Assalamu ‘alaikum wr, wb.
Mudah-mudahan ustdz dalam keadaan sehat wal afiat serta dalam Rahmat-Nya untuk menyampaikan syariat Allah dengan sgt bijaksana,
Berkaitan dengan pertanyaan "mencari pencuri siapa pelakunya", , saya ada pertanyaan yang masih berhubungan dengan hal itu. Ustdaz mengatakan hal ghaib yang bisa dilakukkan seseorang yang kita lihat secara syar`i adalah datangnya tiba-tiba, tidak bisa dilakukan kapan saja. Bagaimana dengan sejarah wali songo, yang degnan mudahnya hilang atau hidup dalam tahan dalam sekian waktu yang lama, menunjuk pohon lalu menjadi emas.
Yang menjadi pertanyaan saya,
1. Apakah sejarah wali songo yang ditayangkan di TV dahulu itu benar atau tidak?
2. Seorang ustadz mengatakan bahwa antara ulama syariat dengan ulama tasawuf tidak akan pernah sambung pembicaraannya, mohon dijelaskan ustadz? Dan bagaimana kalau pernyataan itu dikatakan dengan tolak ukur karamahnya yang bisa mengeluarkan hal-hal diluar kemampuan manusia dalam waktu kapan pun?
3. Saya pernah mendengarkan cerita dari teman yang pernah mengenyam pendidikan di suatu pesantren, bahwa Kiyainya pernah pergi ke Mekah dengan perahu lewat laut terdekat. Di tempat tinggalnya hanya dalam waktu yang sangat singkat atau pun juga hanya dengan menghilang, apakah ini bisa disebut karamah?
Assalamu ‘alaikum warahmatullahi wabarakatuh,
Sinetron dan cerita rakyat tentang wali songo dengan sosok sakti mandra guna adalah salah satu bentuk ghazwul-fikri yang menusuk jantung umat Islam. Disadari atau tidak, sosok para ulama penyebar agama Islam itu tiba-tiba menjadi tokol dagelan, kalau tidak mau dikatakan tokoh perdukunan.
Sama sekali tidak ada sanad yang shahih tentang tokoh para penyebar Islam di nusantara ini, kalau dikatakan bahwa mereka adalah para tokoh ilmu ghaib. Pihak produser sinetron mungkin bisa dituntut atau disomasi, karena membuat cerita yang tidak berdasarkan fakta sejarah, hanya berangkat dari cerita rakyat yang sama sekali tidak didasarkan pada penelitian ilmiyah.
Padahal para wali songo itu adalah tokoh ulama penyebar agama Islam. Dan mereka bukan ahli silat, apalagi punya ilmu-ilmu sakti. Maka cerita sosok para wali yang saksti adalah bentuk penyesatan yang dilakukan oleh pihak-pihak yang memusuhi para wali songo itu sendiri.
Meski para wali songo sudah mengupayakan dakwah selembut mungkin, namun penentangan tetap terjadi, meski tidak terang-terangan. Salah satunya adalah sinkritisme, yaitu paham yang mencampur-adukkan antara ajaran leluhur nenek moyang dengan ajaran Islam. Kita mengenal dengan istilah kejawen. Dalam kaca mata syariah, ini adalah bentuk pencampur-adukan syariah dengan paham-paham asing di luar Islam.
Maka cerita yang menggambarkan sosok para wali songo sebagai jago silat, bisa menghilang, bisa menunjuk pohon jadi emas dan seterusunya adalah versi cerita dari musuh para wali songo itu sendiri. Ini yang sering kita kenal dengan pembunuhan karakter. Termasuk kebiasaan buruk sebagian masyarakat kita yang berziarah ke makam mereka dengan tujuan untuk meminta berkah, biar laris dagangannya, biar panjang jodohnya, biar naik pangkat dan jabatannya, biar diterima jadi pegawai negeri dan seterusnya.
