Assalamualaikum wr wb..
Bapak pengasuh yang saya hormati
Saya seorang pemuda pemuda. Saat ini saya sangat bingung tentang masalah perbedaan antara mani dan mazi itu. Memang saya telah mendapat beberapa jawaban dari beberapa ustat bahkan dari teman – teman saya tentang perbedaan dan cara mensucikannya, tetapi banyak perbedaan sehingga saya bingung karena hal tersebut sangat penting dalam kita melakukan ibadah pada Allah SWT
Pada kesempatan ini saya ingin menanyakan beberapa pertanyan yaitu
1. Perbedaan antara mani dan mazi serta apa hukumnya..?
2. Ciri – cirinya dan bagaimana cara mensucikannya?
Atas segala jawaban dan bantuannya saya ucapkan banyak terima kasih
Wassalamualaikum wr wb
Assalamu ‘alaikum warahmatullahi wabarakatuh,
1. Mazi
Mazi adalah cairan bening yang keluar akibat percumbuan atau hayalan, keluar dari kemaluan laki-laki biasa. Mazi itu bening dan biasa keluar sesaat sebelum mani keluar.
Dan keluarnya tidak deras atau tidak memancar. Mazi berbeda dengan mani, yaitu bahwa keluarnya mani diiringi dengan lazzah atau kenikmatan (ejakulasi) sedangkan mazi tidak.
Mazi hukumnya najis sebagaimana disebutkan oleh para ulama.
2. Wadi
Wadi adalah cairan yang kental berwarna putih yang keluar akibat efek dari air kencing. Hukumnya najis sebagaimana ditetapkan oleh para ulama.
3. Mani
Air mani yang keluar dari kemaluan seseorang sesungguhnya bukan benda najis. Air mani adalah satu pengecualian dari ketentuan bahwa segala benda yang keluar lewat kemaluan hukumnya najis. Baik berbentuk padat, cair atau gas.
Air kencing, mazi, wadi, darah, nanah, batu dan semua yang keluar lewat kemaluan ditetapkan para ulama sebagai benda najis. Kecuali air mani, hukumnya bukan najis.
Dalil dari tidak najisnya air mani ada banyak, di antaranya adalah hadits berikut ini:
لَقَدْ كُنْتُ أَفْرُكُهُ مِنْ ثَوْبٍ رَسُولِ اَللَّهِ صَلَّى الله عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَرْكًا, فَيُصَلِّي فِيهِ وَفِي لَفْظٍ لَهُ: لَقَدْ كُنْتُ أَحُكُّهُ يَابِسًا بِظُفُرِي مِنْ ثَوْبِهِ
Dari Aisyah ra berkata, "Aku mengerok mani dari pakaian Rasulullah SAW dan beliau memakainya untuk shalat. Dalam riwayat lain disebutkan, "Aku menggaruk dengan kuku-ku mani yang kering dari pakaian beliau. (HR Muslim)
Dengan hadits ini, para ulama umumnya mengatakan bahwa air mani itu tidak najis. Tindakan Aisyah isteri beliau mengerok atau menggaruk dengan kuku sisa mani yang sudah mengering di pakaian beliau menunjukkan bahwa air mani tidak najis. Sebab kalau najis, maka seharusnya Aisyah ra mencucinya dengan air hingga hilang warna, aroma atau rasanya.
Tindakan Aisyah menurut sebagian ulama dilatar-belakangi rasa malu beliau melihat Rasulullah SAW, suaminya, shalat dengan pakaian yang belepotan sisa mani. Maka dikeriknya setelah kering agar tidak terlihat nyata, meski sesungguhnya tetap masih ada sisa mani kering yang menempel.
Namun sebagian kecil ulama memang ada yang mengatakan bahwa air mani itu najis. Misalnya pendapat Al-Hanafiyah, Malik, Ahmad pada sebagian riwayat dan Al-Hadawiyah. Di antara dasar yang melandaskan pendapat mereka adalah hadits berikut ini:
وَعَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اَللَّهُ عَنْهَا, قَالَتْ: كَانَ رَسُولُ اَللَّهِ صَلَّى الله عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَغْسِلُ اَلْمَنِيَّ, ثُمَّ يَخْرُجُ إِلَى اَلصَّلَاةِ فِي ذَلِكَ اَلثَّوْبِ, وَأَنَا أَنْظُرُ إِلَى أَثَرِ اَلْغُسْلِ فِيهِ مُتَّفَقٌ عَلَيْه ِ
Aisyah ra. mengatakan, ”Biasa Rasulullah SAW. mencuci mani kemudian keluar shalat memakai sarung itu dan saya melihat bekasnya cucian sarung itu” (HR Bukhari dan Muslim)
Tindakan Rasulullah SAW mencuci bekas mani di pakaiannya menunjukkan bahwa mani itu najis.
Namun pendapat ini dibantah oleh para ulama yang mengatakan bahwa air mani tidak najis dengan beberapa jawaban. Antara lain:
- Hadits ini meski secara riwayatnya shahih, namun tidak menunjukkan kewajiban untuk mencuci bekas mani yang menempel di pakaian. Tetapi hanya menunjukkan keutamaan untuk mencucinya dan hukumnya hanya sunnah.
- Kalau ada beberapa hadits yang bertentangan secara lahir, padahal masing-masing punya sandaran yang kuat, maka sebelum menafikan salah satunya, harus dicarikan dulu kesesuaian antara dalil-dalil itu. Dan menyimpulkan bahwa mani tidak najis adalah bentuk kompromi atas semua dalil yang ada. Sedangkan tindakan nabi yang mencuci bekas mani, harus dipahami bukan sebagai keharusan, melainkan kepantasan dan kesunnahan.
- Meski pun Al-Hanafiyah mengatakan bahwa air mani itu najis, namun mereka berpendapat bahwa untuk mensucikan bekas mani cukup dengan mengeriknya setelah kering, tidak perlu dicuci.
Demikian sedikit penjelasan dengan tiga cairan yang keluar dari kemaluan dan hukum-hukumnya, semoga bermanfaat.
Wallahu a’lam bishshawab, wassalamu ‘alaikum warahmatullahi wabaraktuh,
Ahmad Sarwat, Lc