Assalamualaikum wr. wb.
Pak Ustadz yang dimuliakan Allah, saya ingin penjelasan beberapa hal di bawah ini:
Pada waktu wudhu niat kita adalah menghilangkan hadats. Apakah sebenarnya yang dimaksud hadats ini? Sementara ini saya mengira-ngira bahwa hadats adalah kotoran kecil? Petanyaan kedua, ketika sholat kita akhiri dengan salam. Kepada siapakah salam ini kita peruntukkan?
Wassalamu’alaikum wr. wb.
Gunawan
Assalamu ‘alaikum warahmatulahi wabarakatuh,
Hadats bukanlah benda najis yang terlihat secara fisik. Hadats adalah status hukum yang dialami seseorang akibat terjadi suatu hal lain pada dirinya.
Sebagian ulama fiqih ada yang menyebutkan bahwa hadats itu adalah najis secara hukmi (hukum), bukan najis secara fisik (hakiki). Hadats atau najis secara hukum artinya tidak ada benda najis yang terdapat pada tubuh kita, atau pakaian atau tempat shalat, namun seolah-olah secara hukum najis itu ada. Buktinya, ketika berhadats kita tidak boleh masuk masjid, tidak boleh shalat, tidak boleh menyentuh mushaf Al-Quran atau melafadzkannya.
Sedangkan najis hakiki adalah najis yang selama ini kita pahami, yaitu najis yang berbentuk benda yang hukumnya najis. Misalnya darah, kencing, tahi (kotoran manusia), daging babi. Dalam bab tentang najasah, biasanya najis jenis inilah yang kita bahas, bukan najis hukmi.
Adapun najis hukmi itu maksudnya adalah hadats yang dialami oleh seseorang. Misalnya, seorang yang tidak punya air wudhu itu sering disebut dengan dalam keadaan hadats kecil. Dan orang yang dalam keadaan haidh, nifas atau keluar mani serta setelah berhubungan suami isteri, disebut dengan berhadats besar.
Kepada Siapa Salam dalam Shalat?
Untuk menjawab pertanyaan anda, mari kita bukan salah satu rujukan. Kami memilih membuka kitab Al-Majmu’ Syarah Al-Muhazzab karya Al-Imam An-Nawawi rahimahulah.
Di dalamnya ada terdapat beberapa nash dari hadits nabawi yang menjelaskan jawaban atas pertanyaan anda. Yaitu salam yang kita ucapkan di akhir shalat itu ditujukan untuk beberapa kemungkinan, antara lain untuk diri kita sendiri, atau untuk sesama yang shalat jamaah, atau untuk para malaikat dan juga para nabi.
رَوَى سَمُرَةُ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ: أَمَرَنَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنْ نُسَلِّمَ عَلَى أَنْفُسِنَا وَأَنْ يُسَلِّمَ بَعْضُنَا عَلَى بَعْضٍ
Samurah ra meriwayatkan, "Rasulullah SAW memerintahkan kami untuk memberi salam (dalam shalat) kepada diri kami dan juga kepada sesama kami."
عَلِيٌّ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ كَرَّمَ اللَّهُ وَجْهَهُ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ يُصَلِّي قَبْلَ الظُّهْرِ أَرْبَعًا ، وَبَعْدَهَا رَكْعَتَيْنِ ، وَيُصَلِّي قَبْلَ الْعَصْرِ أَرْبَعًا: يَفْصِلُ كُلَّ رَكْعَتَيْنِ بِالتَّسْلِيمِ عَلَى الْمَلَائِكَةِ الْمُقَرَّبِينَ وَالنَّبِيِّينَ ، وَمَنْ مَعَهُ مِنْ الْمُؤْمِنِينَ
Dari Ali ra. bahwa Nabi SAW shalat Dzhuhur 4 rakaat dan setelahnya shalat 2 rakaat dan shalat sebelum Ashar 4 rakaat. Beliau memisahkan antara 2 rakaat dengan salam kepada para malaikat al-muqarrabin, para nabi dan orang mukmin yang bersamanya.
Semoga kutipan pendek ini cukup untuk menjelaskan jawaban pertanyaan anda.
Wallahu a’lam bishshawab wassalamu ‘alaikum warahmatulahi wabarakatuh,
Ahmad Sarwat, Lc.