Tanpa disadari, semua itu adalah bentuk-bentuk kepercayaan sesat yang dilancarka oleh kelompok yang anti terhadap dakwah para wali songo itu. Seandainya para wali itu hidup lagi dan melihat apa yang orang-orang lakukan terhadap makam mereka, pastilah mereka marah besar.
Cerita-cerita tentang kesaktian para wali itu akhirnya lebih menonjol ketimbang ajaran syariat Islam yang mereka sebarkan di tanah jawa. Para wali itu banyak yang jebolan dari timur tengah, tentunya mereka mengajarkan aqidah Islam yang lurus, syariah Islam yang terdapat dalam kitab-kitab fiqih, serta beragam ilmu keIslaman lainnya yang standar di dunia Islam.
Namun lewat penentangan internal, ajaran para wali itu kemudian dikalahkan dengan cerita bohong tentang kesaktian sosok para wali. Dan sayangnya, pementahan ini mengalami tanggapan luar biasa dari masyarakat Indonesia, khususnya orang jawa. Maka masuklah cerita dengan wali songo yang sakti mandra guna itu lewat cerita rakyat, masuk ke dalam cerita kethoprak, hingga masuk ke sinetron.
Dan namanya cerita bohong, siapa pun merasa berhak untuk menambah-nambahi cerita bohong itu. Hingga akhirnya jadilah sosok wali songo, para ulama penyebar agama itu, seperti sekarang ini. Nauzu billahi min zalik.
Kajian Sejarah Yang Ilmiyah
Di antara para ahli sejarah Islam di Indonesia, kita mengenal salah satunya adalah pak Uka Tjandra Sasmita. Beliau telah banyak melakukan penelitian tentang sosok para wali songo ini. Salah satunya bahkan pernah dibuat filmkan layar lebar dengan judul Fatahillah.
Di dalam film itu kita mendapatkan penjelasan yang tegas dari sejarah bahwa para wali itu ternyata bukan sosok manusia sakti mandra guna. Sebailknya, mereka justrutokoh ulama yang mengajarkan ilmu syariah serta sekaligusnya juga menjadipemimpin beberapawilayah negeri.
Kata wali bukan diartikan waliyullah, melainkan maknanya sama dengan wali kota.Konon karena jumlah wilayahnya ada sembilan, maka ada sembilan wali, yang masing-masing bertanggung-jawab terhadap wilayahnya.
Pusat kesultanannya ada di Demak. Sistem hukumnya adalah syariat Islam. Bahkan mereka sudah sampai pada penerapan hukum hudud. Mereka punya mahkamah syar’iyah, tempat untuk mengadili orang-orang yang melanggar syariah.
Di dalam hukum hudud, kita mengenal ada beberapa jenis hukuman yang telah ditetapkan Allah. Misalnya, memotong tangan pencuri, merajam pezina, mendera pemabuk, termasuk menghukum mati orang yang murtad.
Dikisahkan bahwa suatu ketika ada orang yang murtad dari agama Islam, bahkan dia menyebarkan paham yang sangat menghina Allah. Maka para wali ini mengadilinya serta mencari keterangan lebih dalam secara langsung. Akhirnya disimpulkan bahwa orang ini telah sesat dan dan proses penyesatan yang dilakukannya harus secepatnya dihentikan. Maka kepadanya diberi tenggat waktu untuk kembali kepada ajaran Islam yang benar. Bila tidak, maka dia diancam hukuman mati.
Itu adalah salah satu fungsi dan peran dari para wali songo, karena mereka adalah penanggung jawab agama sekaligus pemerintahan. Tentunya mereka adalah juga sosok para ulama yang menguasai ilmu syariah, serta sangat jauh dari ilmu-ilmu ghaib yang tidak jelas itu.
Kalau hari ini sosok para wali dan pemimpin umat itu sedemikan minor, tentu ini adalah kecelakaan sejarah. Dan bangsa kita adalah bangsa yang paling bodoh terhadap sejarahnya sendiri. Bahkan paling tidak peduli.
