Assalaamu’alaikum Warahmatullaahi Wabarakaatuh
Ba’da tahmid wa shalawat.
Pak Ustadz, semenjak dikeluarkannya fatwa MUIyangmenegaskan sesatnya sekulerisme, pluralisme dan liberalisme, kekalutan kelompok Islam Liberal terlihat semakin menjadi-jadi. Bukannya mengevaluasi diri ditegur para ulama dan berpikiran terbuka dalam menerima pendapat berbeda, mereka malah balik mengata-ngatai MUI sebagai tolol, bodoh dan sesat. Malah, fatwa itu seolah menyuntikkan semangat membabibuta utk menggolkan proyek liberalisme Islam.
Masalahnya, dengan sokongan dana yang luar biasa banyaknya, sangat mudah bagi mereka menyelenggarakan workshop, seminar, diskusi terbuka, hingga penerbitan tulisan SEPILIS di mana-mana. Bagus kalau itu ditujukan untuk melakukan dialog secara akademis dan ilmiah, tapi sebagaimana saya baca dari banyak ulama yang sempat berdiskusi dengan mereka, kualitas dialog yang dibangun jauh dari akadmeis dan ilmiah. Sementara bagi sebagian besar kalangan muslim di tanah air, tak terkecuali mahasiswa muslim yang masih lurus dan terpelihara aqidahnya, penetrasi JIL ini lebih tentu amat mengkhawatirkan. Kehadiran mereka (muslim hanif) di forum JIL untuk mengkounter SEPILIS lebih kerap diberitakan sebagai pihak terpojok, dengan sebutan anarkis, tidak intelek, penghujat dan sebagainya. Padahalyangmereka lakukan hanya melontarkan istighfar, takbir, dan kalimah thayyibah lainnya.
Kita yakin ada konsep Al-Haq dan Al-Bathil. Sedangkan JIL menjunjung tinggi konsep relativisme kebenaran (yang benar itu hanya Tuhan, jangan mengambilalih otoritas Tuhan, kata JIL). Di era seperti sekarang, di mana umat Islam negeri ini masih belum berdaya dan berdaulat dalam banyak aspek, JIL ini sungguh-sungguh meresahkan. Supaya energi kita tidak terkuras habis hanya mengurusi isu JIL sambil tetap membentengi diri, keluarga & masyarakat supaya tidak terkena SEPILIS, Bagaimana sebenarnya cara elegan terbaik dalam berhadapan dengan JIL?
Atas jawaban Pak Ustadz, saya sampaikan jazakumullaahu khairan katsiira.
Wassalaamu’alaikum wr. Wb.
Assalamu alaikum warahmatullahi wabarakatuh,
Cara elegan adalah dengan mengembangkan sifat prosefionalisme dalam bekerja dan pembagian tugas. Tidak perlu semua umat Islam menghabiskan tenaga untuk mengkonter gerakan Liberal, cukup sebagian saja.
Tetapi yang sebagian ini bekerja dengan profesional. Melibatkan ahli atau ilmiuwan sebagai bamper terdepan. Mungkin teman=-teman kita yang di ISTAC atau yang telah meraih PHd di barat, bisa kita promosikan sebagai cendekiawan muslim yang hanif. Kita beri jalan untuk mengembangkan potensinya.
Tetapi barisan intelektual saja tentu belum cukup. Kita butuh media, baik cetak maupun elektronik. Kita butuh penerbit yang profesional, mandiri, sehat secara keuangan dan juga punya jam terbang dalam menerbitkan buku-buku berkualitas. Tentu saja isinya adalah konter terhadap pemikiran liberal. Mungkin juga dibantu dengan majalah untuk menjangkau pembaca yang lebih luas dan rutin.
Tapi buku dan majalah saja tidak cukup, kita juga butuh media yang lebih luas dan variatif. Misalnya radio FM. Kalau kalangan aktifis liberalisme punya radio yang digarap serius, sayangnya kita malah tidak punya. Maksudnya, radio yang serius dan dikelola secara profesional, sehat secara keuangan dan mampu sejajar dengan radio bergengsi lainnya.
