Assalamu’alaikum wr. wb.
Pak Ustadz yang baik dan dirahmati Allah SWT. Mohon penjelasan hukum jual-beli kotoran hewan untuk pupuk tanaman. Di daerah kami jual-beli kotoran sapi/kambing/ayam dalam jumlah besar untuk tanaman pertanian biasa dilakukan. Ada pendapat yang mengharamkan dan ada yang tidak. Bagaimana sebenarnya? Terima kasih.
Wassalamu’alaikum Wr. Wb
Assalamu ‘alikum warahmatullahi wabarakatuh,
Kotoran hewan termasuk benda najis menurut pendapat mazhab Asy-Syafi’i. Sehingga tidak sah untuk diperjual-belikan. Namun menurut mazhab Hambali, kotoran hewan yang dagingnya halal dimakan, tidak najis. Sehingga kalau mau diperjual-belikan, hukum sah dan tidak mengapa.
Kebanyakan masyarakat kita di Indonesia berpaham mazhab Syafi’i yang menyatakan bahwa kotoran hewan itu najis. Sehingga tidak boleh diperjual-belikan. Lalu bagaimana solusinya, padahal kotoran itu justru dibutuhkan untuk dijadikan pupuk penyubur tanaman?
Sebagian ulama di negeri ini membuat solusi lain agar tetap bisa memanfaatkan kotoran, namun terhindar dari memperjual-belikannya. Caranya adalah dengan merubah akadnya. Akadnya bukan dengan jual beli, melainkan dengan akad upah penampungan atau upah pengumpulan.
Maka antara petani yang membutuhkan pupuk kandang dengan pemilik ternak yang menghasilkan pupuk melakukan akad di luar jual beli. Pihak petani memberi uang kepada peternak bukan sebagai uang pembelian kotoran hewan, melainkan sebagai uang jasa penampungan sementara kotoran hewan. Atau uang itu sebagai jasa pengumpulan kotoran itu. Yang penting bukan jual beli kotoran.
Dengan demikian, kotoran hewan tidak dijual tapi diberikan. Sedangkan biaya yang dibayarkan juga bukan uang pembelian, melainkan uang jasa penampungan sementara atas terkumpulnya kotoran itu selama beberapa waktu.
Sedangkan saudara-saudara kita yang bermazhab Hambali, tidak perlu repot-repot mengubah akadnya, lantaran buat mereka, jual beli benda kotoran hewan itu memang dibolehkan, lantaran buat mereka kotoran itu tidak termasuk najis.
Pendeknya, dalam mazhab itu, kotoran hewan yang dagingnya halal dimakan, tidak najis.
Wallahu a’lam bishshawab, wassalamu ‘alikum warahmatullahi wabarakatuh,
Ahmad Sarwat, Lc.