Beberapa waktu lalu seorang bocah asal Inggris yang baru berusia delapan tahun sempat membuat kehebohan karena menemukan sebongkah batu senilai 6500 dollar Amerika. Charlie Naysmith adalah nama anak yang beruntung tersebut.
ketika itu Charlie bersama ayah dan anjingnya sedang berjalan di Pantai Dorset, Inggris, namun kemudian ia tersandung oleh sebongkah batu yang mirip seperti lilin.
“Charlie dan aku hanya keluar untuk berjalan-jalan di pantai seperti biasa bersama anjing kita, ketika ia menemukan batu karang yang tampak seperti lilin ini,” ujar Alex Naysmith ayah anak tersebut kepada ABC News.
“Dia selalu mengambil barang-barang, dan ia bergurau seolah-olah batu itu benar-benar berat. Kenyataannya, batu itu cukup ringan dan mengingatkan saya pada sesuatu yang saya lihat di berita bahwa benda seperti itu telah ditemukan di Selandia Baru.” Ujar Alex melanjutkan.
Charlie dan ayahnya kemudian mencoba mendari tahu mengenai batu tersebut. Hasilnya, mereka berdua terkejut karena batu tersebut ternyata adalah ambergris dengan berat 0,45 kilogram yang bila diuangkan bisa bernilai lebih dari 600 juta rupiah.
Mengapa ambergris sangat mahal? Ternyata, ambergris atau yang dalam bahasa Arab disebut “anbar” memiliki peran sentral dalam industri parfum kelas dunia dan ini telah berlangsung selama ribuan tahun lamanya.
Rasulullah SAW pun pernah memakai minyak wangi yang terbuat dari ambergris sebagaimana tercatat dalam hadits riwayat An-Nasa’i:
عَنْ مُحَمَّدِ بْنِ عَلِيٍّ قَالَ سَأَلْتُ عَائِشَةَ أَكَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَتَطَيَّبُ قَالَتْ نَعَمْ بِذِكَارَةِ الطِّيبِ الْمِسْكِ وَالْعَنْبَرِ
Dari Muhammad bin Ali ia berkata, “Aku pernah bertanya kepada ‘Aisyah, ‘Apakah Rasulullah SAW memakai parfum? ia menjawab, “Ya! dengan minyak wangi misk dan ‘anbar.”
Saat itu pun minyak wangi yang terbuat dari ambergris telah dikenal sebagai barang mahal, oleh karenanya dalam hadits lain Rasulullah SAW menyebut minyak wangi sebagai kesenangan dunia, “Kesenangan duniawi yang ku sukai adalah wanita dan minyak wangi. Dan dijadikan kesejukan mataku di dalam shalat.” (H.R. An-Nasa’i)
Ambergris adalah minyak terbaik setelah minyak kesturi, ia mampu menghasilkan wangi khas yang disukai manusia. Bau ambergris memiliki beberapa variasi aroma mulai dari wewangian bersahaja, mirip misik, hingga beraroma manis.
“Satu tetes ambergris bisa merubah sebuah parfum.” Kata Claire Payne, ahli aroma terapi dan parfum kepada ABC News. “ Ambergris adalah apa yang kita sebut wangi khas hewan, berbeda dengan wangi jeruk atau aroma buah. Ia seperti misik, dan kami menggunakannya pada beberapa wewangian kami,” Dia menambahkan.
Bahkan situs Nationalgeographic.co.id menulis, bahwasannya parfum dengan cita rasa tinggi yang diproduksi oleh merek terkenal seperti Chanel dan Lanvin mengambil keuntungan dari ambergris yang mampu memberikan aroma harum bagi kulit manusia.
Ambergris adalah zat mirip bubur yang dikeluarkan oleh paus sperma (Physeter macrocephalus). Para ilmuan mengatakan zat tersebut dikeluarkan ketika paus memakan cumi-cumi untuk melapisi bagian cumi-cumi yang dapat membuat iritasi tenggorokan atau perut mereka. Kemudian zat tersebut membungkus bagian cumi-cumi yang dapat mengiritasi lalu paus membuangnya keluar tubuh.
Ambergris yang telah mengeras biasanya akan terdampar di pinggir pantai. Selain itu ambergris sangat langka, dikarenakan tidak mudah untuk mendapatkannya meski dengan memburunya hingga ke tengah lautan. Oleh karenanya wajar harganya sangat mahal. Untuk satu ons saja perusahaan parfum bisa merogoh kocek hingga ribuan dolar dan ini sebanding dengan harga dan kualitas parfum yang akan dihasilkan.
Di samping kabar yang menggiurkan tentang ambergris, ada juga berita buruknya. Ya, beberapa Negara telah melarang penggunaan ambergris sebagai bahan baku industri. Sementara Amerika Serikat sejak tahun 1972 telah menetapkan bahwa kepemilikan dan menggunakan ambergris dalam parfum adalah sesuatu yang illegal, ini dikarenakan status paus sperma yang terancam punah.
Meskipun begitu permintaan terhadap ambergris di beberapa Negara asing terutama di Negara fashion seperti Prancis, sampai saat ini masih tetap tinggi. (Berbagai Sumber)
Oleh: Joko Rinanto