Sedikit lebih murah dari radio adalah situs internet. Kalau yang ini kita punya cukup banyak, tapi masalah -lagi-lagi- kurang tergarap secara serius dan umumnya juga kurang sehat dari segi finansial. Makanya meski awalnya kita gembira banyak situs Islam, tapi yang mampu bertahan, atau sekedar bisa survive, bisa dihitung dengan jari sebelah tangan. Selebihnya, sudah mati suri atau malah sudah almarhum. Inna lillahi wa inna ilaihi rajiun.
Jadi masalah yang paling besar di kalangan kita ini bukan tidak mampu membuat konter, tetapi yang jadi masalah adalah kita selalu bekerja serabutan, tidak pernah fokus pada satu titik hingga sampai level profesional.
Budaya kerja dakwah kita adalah budaya kerja kuli pelabuhan. Pokoknya apa saja, yang penting sibuk dan dapat uang. Hal ini sangat berbeda dengan metode musuh-musuh Islam dalam bekerja menghancurkan umat Islam. Mereka bekerja profesional, kemampuan intelektual mereka selalu diasah, potensi diri mereka selalu dikembangkan, serta ide-ide mereka selalu didengar oleh seniornya.
Jadi masalahnya, menurut hemat kami, bukan semata-mata mereka ditaburi dengan dolar. Itu benar, tapi bukan semata-mata karena dolar mereka jadi besar. Tetapi karena mereka ‘serius’ dalam bekerja. Mereka cukup fokus dan telaten dalam menjalani profesi mereka sebagai penghujat Islam.
Sementara kita mengerjakan semua itu sambil lalu, sambil bisnis, cari uang tambahan, atau kami istilahkan dengan: iseng-iseng berhadiah.
Kita punya lebih dari 5 partai Islam yang besar-besar, ditambah lusiann ormas Islam yang juga besar, tapi sayangnya satu pun tidak ada yang bisa membuat stasiun pemancar radio yang sehat dari segi finansial. Apalagi stasiun televisi.
Atau yang paling sederhana, sekedar menggarap situs Islam yang terdepan, juga kita belum merasakannya. Kalau sekedar situscompani profile, yang isinya hanya berita-berita internal, siapapun juga bisa membuatnya. Tetapi situs Islam yang profesional, dibaca bukan hanya oleh partisannya, tetapi oleh semua kalangan umat Islam, bahkan oleh orang di luar Islam, rasanya kita belum menemukannya. Padahal biaya menghidupkan situs Islam jauh lebih murah dibandingkan membuat stasiun radio atau TV.
Jadi begitulah, kita harus sadar bahwa kondisi ‘kesehatan’ kita berada pada titik yang paling lemah. Baru sekedar diserang virus liberlisme begitu saja, kita sudah menggelapar-gelepar tidak berdaya. Belum lagi nanti datang beragam variannya, bisa-bisa kita celaka.
Jawaban ini bukan untuk menggambarkan sikap pesimis kita, tetapi dimaksudnya agar kita segera sadar diri, bahwa kalau kita mau melawan liberalisme, pada dasarnya kita sangat mampu. Hanya, karena kita kurang serius menggarapnya, maka banyak sekali potensi kita yang terbuang percuma. Seolah-olah liberalisme itu musuh yang tidak terkalahkan. Padahal liberalisme itu sangat lemah, mudah sekali digusur, seandainya kita bekerja lebih fokus, profesional dan jelas pembagian tugasnya.
Semoga Allah menyatukan langkah kita dalam membela agama-Nya serta memberi petunjuk kepada kita untuk menemukan jalan kemenangan, Amien.
Wallahu a’lam bishshawab, wassalamu alaikum warahmatullahi wabarakatuh,
Ahmad Sarwat, Lc