuk memintakan ampunan buat ibuku, namun Dia tidak mengizinkan Aku. Aku meminta izin untuk menziarahi kuburnya, Aku pun diizinkan." (HR. Muslim)
Kalau kita pahami sekilas memang ada kesan bahwa ibunda nabi SAW itu tidak masuk surga. Sebab Rasulllah SAW sampai memerlukan memintakan ampunan atasnya. Dan ternyata permintaan itu tidak dikabulkan Allah SWT.
Wajar kalau ada yang berkesimpulan bahwa kalau begitu ibunda nabi SAW itu bukan muslim, tidak pernah bersyahadat dan mati dalam keadaan kafir. Sebab saat wafat, nabi Muhammad SAW belum lagi menjadi nabi.
Namun kesimpulan pendapat kedua ini ditentang oleh kelompok pertama. Mereka menolak bila hadits itu disimpulkan dengan cara demikian. Kalau Allah SWT tidak memperkenankan Rasulullah SAW memintakan ampunan untuk kedua orang tua, tidak berarti orang tuanya bukan muslim. Sebagaimana ketika Rasulullah SAW tidak menyalatkan jenazah yang masih punya hutang, sama sekali tidak menunjukkan bahwa jenazah it mati dalam keadaan kafir.
Adapun larangan Allah SWT untuk memintakan ampunan orang kafir adalah semata-mata karena orang itu sudah diajak masuk Islam, namun tetap membangkang dan akhirnya tidak sempat masuk Islam dan mati dalam keadaan kafir. Sedangkan kedua orang tua nabi SAW sama sekali belum pernah membangkang atau mengingkari dakwah. Sebab mereka ditakdirkan Allah SWT untuk hidup sebelum masa turunnya wahyu.
Sebaiknya buat kita untuk segera menutup diskusi seperti ini, karena tidak akan menambah apapun. Sementara bagi Rasulullah SAW justru semakin mengiris hatinya. Dan kita tidak boleh menyakiti hati beliau dengan memvonis bahwa kedua orang tua beliau kafir. Sedangkan dalil yang kita dapat masih belum melahirkan kesimpulan yang pasti. Maksudnya masih belum tegas menyatakan bahwa mereka itu kafir.
Wallahu a’lam bishshawab wassalamu ‘alaikum warahmatullahi wabarakatuh,
Ahmad Sarwat, Lc.