Eramuslim.com – Ada tiga peristiwa yang membuat pemerintah Israel ‘sedikit’ merinding, dan kebanyakan warga Yahudi melihat kemunculan mimpi buruk masa lalu.
Pertama, pembakaran Gereja Multiflikasi beberapa waktu lalu. Kedua, pembakaran satu keluarga Palestina, dengan korban tewas terbakar seorang bayi. Ketiga, penikaman peserta parade gay.
Ketiga insiden memiliki kesamaan, yaitu digerakan oleh sekelompok kecil Yahudi. Mereka tidak melakukannya atas dasar kebencian, tapi dorongan agama.
Situs ynetnews memberitakan orang-orang ini bertindak atas kehendak sejati Tuhan. Dalam kata sederhana mereka adalah kelompok Yahudi Jihad. Mereka melakukan sama seperti yang dilakukan Jihadis Islam.
Yang membedakan adalah Yahudi Jihad bukan fenomena massal. Mereka tidak akan menjadi seperti ISIS.
Ada juga yang menyebut mereka Yahudi Mesianis. Mereka membunuh untuk ‘melayani’ Tuhan, sambil menunggu kedatangan mesiah terakhir yang akan mendirikan Kerajaan Tuhan, negara Bani Israel.
Kebanyakan masyarakat Yahudi punya alasan untuk takut dengan kehadiran kelompok ini. Di masa lalu, sebelum dan saat Nabi Isa — Yesus (Kristen) atau Yeshua (Yahudi Kristen) — berdakwah, kelompok ini disebut Yahudi Sicarii.
Mereka membunuh Yahudi yang bersimpati kepada kekuasaan Romawi, memaksa seluruh Yahudi angkat senjata, dan mengobarkan perang total melawan Romawi.
Mereka adalah bentuk awal komunitas pembunuh, seperti Asassin di Timur Tengah dan Ninja di Jepang. Mereka menyusul ke Benteng Masada, membunuh 700 serdadu Romawi, dan mengobarkan Perang Yahudi-Romawi.
Perang itu gagal. Ribuan Yahudi disalib di Yerusalem, puluhan ribu meninggalkan Tanah Yang Dijanjikan dan menjadi diaspora di Eropa dan Timur Tengah.
Yahudi Sicarii menyusul ke hampir semua elemen masyarakat. Judas Iskariot, salah satunya, menjadi murid ke-12 Nabi Isa atau Yesus. Beberapa literatur menulis Judas Iskariot sebagai Judas Iskarii.
Jangan pernah berharap polisi Israel berhasil menangkap pelaku pembakaran Gereja Multiplikasi dan bayi Pelestina. Yahudi Jihadis, seperti Yahudi Sicarii, pandai menyembunyikan jejak dan menghindari penangkapan.
Yahudi Jihadis menggunakan pola serupa seperti Jews Underground tahun 80-an dan Yishai Schlissel di tahun 90-an. Mereka waras, sangat cerdas, yang membuat mereka tidak bisa ditangkap dan dipenjara. Namun mereka cenderung lenyap dengan sendirinya.
Rezim Zionis Israel yakin Yahudi Jihadis sedang berupaya memicu perang dan pembantaian Palestina. Pembakaran rumah yang menewaskan seorang bayi ditengarai untuk memicu kemarahan massal warga Pelestina. Pembakaran Gereja Multiplikasi dimaksudkan untuk merusak keharmonisan Yahudi-Kristen di kota-kota di wilayah Palestina yang diduduki Israel.
Kemarahan dan penyerangan oleh warga Palestina dipastikan akan direspon keras tentara Israel, dan pembantaian tak terhindarkan. Beruntung, otoritas Palestina memahami hal ini.
Yahudi Jihadis inilah kiblat dari Gereja Evangelis dunia seperti halnya Gereja Injili Di Indonesia (GIDI). Sifat ekstrem, merasa paling benar dan wakil tuhan, serta sifat-sifat radikal israiliyat, semuanya diwarisi oleh semua lembaga evangelist dunia. Tidak heran jika GIDI pun merasa sah-sah saja melarang umat Islam merayakan Hari Raya Iedul Fitri, melarang penggunaan jilbab bagi Muslimah, dan melarang gereja-gereja di luar GIDI mendirikan bangunan ibadahnya di Tolikara. GIDI adalah musuh bagi perdamaian. Sebab itu sudah seharusnya pemerintah membubarkan kelompok radikal ini. Sayang, rezim petruk lebih suka cengengesan ketimbang mikir yang berat-berat. (nn)