Tolong jelaskan tentang hadits yang berkaitan dengan amalan dibulan rajab. Sebab saya pernah membaca bahwa di antara banyak hadits tentang bulan Rajab yang kita sering dengar adalah Hadist Maudhu’, Dhoif, atau bahkan Matruk secara Sanad & Teks. di antaranya:
"Artinya: Rajab bulan Allah, Sya’ban bulanku dan Ramadhan adalah bulan ummatku"
Keterangan: HADITS INI " MAUDHU’
Kata Syaikh ash-Shaghani (wafat th. 650 H), "Hadits ini maudhu’. " [Lihat Maudhu’atush Shaghani (I/61, no. 129)]
Hadits tersebut mempunyai matan yang panjang, lanjutan hadits itu ada lafazh:
"Artinya: Janganlah kalian lalai dari (beribadah) pada malam Jum’at pertama di bulan Rajab, karena malam itu Malaikat menamakannya Raghaaib… "
Keterangan: HADITS INI MAUDHU’
Kata Ibnul Qayyim (wafat th. 751 H), "Hadits ini diriwayatkan oleh ‘Abdur Rahman bin Mandah dari Ibnu Jahdham, telah menceritakan kepada kami ‘Ali bin Muhammad bin Sa’id al-Bashry, telah menceritakan kepada kami Khalaf bin ‘Abdullah as-Shan’any, dari Humaid Ath-Thawil dari Anas, secara marfu’.
[Al-Manaarul Muniif fish Shahih wadh Dha’if (no. 168-169)]
Kata Ibnul Jauzi (wafat th. 597 H), "Hadits ini palsu dan yang tertuduh memalsukannya adalah Ibnu Jahdham, mereka menuduh sebagai pendusta. Aku telah mendengar Syaikhku Abdul Wahhab al-Hafizh berkata, "Rawi-rawi hadits tersebut adalah rawi-rawi yang majhul (tidak dikenal), aku sudah periksa semua kitab, tetapi aku tidak dapati biografi hidup mereka. " [Al-Maudhu’at (II/125), oleh Ibnul Jauzy]
Imam adz-Dzahaby berkata, " ‘Ali bin ‘Abdullah bin Jahdham az-Zahudi, Abul Hasan Syaikhush Shuufiyyah pengarang kitab Bahjatul Asraar dituduh memalsukan hadits. "
Kata para ulama lainnya, "Dia dituduh membuat hadits palsu tentang shalat ar-Raghaa’ib. " [Periksa: Mizaanul I’tidal (III/142-143, no. 5879)]
Mohon penjelasan dari ustadz, terima kasih
Assalamu ‘alaikum warahmatullahi wabarakatuh,
Hak untuk memberikan status hukum pada sebuah hadits memang dimiliki oleh para ahli hadits, dan mereka memang telah memiliki ilmunya, sehingga apa yang mereka katakan tentang suatu hadits tentu tidak bisa dibantah begitu saja.
Kecuali bila dibantah oleh ahli hadits lainnya, yang juga pakar di bidang ilmu hadits dan tentunya ilmunya sebanding.
Dan nampaknya para ahli hadits memang senada ketika menilai hadits-hadits tentang keutamaan bulan Rajab dan Sya’ban. Yaitu umumnya mereka menilai hadits-hadits itu kurang kuat, tidak shahih, lemah bahka ada yang sampai ke tingkat hadits palsu.
Lalu bagaimana sikap kita dalam masalah ini? Bolehkah kita mengamalkan hadits-hadits lemah dan palsu?
Jawabnya boleh dan tidak boleh. Maksudnya, hadits-hadits yang lemah tapi tidak sampai ke tingkat palsu, boleh dikerjakan atau diamalakan. Syaratnya sederhana sekali, yaitu tingkat kelemahannya tidak terlalu parah. Dan isinya tidak menyangkut wilayah aqidah dan hukum halal-haram masalah syariah. Tetapi sekedar masalah fadhailul a’mal.
Ini adalah pendapat sebagian besar ulama termasuk al-Imam An-Nawawi rahimahullah. Menurut kelompok ulama ini, selama hanya terkait dengan fadhilah (keutamaan), ajakan untuk mengerjakan hal-hal yang terkait dengan ibadah tambahan (nafilah), maka boleh bersandar kepada hadits yang derajatnya lemah.
Akan tetapi kalau sudah pada tingkat penetapan halal dan haram, apalagi tingkat tertentu dari masalah aqidah, maka hadits lemah tidak boleh diamalkan.
Namun ada juga sebagian ulama dari kalangan lainnya yang tetap mengharamkan kita untuk mengamalkan hadits lemah, meski hadits itu masyhur. Sebab kelemahan suatu hadits justru menunjukkan bahwa tidak bisa dipastikan bahwa sumbernya dari Rasulullah SAW. Padahal urusan ibadah tidak boleh dilakukan kecuali kalau sumbernya benar-benar 100% dipercaya datang dari Rasulullah SAW.
Maka kesimpulan mereka, haram hukumnya beribadah dengan berdasarkan hadits yang tidak shahih.
Adapun hadits palsu (maudhu’), semua ulama sepakat untuk tidak menerimanya, apalagi mengamalkannya.
Puasa Bulan Rajab dan Sya’ban
Dalam masalah puasa di bulan Rajab dan Sya`ban, kita hanya mendapatkan hadits-hadits shahih atau hasan yang menceritakan bahwa secara umum Rasulullah SAW memang banyak melakukan puasa di kedua bulan tersebut. Karena bulan Rajab termasuk bulan haram, dan puasa di bulan-bulan haram itu maqbul (diterima) dan mustahab (disukai) dalam keadaan apapun.
Namun tidak ada riwayat yang kuat menyebutkan bahwa Rasulullah SAW melakukan puasa sebulan penuh di bulan Rajab atau di bulan Sya`ban.
Sedangkan hadits-hadits yang menceritakan bahwa kalau melakukan shalat ini dan itu di bulan Rajab maka mendapat ganjaran ini dan itu, atau siapa yang beristighfar akan mendapat ganjaran tertentu, umumnya bukanlah hadits yang kuat, bahkan kebanyakannya adalah hadits dhaif dan mungkar.
Wallahu a’lam bishshawab, wassalamu ‘alaikum warahmatullahi wabarakatuh,
Ahmad Sarwat, Lc