Sementara cerita rakyat yang fiktif dan bohong itu tetap merajalela, tidak seorang pun dari putera-puteri Islam yang mengkhususkan diri untuk menekuni bidang penulisan ulang sejarah umat Islam di negerinya sendiri.
Kewajiban kita sekarang ini adalah bagaimana melahirkan para ilmuwan dan sejarawan yang profesional di bidangnya, serta mampu melahirkan karya-karya ilmiyah, untuk mengembalikan citra para ulama dan pemimpin Islam di masa lampau. Agar jangan menjadi tokoh dunia persilatan yang kelabu dan sangat menghinakan.
2. Ulama Syariah VS Ulama Tasawuf?
Sesungguhnya yang disebut ulama tasawuf itu bukanlah sosok tokoh ilmu-ilmu ghaib. Tokoh-tokoh yang punya banyak keajaiban sesungguhnya tidak bisa disebut sebagaiulama tasawuf, melainkan para pelaku ilmu-ilmu ghaib.
Karena pada hakikatnya tidak ada dikhotomi antar ilmu syariah dan ilmu tasawauf. Karena keduanya bersumber kepada Al-Quran dan Sunnah serta berada di atas manhaj salafus-shalih. Keduanya tetap wajib tuntuk kepada sistem periwayatan yang benar tentang penafsiran Al-Quran. Keduanya tetap harus tunduk kepada sistem kritik hadits dan keshahihannya.
Maka pada dasarnya ilmu tasawuf adalah ilmu Islam yang benar dan sesuai dengan ajaran nabi SAW. Sedangkan yang berbau ghaib dan ajaib, bukanlah ilmu tasawuf, melainkan ilmu sihir.
Ilmu tasawuf itu tidak dihiasi dengan berbagai asesoris keajaiban di sana-sini. Ilmu tasawuf adalah ilmu dalam arti ilmiyah, punya hujjah berdasarkan kitabullah dan sunnah rasul-Nya. Diakui oleh seluruh ulama sebagai bagian utuh dari ajaran Islam.
Kesalahan yang paling fatal adalah ketika dunia ghaib dan perdukunan dikaitkan dengan ilmu tasawuf. Padahal perbedaan antara keduanya sangat jauh, bagaikan langit dan bumi.
Kesimpulannya, ilmu syariah dan tasawuf adalah satu kesatuan yang tidak bisa dipisahkan. Keduanya selalu seiring sejalan. Menjelma pada sosok Al-Imam Al-Ghazali dan banyak tokoh lain rahimahumullah.
Pernahkah anda mendengar Imam Al-Ghazali terbang ke awan? Atau bisa menghilang? Atau bisa makan beling? Tentu tidak pernah. Karena tasawuf bukanlah dunia ilmu kedigjayaan.
3. Ke Makkah Dengan Menghilang
Tentu saja ke Makkah itu harus lewat perjalanan panjang. Dan caranya dengan naik kapal laut yang akan memakan waktu berminggu, atau lewat pesawat udara yang hanya memakan waktu beberapa jam.
Sedangkan cerita itu sendiri, teman anda perlu mengklarifikasi kepada kiyainya, benarkah kabar burung itu? Jangan-jangan cerita itu hanya cerita bohong untuk membunuh karakter sang kiyai.
Kalau pun memang dia pernah melakukannya, kita boleh saja menanyakannya. Misalnya, bagaimana pak Kiyai bisa ke Makkah dengan cara menghilang? Nanti penilaian kita bisa kita berikan setelah mendengar jawabannya. Kalau ada ciri-ciri sihir, tentu akan ketahuan. Dan kalau tidak ada ciri-ciri sihir, semata-mata karunia Allah, juga akan ketahuan.
Tetapi sebelumnya, yang penting kita harus lakukan wawancara panjang dan lebar terlebih dahulu kepada yang bersangkutan. Jangan sampai kita main hakim sendiri dan melemparkan tuduhan yang tidak benar.
Wallahu a’lam bishshawab, wassalamu ‘alaikum warahmatullahi wabarakatuh,
Ahmad Sarwat, Lc