Assalamu ‘alaikum wr. wb.
Ustadz, mohon detail tentang dalil/hadist, bahwa setelah ambil wudhu, tidak boleh bersentuhan dengan lawan jenis, dan bagaimana dengan kondisi bila menunaikan haji,dan melakukan salat di sana, bagaimana hukumnya saat mungkin bersentuhan dengan lawan jenisnya (setelah wudhu). Jazakallah khoiron
Wassalamu ‘alaikum wr. wb.
Assalamu `alaikumwarahmatullahi wabarakatuh
Dalam daftar hal-hal yang membatalkan wudhu, sentuhan kulit secara langsung antara laki-laki dan wanita yang bukan mahram, termasuk masalah yang dipermasalahkan para ulama. Sebagian mengatakan bahwa sentuhan itu membatalkan wudhu` dan sebagian mengatakan tidak.
Sebab perbedaan pendapat mereka didasarkan pada penafsiran ayat Al-Quran yaitu:
Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu shalat, sedang kamu dalam keadaan mabuk, sehingga kamu mengerti apa yang kamu ucapkan, sedang kamu dalam keadaan junub, terkecuali sekedar berlalu saja, hingga kamu mandi. Dan jika kamu sakit atau sedang dalam musafir atau datang dari tempat buang air atau kamu telah menyentuh perempuan, kemudian kamu tidak mendapat air, maka bertayamumlah kamu dengan tanah yang baik; sapulah mukamu dan tanganmu. Sesungguhnya Allah Maha Pema’af lagi Maha Pengampun. (QS. An-Nisa: 23)
a. Pendapat yang Membatalkan
Sebagian ulama mengartikan kata MENYENTUH sebagai kiasan yang maksudnya adalah jima` (hubungan seksual). Sehingga bila hanya sekedar bersentuhan kulit, tidak membatalkan wuhu`.
Ulama kalangan As-Syafi`iyah cenderung mengartikan kata MENYENTUH secara harfiyah, sehingga menurut mereka sentuhan kulit antara laki-laki dan wanita yang bukan mahram itu membatalkan wudhu`.
Menurut mereka, bila ada kata yang mengandung dua makna antara makna hakiki dengan makna kiasan, maka yang harus didahulukan adalah makna hakikinya. Kecuali ada dalil lain yang menunjukkan perlunya menggunakan penafsiran secara kiasan.
Dan Imam Asy-Syafi`i nampaknya tidak menerima hadits Ma`bad bin Nabatah dalam masalah mencium.
Namun bila ditinjau lebih dalam pendapat-pendapat di kalangan ulama Syafi`iyah, maka kita juga menemukan beberapa perbedaan. Misalnya, sebagian mereka mengatakan bahwa yang batal wudhu`nya adalah yang sengaja menyentuh, sedangkan yang tersentuh tapi tidak sengaja menyentuh, maka tidak batal wudhu`nya.
Juga ada pendapat yang membedakan antara sentuhan dengan lawan jenis non mahram dengan pasangan (suami istri). Menurut sebagian mereka, bila sentuhan itu antara suami istri tidak membatalkan wudhu`.
b. Pendapat yang Tidak Membatalkan
Dan sebagian ulama lainnya lagi memaknainya secara harfiyah, sehingga menyentuh atau bersentuhan kulit dalam arti pisik adalah termasuk hal yang membatalkan wudhu`. Pendapat ini didukung oleh Al-Hanafiyah dan juga semua salaf dari kalangan shahabat.
Sedangkan Al-Malikiyah dan jumhur pendukungnya mengatakan hal sama kecuali bila sentuhan itu dibarengi dengan syahwat (lazzah), maka barulah sentuhan itu membatalkan wudhu`.
Pendapat mereka dikuatkan dengan adanya hadits yang memberikan keterangan bahwa Rasulullah SAW pernah menyentuh para istrinya dan langsung mengerjakan shalat tanpa berwudhu` lagi.
Dari Habib bin Abi Tsabit dari Urwah dari Aisyah ra. dari Nabi SAW bahwa Rasulullah SAW mencium sebagian istrinya kemudian keluar untuk shalat tanpa berwudhu`”. Lalu ditanya kepada Aisyah,”Siapakah istri yang dimaksud kecuali anda?” Lalu Aisyah tertawa. (HR. Turmuzi Abu Daud, An-Nasai, Ibnu Majah dan Ahmad).
Wallahu a`lam bishshawab. wassalamu `alaikum warahmatullahi wabarakatuh.
Ahmad Sarwat, Lc.