Assalaamu’alaykum wr. wb.
Seperti yang telah disampaikan oleh Ustadz pada pembahasan yang lalu, bahwa haram seorang wanita yang sedang haidh memasuki masjid.
Dari Aisyah RA berkata bahwa Rasulullah SAW bersabda, "Tidak ku halalkan masjid bagi orang yang junub dan haidh." (HR Bukhori, Abu Daud dan Ibnu Khuzaemah).
Beberapa tahun yang lalu saya pernah mendengar dari seorang Ustadz, yang mengatakan bahwa jika ada suatu acara atau pertemuan di dalam masjid dan kita harus mengikuti acara tersebut, maka tidak apa-apa bagi wanita haidh tersebut berada di dalam masjid, selama acara tersebut berlangsung. Namun jika acara tersebut selesai, maka hendaknya wanita tersebut secepatnya keluar dari masjid.
Bagaimana menurut pendapat Ustadz Ahmad Sarwat mengenai pernyataan Ustadz tersebut? Bagaimana jika seandainya pertemuan "terpaksa" dilakukan di masjid (karena tidak memungkinkan dilaksanakan di kediaman seseorang, atau tidak ada fasilitas seperti gedung pertemuan dan sebagainya) terlebih jika ada acara menginap dan pesertanya datang dari berbagai kota. Jazakumullah khairan katsiiraa.
Wassalaamu’alaykum wr. wb.
Assalamu ‘alaikum warahmatullahi wabarakatuh,
Kebolehan orang yang sedang dalam keadan janabah atau haidh untuk masuk masjid hanya diizinkan bila hanya melintas, tidak sampai duduk lama dan berjam-jam lamanya.
Kebolehan melintas ini sebenarnya disebutkan dalam Al-Quran buat orang yang dalam keadaan junub, namun para ulama memasukkan juga ke dalamnya orang yang sedang mendapat haidh.
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُواْ لاَ تَقْرَبُواْ الصَّلاَةَ وَأَنتُمْ سُكَارَى حَتَّىَ تَعْلَمُواْ مَا تَقُولُونَ وَلاَ جُنُبًا إِلاَّ عَابِرِي سَبِيلٍ حَتَّىَ تَغْتَسِلُواْ
Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu salat, sedang kamu dalam keadaan mabuk, sehingga kamu mengerti apa yang kamu ucapkan, (jangan pula hampiri masjid) sedang kamu dalam keadaan junub, terkecuali sekedar berlalu saja, hingga kamu mandi. (QS An-Nisa’: 43)
Maka keterpaksaan yang membolehkan seorang wanita haidh masuk masjid adalah yang bentuknya hanya melintas saja. Misalnya, untuk memotong jalan akibat adanya halangan tertentu. Atau karena memang ada sesuatu yang harus dibawanya ke masjid dan diletakkan di dalamnya. Begitu sudah diletakkan, dia harus segera keluar dari masjid. Tidak boleh berlama-lama di dalamnya, karena larangannya sangat jelas dan kuat.
Tentunya kita tidak boleh memudah-mudahkan sesuatu yang hukumnya sudah jelas dan dalilnya sudah qath’i. Sebab meski Islam memang agama yang mudah, namun bukan berarti setiap orang berhak melanggar semaunya sendiri. Kalau pun alasan terpaksa yang diajukan, bukankah yang namanya terpaksa itu bersifat dharurat? Apakah kehadiran wanita haidh dalam masjid sudah mencapai derajat darurat? Tentu saja tidak.
Kecuali bila terjadi tsunami dan tidak ada tempat untuk menyelamatkan diri kecuali masuk masjid. Maka saat itu para wanita haidh boleh masuk ke masjid dengan alasan dharurat.
Solusi
Seandainya bentuk keterpaksaan itu adalah kewajiban datang dalam acara pengajian, maka perlu dijelaskan kepada pihak penyelenggara pengajian itu bahwa mereka harus memberikan tempat tertentu di bagian masjid, khusus untuk mereka yang sedang haidh. Yang pasti tempatnya bukan di ruang utama untuk shalat.
Mungkin bisa di lantai atas, atau di teras atau di ruangan tertentu, yang diikrarkan oleh para pengurus masjid bahwa ruang itu bukan bagian dari masjid yang suci. Sehingga mereka yang haidh bahkan yang junub sekalipun, boleh memasuki area tersebut.
Wallahu a’lam bishshawab wassalamu ‘alaikum warahmatullahi wabarakatuh,
Ahmad Sarwat, Lc.